Foto : Google |
Iftirasy : Duduk seperti tahiyyat awal. Yaitu menghamparkan kaki kiri di bumi,
kemudian duduk diatas hamparan kaki kiri tersebut, sedangkan kaki kanan ditegakkan dengan ujung jari menghadap ke Qiblat.
Tawarruk : Duduk seperti tahiyyat akhir. Yaitu memasukkan kaki kiri di bawah
betis kaki kanan , kemudian duduk (miring) di atas bumi , sedangkan kaki kanan ditegakkan menghadap ke arah Qiblat.
Duduk tahiyyat dalam shalat adalah masalah yang diperselisihkan oleh umat Islam.
Ringkasannya :
A). IMAM HANAFI : semua duduk tahiyyat dalam shalat dilakukan dengan cara iftirasy , baik itu tahiyyat awal maupun tahiyyat akhir
B) IMAM MALIK : Semua duduk tahiyyat dalam shalat dilakukan dengan cara tawarruk , baik itu tahiyyat awal maupun tahiyyat akhir.
C) IMAM SYAFI’I : Pada tahiyyat awal , duduknya adalah dengan cara iftirasy , sedangkan pada tahiyyat akhir adalah dengan cara tawarruk.
D) IMAM AHMAD (HANBALI) : Pada tahiyyat awal , duduknya adalah dengan cara iftirasy , sedangkan pada tahiyyat akhir adalah dengan cara tawarruk ( sama dengan pendapat imam Syafi’i).
Imam Syafi’I dan imam Ahmad bin Hanbal memiliki kesamaan pendapat , yaitu pada tahiyyat awal duduknya dengan cara iftirasy , sedangkan pada tahiyyat akhir duduknya dengan cara tawarruk. Hal ini didasarkan kepada hadits hadits yang shahih tentang adanya duduk iftirasy dan duduk tawarruk dalam shalat.
TETAPI :
Ketika duduk tasyahhud dalam shalat shubuh atau shalat lainnya yang hanya ada satu tahiyyat , maka imam Syafi’i dan imam Ahmad berbeda pendapat :
A) IMAM AHMAD : MELAKUKANNYA DENGAN CARA IFTIRASY :
Yaitu menghamparkan kaki kiri di bumi kemudian kita duduk di atas kaki kiri tersebut. Sedangkan kaki kanan ditegakkan dengan ujung jari kaki menghadap ke arah Qiblat.
Cara seperti ini sama dengan duduk antara 2 sujud atau duduk pada tahiyyat awal.
IMAM AHMAD BERPENDAPAT BAHWA : CARA DUDUK PADA TAHIYYAT AWAL DAN TAHIYYAT AKHIR TERKADANG BERBEDA DAN TERKADANG SAMA
B) IMAM SYAFI’I : MELAKUKANNYA DENGAN CARA TAWARRUK :
Yaitu menghamparkan kaki kiri sedemikian rupa sehingga berada di bawah betis kanan dan paha kanan. Kemudian kaki kanan ditegakkan , lalu duduk di atas bumi ( pantatnya menempel ke bumi ) dan ujung jari kaki kanan diarahkan ke Qiblat
Cara seperti ini sama dengan duduk pada tahiyyat akhir.
IMAM SYAFI’I BERPENDAPAT BAHWA : CARA DUDUK PADA TAHIYYAT AWAL DAN TAHIYYAT AKHIR ADALAH BERBEDA DALAM SEMUA SHALAT
LIHAT : Kitab Syarah Muslim oleh Imam Nawawi jilid 4 halaman 437 hadits no 498
CABANG PERMASALAHAN :
Jika imam dalam shalat menguatkan pendapat imam Ahmad bin Hanbal , yaitu duduk tahiyyatnya dengan cara iftirasy dalam shalat shubuh , apakah makmum wajib mengikuti imamnya ?
JAWAB :
Sebagaimana disampaikan pada pembahasan sebelumnya bahwa : duduk tahiyyat dalam shalat adalah masalah yang diperselisihkan oleh umat Islam.
Maka seseorang yang sudah menguatkan ijtihad salah seorang ulama yang dipercayainya dan dia sudah sangat yaqin akan kebenaran pilihannya , maka hendaknya dia berpegang dengan pilihannya tersebut , tidak terikat harus sama dengan imamnya.
GAMBARANNYA :
* Jika imamnya duduk tahiyyat dengan cara iftirasy , padahal kita yaqin duduknya harus dengan cara tawarruk , maka kita mesti duduk dengan cara tawarruk , meskipun berbeda dengan imamnya.
* Jika imamnya duduk tahiyyat dengan cara tawarruk , padahal kita yaqin duduknya harus dengan cara iftirasy , maka kita mesti duduk dengan cara iftirasy , meskipun berbeda dengan imamnya.
SOAL
Apakah hal ini tidak menyalahi larangan dari Nabi saw tentang tidak bolehnya makmum menyelisihi (berbeda) dengan imamnya ?
JAWAB : Tidak.
Supaya menjadi jelas , akan saya uraikan masalah ini dengan rinci :
APAKAH MAKMUM HARUS MENGIKUTI SEMUA PERBUATAN IMAM DALAM SEGALA KEADAAN ?
JAWAB : TIDAK.
Yang diperintahkan kepada makmum untuk mengikuti imam adalah dalam 5 hal :
• Apabila imam bertakbir maka makmum harus bertakbir.
• Apabila imam ruku’ maka makmum harus ruku’.
• Apabila imam bangkit dari ruku’ mengucap sami’allahu liman hamidah maka makmum harus bangkit juga dari ruku’ dan menjawabnya dengan : Rabbanaa lakal hamdu atau Rabbanaa wa lakal hamdu atau Allahumma Rabbanaa lakal hamdu atau Allahumma Rabbanaa wa lakal hamdu.
• Apabila imam sujud maka makmum harus sujud.
• Apabila imam duduk maka makmum harus duduk.
Maksudnya :
* JIKA IMAMNYA BERTAKBIR MAKA SEMUA MAKMUMNYA HARUS BERTAKBIR, TAPI SIFAT ATAU CARA BERTAKBIRNYA TIDAK HARUS SAMA DENGAN IMAMNYA .
Kata “bertakbir” maksudnya adalah : takbiratul ihram.
Artinya : Jika imamnya mengucap takbiratul ihram pandangannya mengarah ke atas maka makmumnya tidak wajib mengikuti cara imam yang salah tersebut, karena Nabi saw melarang shalat dengan memandang ke atas.
* JIKA IMAMNYA RUKU’ MAKA SEMUA MAKMUM HARUS RUKU’. TETAPI SIFAT ATAU CARA RUKU’NYA TIDAK HARUS SAMA DENGAN IMAMNYA.
Artinya : jika imamnya ketika ruku’ tidak meletakkan tangan di lutut , maka makmumnya tidak wajib mengikuti cara ruku’ yang salah dari imamnya tersebut.
Makmum juga tidak diwajibkan membaca bacaan ruku’ seperti bacaan imamnya.
* JIKA IMAMNYA BANGKIT BERDIRI DARI RUKU’ , MAKA SEMUA MAKMUM HARUS BANGKIT BERDIRI DARI RUKU’. TETAPI SIFAT ATAU CARA BERDIRINYA TIDAK HARUS SAMA DENGAN IMAMNYA.
Artinya : Jika imamnya ketika bangkit berdiri mengangkat tangan tinggi tinggi serta memandang ke atas , maka makmumnya tidak wajib mengikuti cara berdiri imam yang salah tersebut.
* JIKA IMAMNYA SUJUD , MAKA MAKMUM HARUS SUJUD, TETAPI SIFAT ATAU CARA SUJUDNYA TIDAK MESTI SAMA DENGAN IMAMNYA.
Artinya : jika imamnya sujud dengan tidak meletakkan hidungnya di bumi , maka makmum tidak wajib mengikuti cara sujud yang salah dari imamnya tersebut.
Makmum juga tidak diwajibkan membaca bacaan sujud seperti bacaan imamnya.
* JIKA IMAMNYA DUDUK , MAKA SEMUA MAKMUMNYA HARUS DUDUK , TETAPI SIFAT DUDUKNYA TIDAK HARUS SAMA DENGAN IMAMNYA.
Artinya : jika imamnya duduk tahiyyat akhir dengan cara iftirasy , maka makmumnya tidak wajib mengikuti cara duduk dari imamnya tersebut.
Jika imamnya batuk , makmum tidak perlu ikut batuk mengikuti imamnya.
Jika imamnya bersin , makmum tidak perlu ikut bersin bersama sama.
Jika imamnya menggaruk badannya , makmum tidak perlu ikut menggaruk badannya.
Jika imamnya banyak menggoyangkan tubuh ketika berdiri , maka makmum tidak perlu mengikutinya.
Demikian seterusnya.
Dalilnya :
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إِنَّمَا الإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَلاَ تَخْتَلِفُوا عَلَيْهِ فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا وَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا وَإِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ. فَقُولُوا اللَّهُمَّ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ. وَإِذَا سَجَدَ فَاسْجُدُوا وَإِذَا صَلَّى جَالِسًا فَصَلُّوا جُلُوسًا أَجْمَعُونَ
Bersumber dari Abu Hurairah r.a dia berkata : Nabi saw bersabda :
Sesungguhnya imam itu tidak lain adalah untuk diikuti. Maka janganlah kalian menyelisihinya
Apabila imam bertakbir , hendaknya kalian bertakbir.
Apabila imam ruku’ , maka hendaknya kalian ruku’.
Apabila imam mengucapkan “sami’ Allahu liman hamidah , maka hendaknya kalian menjawab : Allahumma Rabbanaa lakal hamdu
Apabila imam sujud , maka hendaknya kalian sujud.
Apabila imam shalat dengan duduk , maka hendaknya kalian semuanya shalat dengan duduk.
Hadits shahih riwayat Al Bukhari Kitabul Adzan bab 74 no 722
Muslim Kitabush Shalah bab 19 no 414 (ini adalah lafadznya).
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّهُ قَالَ خَرَّ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - عَنْ فَرَسٍ فَجُحِشَ فَصَلَّى لَنَا قَاعِدًا فَصَلَّيْنَا مَعَهُ قُعُودًا ، ثُمَّ انْصَرَفَ فَقَالَ « إِنَّمَا الإِمَامُ - أَوْ إِنَّمَا جُعِلَ الإِمَامُ - لِيُؤْتَمَّ بِهِ ، فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا ، وَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا ، وَإِذَا رَفَعَ فَارْفَعُوا ، وَإِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ . فَقُولُوا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ . وَإِذَا سَجَدَ فَاسْجُدُوا
Bersumber dari Anas bin Malik r.a , sesungguhnya dia berkata :
Rasulullah saw terjatuh dari kuda dan beliau saw terluka.
Lalu Nabi saw melakukan shalat menjadi imam bagi kami dengan cara duduk, maka kami juga melakukan shalat bersamanya dengan duduk.
Ketika selesai dari shalatnya , Nabi saw bersabda :
Sesungguhnya , tidaklah imam itu – atau : tidaklah seseorang dijadikan imam – melainkan untuk diikuti.
Maka jika imam bertakbir hendaknya kalian bertakbir.
Jika imam ruku’ , hendaknya kalian ruku’.
Jika imam bangkit dari ruku’, hendaknya kalian bangkit dari ruku’.
JIka imamnya mengucapkan “sami’allahu liman hamidah” maka hendaknya kalian mengucapkan “ Rabbanaa lakal hamdu “.
Jika imam sujud , hendaknya kalian sujud.
Hadits shahih riwayat Al Bukhari Kitabul Adzan bab 82 no 733.
PENJELASAN :
Dalam hadits hadits yang membicarakan kewajiban makmum untuk mengikuti imam , didapati penjelasan langsung dari Nabi saw tentang perkara yang wajib diikuti oleh makmum dari imamnya , yaitu :
• Takbiratul Ihram.
• Ruku’
• Bangkit dari ruku’ (I’tidal)
• Sujud
• Duduk
Maka saya memahami bahwa perbuatan imam di dalam shalat yang wajib diikuti oleh makmumnya adalah perkara yang dhahir (= nampak atau diketahui ) oleh makmumnya , dan itupun dibatasi hanya pada 5 tempat tersebut. Sedangkan sifat perbuatan yang 5 tersebut juga tidak harus sama dengan imamnya.
Selain itu , perbuatan imam yang tidak diketahui oleh makmumnya , juga tidak wajib diikuti oleh makmumnya
Misalnya : bacaan dalam sujud , maka yang dibaca oleh imam tidak harus diikuti oleh makmumnya. Artinya : makmum boleh membaca bacaan dalam shalat yang berbeda dengan bacaan imamnya, asalkan bacaan tersebut adalah bacaan yang diajarkan oleh Nabi saw.
Wallahu A’lam.
KESIMPULAN AKHIR :
1. Jika penanya yaqin dengan ijtihad imam Syafi’i yaitu duduk tawarruk dalam shalat shubuh , maka hendaknya dia duduk dengan cara tawarruk walaupun imamnya duduk dengan cara iftirasy. Demikian juga sebaliknya.
2. Hukum ini juga berlaku kepada makmum masbuq (yang terlambat). Ketika imam duduk tawarruk pada tahiyyat akhir , maka makmum masbuq tidak dibenarkan duduk dengan cara tawarruk. Dia mesti duduk dengan cara iftirasy , karena tawarruk hanya untuk tahiyyat akhir. Sedangkan makmum masbuq belum berada pad atahiyyat akhir. Dia masih harus berdiri lagi untuk menyempurnakan kekurangan raka’atnya.
Wallahu A’lam.
Oleh : Ustadz Mubarak Abdul Rahim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar