Foto : Umroh Jama'ah Al Bayt Pontianak Februari 2017, Lokasi: Madinah |
Dalam hal ini ada perbedaan pendapat di kalangan umat Islam
Ada yang melarang dan ada yang membolehkan
1. YANG MELARANG WANITA BERANGKAT HAJI TANPA MAHRAM
Ini adalah pendapat Imam Ahmad bin Hanbal.
IMAM AHMAD BERKATA : Jika seorang wanita tidak mendapatkan suami atau mahram maka dia tidak wajib menunaikan haji.
LIHAT : Kitab Fat-hul Baari , syarah terhadap Kitab Shahih Al Bukhari , jilid 5 halaman 93 Kitabu Jazaaish Shaidi bab 26 no 1862
عَنِ ابْنِ عُمَرَ - رضى الله عنهما - أَنَّ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « لاَ تُسَافِرِ الْمَرْأَةُ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ إِلاَّ مَعَ ذِى مَحْرَمٍ
Bersumber dari Ibnu Umar r.a , bahwsanya Rasulullah saw bersabda :
Janganlah seorang wanita bepergian seorang diri selama 3 hari kecuali dia bersama mahramnya
Hadits shahih riwayat Al Bukhari Kitabu Taqshiirish Shalah bab 4 no 1086
PENJELASAN :
Berdasarkan hadits ini maka : wanita mana saja dilarang bepergian seorang diri selama 3 hari tanpa disertai mahramnya. Larangan ini berlaku secara umum , baik bepergian dengan tujuan kunjungan keluarga , umrah dsb. Juga berlaku umum , baik dia pergi sendirian , ataupun rombongan yang mana di dalam rombongan tersebut tidak terdapat mahramnya.
Mahram adalah orang yang haram dinikahi selama lamanya. Jumlahnya ada 13 macam , yang semuanya sudah Allah sebutkan di dalam Al Qur’an :
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالَاتُكُمْ وَبَنَاتُ الْأَخِ وَبَنَاتُ الْأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا
وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاءِ إِلا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ كِتَابَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَأُحِلَّ لَكُمْ مَا وَرَاءَ ذَلِكُمْ
Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).
Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian
(Al Qur’an Surah An Nisa’ ayat 22-24 )
PENJELASAN :
Suami bukan mahram , tetapi dia boleh menemani wanita tersebut karena adanya aqad nikah.
عَنْ أَبى سَعِيدٍ الْخُدْرِىَّ - رضى الله عنه - وَكَانَ غَزَا مَعَ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - ثِنْتَىْ عَشْرَةَ غَزْوَةً قَالَ سَمِعْتُ أَرْبَعًا مِنَ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - فَأَعْجَبْنَنِى قَالَ « لاَ تُسَافِرِ الْمَرْأَةُ مَسِيرَةَ يَوْمَيْنِ إِلاَّ وَمَعَهَا زَوْجُهَا أَوْ ذُو مَحْرَمٍ ، وَلاَ صَوْمَ فِى يَوْمَيْنِ الْفِطْرِ وَالأَضْحَى ، وَلاَ صَلاَةَ بَعْدَ الصُّبْحِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ، وَلاَ بَعْدَ الْعَصْرِ حَتَّى تَغْرُبَ ، وَلاَ تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلاَّ إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ مَسْجِدِ الْحَرَامِ ، وَمَسْجِدِ الأَقْصَى ، وَمَسْجِدِى هَذَا
Bersumber dari Abu Sa’id Al Khudri r.a (dia ikut berperang bersama Nabi saw 12 kali), dia berkata : Aku mendengar 4 hal dari Nabi saw dan aku merasa takjub dengannya :
Janganlah seorang wanita melakukan perjalanan selama 2 hari kecuali dia bersama dengan suaminya atau bersama mahramnya
Dan tidak ada puasa pada 2 hari yaitu Hari Raya Fithri dan Hari Raya Adha
Dan tidak ada shalat setelah shalat shubuh sehingga matahari naik, dan tidak ada shalat setelah ashar sehingga matahari terbenam
Dan tidak dipersiapkan perjalanan ( untuk mencari berkah ) kecuali kepada 3 masjid : Masjidil haram, Masjidil Aqsha dan Masjidku ini ( Masjid Nabawi )
Hadits shahih riwayat Al Bukhari Kitabush Shaum bab 67 no 1995
PENJELASAN :
Makna hadits ini sama dengan hadits sebelumnya . Yaitu melarang wanita bepergian tanpa disertai mahramnya. Hanya saja dalam hadits ini disebutkan batasannya 2 hari.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ - رضى الله عنهما - قَالَ قَالَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - « لاَ تُسَافِرِ الْمَرْأَةُ إِلاَّ مَعَ ذِى مَحْرَمٍ ، وَلاَ يَدْخُلُ عَلَيْهَا رَجُلٌ إِلاَّ وَمَعَهَا مَحْرَمٌ » . فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّى أُرِيدُ أَنْ أَخْرُجَ فِى جَيْشِ كَذَا وَكَذَا ، وَامْرَأَتِى تُرِيدُ الْحَجَّ . فَقَالَ « اخْرُجْ مَعَهَا
Bersumber dari Ibnu Abbas r.a, dia berkata : janganlah seorang wanita bepergian kecuali disertai mahramnya. Janganlah seorang laki laki masuk kepadanya (menjumpainya) kecuali dia sedang bersama mahramnya.
Ada seorang laki laki yang bertanya : Wahai Rasulullah, saya pergi dengan pasukan (berperang) ini dan itu sedangkan istri saya ingin berangkat haji.
Maka Rasulullah saw menjawab : Berangkatlah ( haji ) dengannya
Hadits shahih riwayat Al Bukhari Kitabu Jazaaish Shaidi bab 62 no 1862
PENJELASAN :
Makna hadits ini sama dengan 2 hadits sebelumnya . Yaitu melarang wanita bepergian tanpa disertai mahramnya. Hanya saja dalam hadits ini tidak disebutkan batasan waktunya.
Seorang laki laki yang semestinya ikut berperang , diperintahkan oleh Rasulullah saw meninggalkan peperangan untuk kepentingan tidak membiarkan istrinya menunaikan ibadah haji tanpa suami atau mahram.
HADITS HADITS TERSEBUT SUDAH CUKUP SEBAGAI ALASAN BAHWA : WANITA DILARANG BEPERGIAN TANPA DISERTAI MAHRAMNYA ATAUPUN SUAMINYA , TERMASUK UNTUK MENUNAIKAN HAJI ATAU UMRAH.
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِى الرِّجَالِ حَدَّثَنَا أَبُو حُمَيْدٍ قَالَ سَمِعْتُ حَجَّاجًا يَقُولُ قَالَ ابْنُ جُرَيْجٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ عَنْ أَبِى مَعْبَدٍ مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ أَوْ عِكْرِمَةَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى الْمَدِينَةِ فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « أَيْنَ نَزَلْتَ ». قَالَ عَلَى فُلاَنَةٍ . قَالَ « أَغْلَقَتْ عَلَيْكَ بَابَهَا لاَ تَحُجَّنَّ امْرَأَةٌ إِلاَّ وَمَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ
Bersumber dari Ibnu Abbas r.a bahwasanya dia berkata : Ada seorang laki laki datang ke Madinah . Lalu Nabi saw bertanya kepadanya : engkau singgah di mana ?
Dia berkata : di tempat fulanah (seorang wanita).
Nabi saw bersabda : Apakah dia menutup pintunya bagimu ?
Nabi saw melanjutkan : “Janganlah seorang wanita menunaikan ibadah haji kecuali bersama dengan mahramnya”.
Hadits riwayat Ad Daraquthni dalam Kitab Sunannya jilid 3 halaman 227 , Kitabul Haj no 2440
IMAM AL HAFIDZ IBNU HAJAR AL ‘ASQALANI BERKATA : hadits ini dinilai shahih oleh Abu ‘Awanah
LIHAT : Kitab Fat-hul Baari , syarah terhadap Kitab Shahih Al Bukhari , jilid 5 halaman 93 Kitabu Jazaaish Shaidi bab 26 no 1862
2) YANG MEMPERBOLEHKAN WANITA MENUNAIKAN HAJI TANPA MAHRAM ASALKAN AMAN DARI FITNAH
Ini adalah pendapat imam Asy Syafi’i , Al Karabisi , Abu Thayyib AthThabari dll.
LIHAT : Kitab Fathul Baari , syarah terhadap Kitab Shahih Al Bukhari jilid 5 halaman 93 Kitabu Jazaaish Shaidi bab (26) Hajjatun Nisaa’ no 1826
Pendapat yang terkenal di dalam pengikut MADZHAB ASY SYAFI’I adalah mensyaratkan adanya suami , atau mahram atau wanita wanita yang dipercaya untuk dapat menemaninya.
AL KARABISIY berkata : Wanita boleh bepergian sendirian apabila perjalanannya dijamin keamanannya.
Semua pendapat tersebut khusus untuk bepergian haji dan umrah
ABU THAYYIB ATH THABARI berkata : apabila wanita menunaikan ibadah haji maka dia tidak boleh menunaikannya kecuali bersama dengan mahram , suaminya atau wanita wanita yang terpercaya.
Diantara dalil yang membolehkan wanita bepergian bersama dengan wanita lain yang terpercaya jika ada jaminan keamanan dalam perjalanan adalah hadits pada bab ini yang memuat kesepakatan Umar r.a , Utsman bin Affan r.a , Abdurrahman bin Auf r.a serta para istri Nabi saw dalam masalah ini. Sedangkan shahabat lainnya tidak mengingkari hal ini
DARI SAYA :
Pendapat dalam madzhab Syafi’i dan lainnya membolehkan wanita yang menunaikan haji atau umrah ditemani wanita terpercaya walaupun tanpa mahram , asalkan perjalanannya aman dari fitnah.
Yaitu : wanita tersebut terjamin keselamatan dirinya dan kehormatannya.
Ini bisa dilakukan apabila perjalanannya dilakukan di kawasan yang aman , serta tersedia sarana angkutan yang memadai , penginapan yang layak , makanan dan sarana penunjang lainnya.
Dalilnya :
(1) Riwayat tentang perjalanan haji janda janda dari Rasulullah saw setelah wafatnya tanpa disertai mahramnya.
وَقَالَ لِى أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَذِنَ عُمَرُ - رضى الله عنه - لأَزْوَاجِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - فِى آخِرِ حَجَّةٍ حَجَّهَا ، فَبَعَثَ مَعَهُنَّ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ وَعَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ عَوْفٍ
Bersumber dari Ibrahim dari ayahnya dari kakeknya bahwa Umar r.a mengidzinkan para istri (janda) Nabi saw (untuk melaksanakan) haji terakhir yang dilaksanakannya.
Maka Umar r.a mengutus Utsman r.a dan Abdurrahman r.a bersama mereka.
Shahih riwayat Al Bukhari Kitabu bab no 1860
PENJELASAN :
Hadits ini bersumber dari Ibrahim bin Sa’ad bin Ibrahim bin Abdurrahman bin Auf r.a , dari ayahnya dari kakeknya yaitu IBRAHIM PUTRA SHAHABAT ABDURRAHMAN BIN AUF R.A.
Para istri Nabi meminta idzin kepada Umar r.a untuk mengerjakan haji pada akhir pemerintahan Umar r.a sebelum dia terbunuh. Semua istri Nabi saw ikut menunaikan haji pada tahun tersebut kecuali Zainab r.a dan Saudah r.a.
Zainab r.a tidak ikut karena telah wafat.
Sedangkan Saudah tidak ikut karena sejak wafatnya Rasulullah saw dia tidak mau keluar dari rumahnya
Ummu Ma’bad Al Khuza’iyah mengatakan bahwa ketika dia masuk ke tenda rombongan istri Nabi saw , jumlahnya ada 8 orang
Riwayat ini dijadikan dalil tentang diperbolehkannya wanita mengerjakan haji tanpa mahram.
LIHAT : Kitab Fathul Baari , syarah terhadap Kitab Shahih Al Bukhari jilid 5 halaman 93 Kitabu Jazaaish Shaidi bab (26) Hajjatun Nisaa’ no 1826
(2) Hadits ‘Adi bin Hatim tentang adanya wanita yang bepergian seorang diri untuk melaksanakan thawaf di Baitullah
عَنْ عَدِىِّ بْنِ حَاتِمٍ قَالَ بَيْنَا أَنَا عِنْدَ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - إِذْ أَتَاهُ رَجُلٌ فَشَكَا إِلَيْهِ الْفَاقَةَ ، ثُمَّ أَتَاهُ آخَرُ ، فَشَكَا قَطْعَ السَّبِيلِ . فَقَالَ « يَا عَدِىُّ هَلْ رَأَيْتَ الْحِيرَةَ » . قُلْتُ لَمْ أَرَهَا وَقَدْ أُنْبِئْتُ عَنْهَا . قَالَ « فَإِنْ طَالَتْ بِكَ حَيَاةٌ لَتَرَيَنَّ الظَّعِينَةَ تَرْتَحِلُ مِنَ الْحِيرَةِ ، حَتَّى تَطُوفَ بِالْكَعْبَةِ ، لاَ تَخَافُ أَحَدًا إِلاَّ اللَّهَ
قوله الحيرة بالكسر بلد بالعراق
Bersumber dari ‘Ady bin Haatim dia berkata : Ketika kami bersama dengan Nabi saw, tiba tiba datang seorang laki laki kepada Nabi saw yang mengeluhkan tentang kemiskinan
Kemudian datang laki laki lain yang mengeluhkan tentang para perampok.
Maka Rasulullah saw bersabda : Wahai ‘Ady, apakah engkau pernah melihat Al Hiirah ?
Aku menjawab : Aku belum pernah melihatnya , tetapi aku pernah diberitahu tentangnya
Maka Rasulullah saw bersabda : Jika engkau berumur panjang maka engkau akan menyaksikan wanita berkendara (dengan aman) dari Al Hirah sehingga dia melakukan thawaf di Ka’bah. Dia tidak ada rasa takut sedikitpun kecuali kepada Allah
Shahih Al Bukhari Kitabul Manaqib bab 25 no 3595
PENJELASAN :
Al Hirah adalah sebuat tempat di Iraq.
Hadits ini menjelaskan bahwa : akan ada suatu zaman yang aman , di mana seorang wanita beprgian seorang diri ke Baitullah untuk thawaf , yang mana untuk mewujudkan hal itu , dia harus melakukan perjalanan jauh , dari Iraq ke Makkah yang pada masa itu bisa memakan waktu berminggu minggu lamanya dengan melewati padang pasir.
Dalam perkataannya tersebut , Rasulullah saw sama sekali tidak mencela atau menyalahkan wanita tersebut. Kisah yang disampaikan oleh Rasulullah tersebut belum terjadi pada saat Rasulullah saw mengucapkannya. Tetapi kejadian wanita yang melakukan perjalanan dari Iraq seorang diri hanya untuk melakukan thawaf di Baitullah PASTI AKAN TERJADI.
Karena perkataan Nabi saw dibimbing oleh wahyu dari Allah swt.
Seakan hal ini mengisyaratkan bahwa : Wanita boleh melakukan ziarah ke Baitullah Al Haram di Makkah seorang diri untuk melakukan thawaf.
DALAM HADITS INI DIISYARATKAN ADANYA PERJALANAN YANG AMAN. Karena kisah seorang wanita yang melakukan perjalanan jauh dari Iraq ke Makkah seorang diri , disampaikan oleh Rasulullah saw sebagai respon atas pengaduan seorang shahabat tentang keadaan tidak aman yang dialami para shahabat pada zaman awal keislaman.
Maka khusus untuk perjalanan haji atau umrah , wanita boleh pergi tanpa disertai mahramnya dengan syarat : perjalanannya aman.
Yang di maksud aman adalah aman dalam arti yang seluas luasnya.
Aman dari fitnah.
Aman dari perampokan.
Aman dari gangguan lainnya
Dsb.
KESIMPULAN :
1. Pendapat yang melarang wanita melakukan haji atau umrah tanpa disertai mahram atau suaminya adalah berdasarkan dalil dalil umum tentang larangan wanita melakukan perjalanan seorang diri tanpa mahram.
2. Pendapat yang membolehkan wanita melakukan perjalanan haji atau umrah tanpa disertai mahram adalah berdasarkan dalil khusus yang membolehkan wanita melakukan perjalanan haji atau umrah tanpa mahram atau suami , jika perjalanannya aman dari fitnah.
3. Pendapat yang membolehkan ini tidak dianggap melanggar larangan dari Rasulullah saw tentang wanita bepergian seorang diri tanpa mahram atau suami. Karena pendapat yang membolehkan berdasarkan dalil yang mengecualikannya , yaitu untuk berziarah ke Baitullah untuk haji atau umrah , dengan syarat perjalanannya aman dari fitnah
YANG SAYA PILIH :
Wanita boleh menunaikan haji atau umrah tanpa disertai mahramnya , jika ada jaminan aman dari fitnah , dan lebih dibolehkan lagi jika berangkatnya berombongan .
Wallahu A’lam.
Oleh Ustadz Mubarak Abdul Rahim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar