Sabtu, 05 Agustus 2017

HUKUM WANITA MENGANTARKAN JENAZAH SAMPAI DI KUBURAN

14.46
1. WANITA DILARANG IKUT MENGANTARKAN JANAZAH KE QUBUR :
Maksudnya adalah Ketika ada orang yang wafat , maka para wanita bergabung dengan pria , pergi bersama sama pergi mengantarkan janazah ke quburannya.
Hal ini dilarang oleh Rasulullah saw.
عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ - رضى الله عنها - قَالَتْ نُهِينَا عَنِ اتِّبَاعِ الْجَنَائِزِ ، وَلَمْ يُعْزَمْ عَلَيْنَا
Bersumber dari Ummu Athiyah r.a dia berkata ; Kami (para wanita) dilarang mengiringi janazah , namun hal itu tidak dikeraskan atas kami.
Hadits riwayat Al Bukhari Kitabu bab no 1278 (ini adalah lafadznya)
Muslim Kitabul Janaaiz bab 11 no 938


PENJELASAN :
Para wanita dilarang ikut mengantarkan janazah ke quburan. Sebagian ulama berpendapat bahwa hukumnya makruh, Hukum ini berlaku jika tidak ada perbuatan haram di dalamnya.
Jika ada perbuatan haram di dalamnya , maka hukumnya haram bagi wanita mengantarkan janazah. 
Misalnya melakukan niyahah ( meratap ) : menjerit jerit , menampar pipi , merobek baju dll. Juga diharamkan apabila keberadaan wanita tersebut menimbulkan fitnah , misalnya : membuka aurat , ikut berdesakan dengan laki laki di jalan maupun di quburan dsb.Wanita hanya dilarang mengantarkan janazah ke qubur , tetapi tidak dilarang berziarah qubur.
 Hendaknya wanita tidak ikut mengantarkan janazah , karena keburukan yang mungkin ditimbulkan , lebih besar dari manfaatnya. Kalaupun wanita mau berziarah qubur , maka dia dapat menunggu sampai proses penguburan janazah selesai. Setelah itu dia boleh berziarah qubur pada keesokan harinya atau pada waktu lainnya.

2. WANITA TIDAK DILARANG BERZIARAH QUBUR :
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « زُورُوا الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُكُمُ الآخِرَةَ
قال الشيخ الألباني : صحيح
تعليق شعيب الأرنؤوط : صحيح لغيره وهذا إسناد ضعيف لضعف علي بن زيد
Bersumber dari Abu Hurairah r.a dia berkata : Rasulullah saw bersabda : Ziarailah qubur , karena hal ini dapat mengingatkan kalian kepada hari akhirat 
Hadits shahih riwayat Ibnu Majah Kitabul Janazah bab 47 no 1569
Nasaai Kitabul Janaaiz bab 101 no 2034
Ahmad 1/145
Wallahu A’lam.
Oleh : Ustadz Mubarak Abdul rahim 

Senin, 31 Juli 2017

HADITS TENTANG ISTIGHFAR SEBAGAI PELAPANG DALAM KESEMPITAN

10.12
Hadits yang ditanyakan
قَالَ عَبْدُ اللَّهِ وَجَدْتُ فِى كِتَابِ أَبِى بِخَطِّ يَدِهِ حَدَّثَنَا مَهْدِىُّ بْنُ جَعْفَرٍ الرَّمْلِىُّ حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ - يَعْنِى ابْنَ مُسْلِمٍ - عَنِ الْحَكَمِ بْنِ مُصْعَبٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِىِّ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ أَكْثَرَ مِنَ الاِسْتِغْفَارِ جَعَلَ اللَّهُ لَهُ مِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجاً وَمِنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجاً وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ
قال الشيخ الألباني : ضعيف
تعليق شعيب الأرنؤوط : إسناده ضعيف
قال اكحاكم :  هذا حديث صحيح الإسناد ولم يخرجاه
Bersumber dari Abdullah bin Abbas r.a dia berkata :  Rasulullah saw bersabda : Barangsiapa yang membanyakkan istighfar maka Allah akan menjadikan lapang setiap kesempitannya , dan menjadikan  baginya jalan keluar dari setiap kesulitannya dan Allah akan memberikan rizqi kapadanya dari jalan yang tidak disangka sangka. Hadits riwayat Abu Dawud Kitabul Witri bab 26 no 1518
Ibnu Majah Kitabul Adab bab 57 no 3819
Ahmad 1/248 (ini adalah lafadznya)
Ath Thabrani dalam Mu’jam Al Ausath
Al Baihaqi dalam As Sunanul Kubra
Al Hakim dalam Al Mustadraknya

Semuanya bersumber dari Al Walid bin Muslim dari Al Hakam bin Mus’ab.

ABU HATIM berkata : Al Hakam adalah gurunya Al Walid bin Muslim. Saya tidak mengetahui seorangpun yang meriwayatkan hadits dari Al Hakam bin Mus’ab selain Al Walid bin Muslim.

IMAM ADZ DZAHABI berkata : Al Hakam bin Mus’ab adalah rawi yang majhul (tidak dikenal).

IMAM IBNU HIBBAN BERKATA : Al Hakam bin Mus’ab adalah rawi yang majhul (tidak dikenal) dan tidak boleh berdalil dengannya.

IMAM AL HAFIDZ IBNU HAJAR AL ‘ASQALANI BERKATA : Al Hakam bin Mus’ab adalah rawi yang majhul (tidak dikenal).

SYAIKH AL ALBANI menilainya sebagai hadits dha’if.

SYAIKH AL ARNAUTH menilainya sebagai

IMAM AL HAKIM menilainya shahih.

IMAM ADZ DZAHABI mengingkari pernyataan shahih dari imam Al Hakim ini.
Syaikh Al  Albani berkata : Imam Al Hakim lalai.

SYAIKH AHMAD MUHAMMAD SYAKIR BERKATA : sanadnya shahih. 
Beliau beralasan bahwa imam Al Bukhari menyebut nama Al Hakam bin Mus’ab ini dalam Kitab Al Kabir dan menyatakan bahwa Al Hakam ini mendengar hadits dari Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas  , dan Al Walid bin Muslim mendengar hadits dari Al Hakam. Maka pernyataan  Abu Hatim yang menyatakan tidak mengenalnya menjadi gugur , karena ada ulama lainnya yang  mengenalnya yaitu imam Al Bukhari.
LIHAT :
-  Kitab Silsilah Al Ahaadiitsa Adh Dha’iifah jilid 2 halaman 142 pada hadits no 705
- Kitab Al Mausuu’ah Al Hadiitsiyyah Musnad Al Imam Ahmad bin Hanbal jilid 4 halaman 104 no 2234


DARI SAYA :
Terlepas apakah hadits ini sanadnya shahih atau  dha’if , umat Islam tetap dianjurkan memperbanyak istighfar.
Didapati ayat Al Qur’an yang menjelaskan keutamaan istighfar :
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا
يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا
وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا
Maka aku katakan kepada mereka: "Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun,
Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat,
Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.
Al Qur’an surah Nuh ayat 10-12.

Oleh : Ustadz Mubarak Abdul Rahim

Sabtu, 15 Juli 2017

SUAMI TIDAK MEMBERI NAFKAH BATIN SELAMA 1 TAHUN ,APAKAH SUDAH DIKATAKAN CERAI

12.23
Ikatan suami istri tersebut masih ada , belum dianggap bercerai.
Suami yang tidak memberikan nafkah batin kepada istrinya , kemungkinan karena beberapa sebab :
1. Suami menderita sakit
    sehingga tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami
    Hal ini diartikan seluas luasnya : bisa sakit jiwa , phisik atau lainnya.
2. Suami berada di tempat jauh karena mencari nafkah.
3. Suami dipenjara.
4. Suami mengabaikan istrinya , mungkin karena disibukkan oleh perkara lainnya atau
    lebih tertarik kepada wanita lain.      
5. Suami sengaja menghukum istrinya (disebut dengan ILA’)
PEMBAHASAN :
UNTUK SEBAB NO 1, 2 DAN 3  :
jika istrinya ridha , maka tidak ada masalah. Tidak perlu dibahas lagi.
Selama istri ridha dengan perlakukan suami ini , maka mereka masih berada dalam ikatan suami istri.
Jika istrinya tidak ridha , maka dia bisa mengadukan masalahnya kepada Hakim.
Hakim akan menjatuhkan keputusan lewat khulu’ (talaq dengan tebusan) , atau fasakh (pembubaran perkawinan).
UNTUK SEBAB NO 4 :
Suami berdosa karena telah melakukan kedhaliman kepada istrinya. Dia diwajibkan segera bertaubat kepada Allah. Sekalipun demikian , talaq belum jatuh. Mereka masih sebagai suami istri. Belum ada perceraian.
Jika pendekatan kekeluargaan tidak membuahkan hasil , maka istri yang tidak ridha dengan perbuatan suaminya dapat mengadukannya kepada Hakim.
UNTUK SEBAB YANG NO 5  : 
Biasanya dipicu oleh perangai istri yang tidak disukai oleh suaminya. Ada aturan yang harus dijalani oleh suami :
لِلَّذِينَ يُؤْلُونَ مِنْ نِسَائِهِمْ تَرَبُّصُ أَرْبَعَةِ أَشْهُرٍ فَإِنْ فَاءُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
وَإِنْ عَزَمُوا الطَّلَاقَ فَإِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Kepada orang-orang yang meng-ilaa' isterinya diberi tangguh empat bulan (lamanya). Kemudian jika mereka kembali (kepada istrinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dan jika mereka berazam (bertetap hati untuk) talak, maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
 
Al Qur’an surah Al Baqarah ayat 226
 
PENJELASAN :
ILA’ artinya  sumpah untuk tidak menggauli istri.
Dalam ajaran Islam , suami yang meng-ila’ istrinya hanya boleh maksimal 4 bulan.
Setelah 4 bulan , suami wajib memutuskan : menggauli istrinya atau menceraikannya.
Dengan demikian istri memiliki status yang jelas, Jika masih sebagai suami istri , maka suami wajib menggaulinya.Jika suami tidak mau , maka dia wajib menceraikannya. Selama istri terkena ila’ , dia tidak berhaq mengajukan keberatan dan tidak berhaq mengajukan cerai kepada Hakim.
Jika sampai 4 bulan suami tidak mau menggaulinya dan tidak mau menceraikannya , maka istri dapat mengajukannya kepada Hakim. Hakim berhaq memaksa suami untuk menceraikannya . Jika suami tidak mau menceraikannya maka Hakim dapat membubarkan pernikahannya.

ILA’ KURANG DARI 4 BULANJika suami menggauli istrinya dalam masa ila’nya , padahal belum sampai 4 bulan , maka suami dianggap melanggar sumpahnya dan wajib membayar kafarah sumpah.
Memutus Ila’ kurang dari 4 bulan dipandang baik oleh kebanyakan ulama , berdasar kepada :
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ حَلَفَ عَلَى يَمِينٍ فَرَأَى غَيْرَهَا خَيْرًا مِنْهَا فَلْيَأْتِ الَّذِى هُوَ خَيْرٌ وَلْيُكَفِّرْ عَنْ يَمِينِهِ
Bersumber dari Abu Hurairah r.a dia berkata :  Barangsiapa yang bersumpah kemudian dia melihat sesuatu yang lain yang lebih baik dari sumpahnya , maka ambillah yang lebih baik dari sumpahnya tersebut dan hendaknya dia membayar kafarah sumpahnya. Hadits shahih riwayat Muslim Kitabul Aiman bab 3 no 1650
 
Nabi saw bersabda :
وَإِنِّى وَاللَّهِ إِنْ شَاءَ اللَّهُ لاَ أَحْلِفُ عَلَى يَمِينٍ ثُمَّ أَرَى خَيْرًا مِنْهَا إِلاَّ كَفَّرْتُ عَنْ يَمِينِى وَأَتَيْتُ الَّذِى هُوَ خَيْرٌ
Dan susungguhnya aku , Demi Allah ! Insya Allah : tidaklah aku bersumpah , kemudian aku melihat ada yang lebih baik dari sumpahku melainkan aku akan membayar kafarah sumpahku , lalu aku akan melakukan hal yang lebih baik dari sumpah tersebut. 
Hadits shahih riwayat Al Bukhari Kitabu Fardhil Khamsi  bab 15 no 3133
Muslim Kitabul Aiman bab 3 no 1649
(Bersumber dari shahabat Abu Musa Al Asy’ari r.a)


PENJELASAN :
Jika suami yang meng-ila’ istrinya  , kemudian dia menggaulinya sebelum 4 bulan maka hal ini adalah lebih baik daripada menunggunya sampai 4 bulan , karena mengurangi penderitaan istrinya .Suami yang melanggar Ila’ , wajib membayar kafarah sumpah yaitu :
لا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَكِنْ يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُمُ الأيْمَانَ فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ ذَلِكَ كَفَّارَةُ أَيْمَانِكُمْ إِذَا حَلَفْتُمْ وَاحْفَظُوا أَيْمَانَكُمْ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kafarat (melanggar) sumpah itu, ialah MEMBERI MAKAN SEPULUH ORANG MISKIN, YAITU DARI MAKANAN YANG BIASA KAMU BERIKAN KEPADA KELUARGAMU, ATAU MEMBERI PAKAIAN KEPADA MEREKA ATAU MEMERDEKAKAN SEORANG BUDAK. BARANG SIAPA TIDAK SANGGUP MELAKUKAN YANG DEMIKIAN, MAKA KAFARATNYA PUASA SELAMA TIGA HARI. Yang demikian itu adalah kafarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya).Al Qur’an surah Al Maidah ayat 89

PENJELASAN : 
Kafarah nadzar adalah sama dengan kafarah sumpah yang dilanggar.
Di dalam surah Al Maidah ayat 89 disebutkan bahwa , kafarah sumpah adalah :
1. Memberi makan kepada 10 orang miskin.
2. Atau memberi pakaian kepada 10 orang miskin
3. Atau memerdekakan seorang budak.
4. Atau berpuasa 3 hari.

Uraian :
1. TENTANG MAKANAN. 
Seseorang yang melanggar sumpahnya , wajib memberi makanan 10 orang miskin dengan makanan yang biasa diberikan kepada keluarganya. Tidak boleh lebih rendah kualitasnya. Kalau kualitas makanannya lebih baik dari yang diberikan kepada keluarga , maka tidak dilarang. Boleh juga kwalitasnya pertengahan sebagaimana yang disebutkan dalam ayat 89 surah Al Maidah. Maksudnya : kalau sebuah keluarga terkadang makan makanan mahal , juga terkadang makan makanan murah, maka boleh diambil rata rata diantara yang mahal dan yang murah. Imam Al Hasan Al Bashri dan Ibnu Sirin berkata bahwa makanan tersebut diberikan kepada 10 orang miskin untuk sekali makan, yaitu roti dan daging.

Umar r.a , Ali r.a, Aisyah r.a , Mujahid , Asy Sya’bi , Sa’id bin Jubair, Ibrahim An Nakha’I , Mak-hul dll berpendapat bahwa ukuran makanannya adalah : setiap orang miskin mendapat ½ sha’ (=2 mud = sekitar 1,2 kg) gandum atau korma

Imam Hanafi berpendapat : Setiap orang miskin mendapat ½ sha’ gandum atau 1 sha’ makanan lainnya.

Ibnu Abbas r.a berkata : setiap orang miskin mendapat 1 mud (=600 gram) makanan beserta lauk pauknya.

Imam Asy Syafi’i berpendapat bahwa setiap orang miskin mendapat 1 mud
(=600 gram) makanan tanpa lauk pauk.

Imam Ahmad bin Hanbal berkata : setiap orang miskin mendapat 1 mud gandum atau 2 mud dari jenis makanan lainnya.
 
Lihat : Tafsir Ibnu Katsir , surah Al Maidah ayat 89

YANG SAYA PILIH :

Hendaknya dia memberikan makan kepada 10 orang miskin ,sekali makan, dengan makanan sekurangnya pertengahan antara yang mahal dan yang murah dari yang biasa dia makan. Boleh lebih baik dari itu , tetapi tidak boleh dengan kwalitas kurang dari itu.
Wallahu A’lam.

2. TENTANG PAKAIAN
Jika tidak dapat memberi makanan , maka boleh diganti dengan memberi pakaian kepada 10 orang miskin seperti pakaian yang diberikan kepada keluarganya. Tidak boleh lebih rendah kualitasnya. Kalau kualitas pakaiannya lebih baik dari yang diberikan kepada keluarga , maka tidak dilarang.
Imam Asy Syafi’I berkata : 
Boleh memberikan apapun yang disebut dengan pakaian kepada masing masing dari 10 orang tersebut. Boleh berupa gamis , celana , sarung , sorban.

Imam Malik dan Ahmad bin Hanbal berkata : 
Wajib memberikan pakaian kepada masing masing dari 10 orang tersebut dengan pakaian yang sah untuk shalat , baik itu laki laki atau perempuan.

YANG SAYA PILIH :
Hendaknya dia memberikan pakaian kepada 10 orang miskin , sekurangnya setara dengan kwalitas pertengahan yang dia pakai antara yang mahal dan yang murah. Boleh lebih baik tapi tidak boleh kurang dari itu, pakaian tersebut harus dapat menutup aurat , dan dapat dipakai untuk mengerjakan shalat, baik itu untuk orang miskin laki laki maupun perempuan. Wallhu A’lam.

3. TENTANG MEMERDEKAKAN BUDAK.Jika tidak dapat memberikan makanan atau pakaian , maka boleh diganti dengan memerdekakan 1 orang budak.
Imam Hanafi berkata : yang dimerdekakan boleh budak mukmin, boleh juga budak kafir.
Imam Asy Syafi’I berkata : yang dimerdekakan harus budak yang mukmin.YANG SAYA PILIH :
Hendaknya dia memerdekakan seorang budak yang beriman.
Wallahu A’lam.

4. TENTANG PUASA 3 HARI
Jika tidak dapat memberikan makanan atau pakaian atau memerdekakan budak , maka boleh diganti dengan puasa 3 hari.
Imam Malik berpendapat :  tidak wajib berturut turut. Boleh berpuasa 3 hari dengan cara dicicil berselang hari. Yang demikian itu seperti qadha’ puasa Ramadhan.
Tetapi yang afdhal adalah berturut turut.
Imam Asy Syafi’I , berpendapat : wajib puasa 3 hari berturut turut.
Demikian pula pengikut imam Hanafi dan pengikut imam Ahmad bin Hanbal.

YANG SAYA PILIH :
Wajib berpuasa 3 hari berturut turut , karena didapati riwayat yang shahih , bahwa shahabat Ibnu Mas’ud r.a membaca ayat tersebut :
عَنِ الأَعْمَشِ أَنَّ ابْنَ مَسْعُودٍ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ كَانَ يَقْرَأُ فَصِيَامُ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ مُتَتَابِعَاتٍ
قال الشيخ الألباني : صحيح
Bersumber dari Al A’masy, sesungguhnya Ibnu Mas’ud r.a biasa membaca :
Hendaknya dia melakukan puasa 3 hari berturut turut
Riwayat Al Baihaqi dalam As Sunanul Kubra Kitabul Aiman bab 33 no 19793
Abdurrazzaq dalam kitab Mushannafnya Kitabul Aiman no 16102
Dinilai shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Irwaaul Ghaliil no 2578.
 
Selain itu didapati juga riwayat bahwa shahabat Ubay bin Ka’ab r.a juga membaca :
عن أبي بن كعب رضي الله عنه : أنه كان يقرأها { فمن لم يجد فصيام ثلاثة أيام } متتابعات
هذا حديث صحيح الإسناد و لم يخرجاه
تعليق الذهبي قي التلخيص : صحيح
Bersumber dari Ubay bin Ka’ab r.a , sesungguhnya dia biasa membaca : Barangsiapa tidak mendapatkannya , maka hendaknya dia berpuasa 3 hari berturut turut 
Riwayat Al Hakim dalam Al Mustadrak Kitabut Tafsiir no 3091
Imam Al hakim berkata : Riwayat ini adalah shahih
Imam Adz Dzahabi berkata : Riwayat ini shahih

Wallahu A’lam.
Oleh : Ustadz Mubarak Abdul Rahim

Rabu, 05 Juli 2017

HUKUM BERSEDEKAH DI RUMAH ZAKAT

13.15
Shadaqah yang diketahui orang lain tidak dilarang.
Bahkan shadaqah yang sengaja ditampakkan dengan tujuan untuk memotivasi orang lain juga tidak dilarang,Yang dilarang adalah : berkeinginan agar dirinya dipuji dengan sebab shadaqahnya tersebut. Hal ini berlaku buat yang shadaqahnya diketahui orang lain atau tidak. 
Maka yang lebih utama adalah menyembunyikan shadaqah agar tidak diketahui orang lain.
Allah swt berfirman :
إِنْ تُبْدُوا الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ وَإِنْ تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَيُكَفِّرُ عَنْكُمْ مِنْ سَيِّئَاتِكُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
JIKA KAMU MENAMPAKKAN SHADAQAH(MU), MAKA ITU ADALAH BAIK SEKALI. DAN JIKA KAMU MENYEMBUNYIKANNYA DAN KAMU BERIKAN KEPADA ORANG-ORANG FAKIR, MAKA MENYEMBUNYIKAN ITU LEBIH BAIK BAGIMU.
Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Al Qur’an surah Al Baqarah ayat 271

PENJELASAN :
Ayat ini menjelaskan bahwa shadaqah yang ditampakkan kepada orang lain diperbolehkan , yaitu bagi yang bermaksud untuk memberikan contoh perbuatan baik kepada orang lain agar mereka meniru perbuatannya, Hal Ini pernah terjadi pada zaman Nabi saw , dan Nabi saw membenarkannya , bahkan memujinya , bahkan menyampaikan bahwa orang yang seperti ini akan mendapatkan pahala sebanyak pahala orang yang mengikuti teladan yang diberikan olehnya.
عَنِ الْمُنْذِرِ بْنِ جَرِيرٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ كُنَّا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى صَدْرِ النَّهَارِ قَالَ فَجَاءَهُ قَوْمٌ حُفَاةٌ عُرَاةٌ مُجْتَابِى النِّمَارِ أَوِ الْعَبَاءِ مُتَقَلِّدِى السُّيُوفِ عَامَّتُهُمْ مِنْ مُضَرَ بَلْ كُلُّهُمْ مِنْ مُضَرَ فَتَمَعَّرَ وَجْهُ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لِمَا رَأَى بِهِمْ مِنَ الْفَاقَةِ فَدَخَلَ ثُمَّ خَرَجَ فَأَمَرَ بِلاَلاً فَأَذَّنَ وَأَقَامَ فَصَلَّى ثُمَّ خَطَبَ فَقَالَ « (يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِى خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ) إِلَى آخِرِ الآيَةِ (إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا ) وَالآيَةَ الَّتِى فِى الْحَشْرِ (اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ) تَصَدَّقَ رَجُلٌ مِنْ دِينَارِهِ مِنْ دِرْهَمِهِ مِنْ ثَوْبِهِ مِنْ صَاعِ بُرِّهِ مِنْ صَاعِ تَمْرِهِ - حَتَّى قَالَ - وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ ». قَالَ فَجَاءَ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ بِصُرَّةٍ كَادَتْ كَفُّهُ تَعْجِزُ عَنْهَا بَلْ قَدْ عَجَزَتْ - قَالَ - ثُمَّ تَتَابَعَ النَّاسُ حَتَّى رَأَيْتُ كَوْمَيْنِ مِنْ طَعَامٍ وَثِيَابٍ حَتَّى رَأَيْتُ وَجْهَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَتَهَلَّلُ كَأَنَّهُ مُذْهَبَةٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَىْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ
Bersumber dari AlMundzir bin Jarir dari ayahnya (yaitu Jarir r.a) dia berkata : Kami berada di sisi Rasulullah saw pada permulaan siang. Kemudian ada sekelompok orang yang datang kepada Rasulullah saw. Mereka tidak memakai sandal , tidak memakai baju kemeja dan hanya menutupi tubuhnya dengan kain yang bergaris atau membalut tubuhnya dengan kain yang terbuka pada tubuh bagian depannya sambil mengalungkan pedang. Kebanyakan dari mereka dari kabilah Mudhar , bahkan dikatakan semuanya dari kabilah Mudhar.
Tiba tiba wajah Rasulullah saw berubah karena melihat kondisi mereka yang nampak sangat miskin.
Kemudian Rasulullah saw masuk rumahnya lalu keluar lagi. 
Kemudian beliau saw memerintahkan kepada Bilal agar mengumandangkan adzan dan iqamat.
Kemudian beliau saw shalat , lalu berkhutbah :
Wahai sekalian manusia ! Takutlah kalian kepada Tuhan kalian yang menciptakan kalian dari diri yang satu ... Rasulullah saw membacanya sampai akhir ayat (surah An Nisa’ ayat : 1)
Sesungguhnya Alah mengawasi kalian semuanya.
Beliau saw juga membaca ayat yang terdapat pada surah Al Hasyr : Takutlah kalian kepada Allah dan hendaknya setiap diri memperhatikan apa yang telah dia kerjakan untuk persiapan hari esok (akhirat).
Dan takutlah kalian kepada Allah (surah Al Hasyr : ayat 18)
Hendaknya seseorang bershadaqah dengan dinarnya , dengan dirhamnya , dengan pakaiannya , dengan sekantong gandumnya , dengan sekantong kormanya.
Sampai akhirnya Rasulullah saw bersabda : (hendaknya kalian bershadaqah) walaupun dengan setengah buah korma.
Maka datanglah seorang laki laki dari kalangan anshar membawa kantong yang mana tangannya hampir tidak mampu mengangkatnya , dan memang dia tidak kuat untuk membawanya.
Kemudian beberapa orang mengikuti perbuatannya (untuk bershadaqah) , sehingga aku melihat ada 2 tumpukan makanan dan pakaian.
Maka aku melihat wajah Rasulullah saw berseri seakan akan seperti sesuatu yang disepuh dengan emas.
Lalu Rasulullah saw bersabda : BARANGSIAPA YANG MELAKUKAN SUATU CONTOH YANG BAIK DALAM ISLAM , MAKA DIA AKAN MENDAPAT PAHALA PERBUATANNYA TERSEBUT  DITAMBAH  PAHALA SEBANYAK PAHALA ORANG YANG MENGIKUTINYA , TANPA MENGURANGI PAHALA MEREKA SEDIKITPUN.

DAN BARANGSIAPA YANG MELAKUKAN SUATU CONTOH YANG BURUK DALAM ISLAM , MAKA DIA MENDAPAT DOSA YANG DILAKUKANNYA DAN  JUGA MENDAPA\AT DOSA SEBANYAK DOSA ORANG YANG MENGIKUTINYA , TANPA MENGURANGI DOSA MEREKA SEDIKITPUN

Hadits shahih riwayat Muslim Kitabuz Zakah bab 20 no 1017
YANG DILARANG : SHADAQAH KARENA RIYA’ (INGIN DIPUJI)
Larangan riya’ ini berlaku buat shadaqah yang terang terangan ataupun yang tersembunyi.

Allah swt berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَى كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا لَا يَقْدِرُونَ عَلَى شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), SEPERTI ORANG YANG MENAFKAHKAN HARTANYA KARENA RIYA’ kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan.
Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.

Al Qur’an surah Al Baqarah ayat 264
 
PENJELASAN :
Berdasarkan ayat ini maka : shadaqah yang tidak mendapatkan pahala adalah :
1. Shadaqah yang diiringi dengan mengungkit ungkit pemberiaannya.
2. Shadaqah yang diiringi dengan perilaku menyakiti hati si penerima
3. Shadaqah yang diiringi dengan riya’ (ingin mendapat pujian)
4. Shadaqah yang dilakukan oleh orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari akhir (orang kafir)

KESIMPULAN : 
Shadaqah boleh diberikan langsung kepada si penerima , boleh juga lewat lembaga semisal BAZIS  dll. Kalaupun harus ada bukti penerimaan sebagai syarat kelengkapan administrasi , maka hal ini tidak menjadi masalah. Hukumnya boleh , bahkan saya memandang baik.
Yang tidak dibenarkan adalah : adanya keinginan untuk dipuji orang.Jika khawatir tidak dapat menjaga hati , khawatir riya’ , maka boleh saja di kolom  nama pada kwitansi ditulis :  HAMBA ALLAH.

Wallahu A’lam.
Oleh : Ustadz Mubarak Abdul Rahim

Rabu, 29 Maret 2017

HADITS KEUTAMAAN PUASA RAJAB

14.37
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بن عَبْدِ الْعَزِيزِ ، حَدَّثَنَا مُعَلَّى بن مَهْدِيٍّ الْمَوْصِلِيُّ ، حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بن مَطَرٍ الشَّيْبَانِيُّ ، عَنْ عَبْدِ الْغَفُورِ يَعْنِي ابْنَ سَعِيدٍ ، عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ ، عَنْ أَبِيهِ ، قَالَ عُثْمَانُ : وَكَانَتْ لأَبِيهِ صُحْبَةٌ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : رَجَبٌ شَهْرٌ عَظِيمٌ ، يُضَاعِفُ اللَّهُ فِيهِ الْحَسَنَاتِ ، فَمَنْ صَامَ يَوْمًا مِنْ رَجَبٍ فَكَأَنَّمَا صَامَ سَنَةً ، وَمَنْ صَامَ مِنْهُ سَبْعَةَ أَيَّامٍ غُلِّقَتْ عَنْهُ سَبْعَةُ أَبْوَابِ جَهَنَّمَ ، وَمَنْ صَامَ مِنْهُ ثَمَانِيَةَ أَيَّامٍ فُتِحَتْ لَهُ ثَمَانِيَةُ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ ، وَمَنْ صَامَ مِنْهُ عَشَرَةَ أَيَّامٍ لَمْ يَسْأَلِ اللَّهَ شَيْئًا إِلا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ ، وَمَنْ صَامَ مِنْهُ خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْمًا نَادَى مُنَادٍ فِي السَّمَاءِ قَدْ غُفِرَ لَكَ مَا مَضَى فَاسْتَئْنِفِ الْعَمَلَ ، وَمَنْ زَادَ زَادَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ ، وَفِي رَجَبٍ حَمَلَ اللَّهُ نُوحًا فِي السَّفِينَةِ فَصَامَ رَجَبًا ، وَأَمَرَ مَنْ مَعَهُ أَنْ يَصُومُوا ، فَجَرَتْ بِهِمُ السَّفِينَةُ سِتَّةَ أَشْهُرٍ ، آخِرُ ذَلِكَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ أُهْبِطَ عَلَى الْجُودِيِّ فَصَامَ نُوحٌ وَمَنْ مَعَهُ وَالْوَحْشُ شُكْرًا لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ ، وَفِي يَوْمِ عَاشُورَاءَ أفْلَقَ اللَّهُ الْبَحْرَ لِبَنِي إِسْرَائِيلَ ، وَفِي يَوْمِ عَاشُورَاءَ تَابَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى آدَمَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى مَدِينَةِ يُونُسَ ، وَفِيهِ وُلِدَ إِبْرَاهِيمُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ .
Telah mengkhabarkan kepadaku Ali bin Abdul Aziz , telah mengkhabarkan kepadaku Mu’allaa bin Mahdi Al Maushili , telah mengkhabarkan kepadaku Utsman bin Mathar Asy Syaibani dari Abdul Ghafur ya’ni ibnu Sa’id dari Abdul Aziz dari ayahnya - Utsman berkata : ayahnya adalah seorang shahabat - dia berkata : Rasulullah saw bersabda : Rajab adalah bulan yang agung.
Allah melipat gandakan pahala kebaikan di dalam bulan ini.
Barangsiapa yang berpuasa sehari di dalam bulan Rajab maka dia seperti puasa 1 tahun penuh.
Barangsiapa yang berpuasa 7 hari di dalam bulan Rajab maka ditutup baginya 7 pintu jahannam.
Barangsiapa yang berpuasa 8 hari di dalam bulan Rajab maka dibuka baginya 8 pintu surga
Barangsiapa yang berpuasa 10 hari di dalam bulan Rajab maka tidaklah dia meminta sesuatu kepada Allah melainkan pasti Allah akan memberikanya.
Barangsiapa yang berpuasa 15 hari di dalam bulan Rajab  .... dst
Hadits riwayat Ath Thabrani dalam kitab Mu’jam Al Kabir jilid 6 halaman 69 dadits no 5538

Di dalam sanadnya ada rawi Utsman bin Mathar
Imam Ibnu Hibban berkata : Dia banyak meriwayatkan hadits hadits palsu .
Kemudian ada rawi lainnya bernama Abdul Ghafur (guru dari rawi Utsman bin Mathar)

Imam Ibnu Hibban berkata : Dia adalah salah satu dari tukang membuat hadits palsu yang kemudian disandarkan kepada orang orang yang tsiqah semisal kepada Ka’ab dan lainnya.
Tidak halal dituliskan dan dibacakan haditsnya kecuali untuk peringatan (kepada orang lain)

Imam Al Haitsami berkata : Dia adalah rawi yang matruk

Syaikh Al Albani berkata : ini adalah hadits MAUDHU’ (Palsu).
(Bukan sabda Rasulullah saw).

LIHAT : 
* Kitab Majma’uz Zawaid jilid 3 halaman 329 hadits no 5132
* Kitab Silsilah Al Ahaadiitsa Adh Dha’iifah Wal Maudhuu’ah jilid 11 halaman 691 hadits no 5413 

DARI SAYA :
Hadits ini bukan sabda Rasulullah saw. Maka tidak dibenarkan siapapun menyampaikannya kepada orang lain atas nama Rasulullah saw.
Jika tetap melakukannya demikian , maka sama saja dengan berdusta atas nama Rasulullah saw. Didapati banyak hadits shahih yang diriwayatkan oleh imam Al Bukhari , Muslim, dll , yang bersumber dari banyak shahabat : Ali r.a , Abu Hurairah r.a , Abdullah bin Zubair r.a , Al Mughirah bin Syu’bah dll dengan DERAJAT YANG MUTAWATIR  tentang ancaman berdusta atas nama Rasulullah saw , diantaranya :
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
Bersumber dari Abu Hurairah r.a dia berkata : Rasulullah saw bersabda : Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja maka hendaknya dia mempersiapkan tempat duduknya di neraka
Hadits shahih riwayat Muslim dalam Muqaddimah Kitab Shahihnya bab 2 no 3

PERINTAH AGAR MENELITI BERITA YANG DI DENGAR SEBELUM DISEBARKAN :
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ - رضى الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ
Bersumber dari  Abu Hurairah r.a  dia berkata : Rasulullahs aw bersabda : Cukuplah seseorang dikatakan berdusta bila menceritakan segala hal yang ia dengar.” 
Hadits shahih riwayat Muslim dalam Muqaddimah Kitab shahih nya bab (3) Larangan Menyampaikan Semua yang Didengarkan hadits no 5

IMAM  NAWAWI  berkata :
وَأَمَّا مَعْنَى الْحَدِيث وَالْآثَار الَّتِي فِي الْبَاب فَفِيهَا الزَّجْر عَنْ التَّحْدِيث بِكُلِّ مَا سَمِعَ الْإِنْسَان فَإِنَّهُ يَسْمَع فِي الْعَادَة الصِّدْق وَالْكَذِب ، فَإِذَا حَدَّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ فَقَدْ كَذَبَ لِإِخْبَارِهِ بِمَا لَمْ يَكُنْ
Adapun makna hadits ini dan makna atsar-atsar yang semisalnya adalah :  peringatan dari menyampaikan setiap berita yang didengarkan oleh seseorang, karena mungkin saja dia mendengar kabar yang benar dan yang dusta, maka jika ia menyampaikan setiap yang ia dengar, berarti ia telah berdusta karena menyampaikan sesuatu yang tidak terjadi.
Maksudnya :  jika seseorang tidak memastikan kebenaran suatu berita yang ia dengar (kemudian dia sebarkan), mungkin saja berita yang ia dengar benar dan bisa dusta, 
Oleh karena itu ,  jika ia menyampaikan semua yang ia dengar, ia tidak akan lolos dari kedustaan.
RINGKASNYA : orang yang tidak memastikan kebenaran berita yang ia dengar kemudian dia menyebarkan semuanya maka dia dapat dihukumi sebagai pendusta.

DARI SAYA :
KOREKSI INI ADALAH PEMBELAJARAN , UNTUK MEMPERBAIKI  KESALAHAN MASA LALU.

MAKA TIDAK APA APA JIKA DI MASA LALU KITA MELAKUKAN KESALAHAN.

SETELAH ILMU DIDAPATKAN ,  HENDAKNYA KITA MEMPERBAIKI DIRI UNTUK SENANTIASA LEBIH BAIK DARI SEBELUMNYA.

JANGAN MUDAH MENYEBARKAN SESUATU KITA SENDIRI BELUM MEMASTIKAN KEBENARANNYA

WALLAHU A’LAM.
Oleh : Ustadz Mubarak Abdul Rahim

Sabtu, 25 Maret 2017

DOSA ISTRI YANG MENAMBAHKAN NAMA SUAMI

10.54
Artikel yang dimuad oleh jama'ah kami :

BEGINI DOSA ISTRI YANG MENAMBAHKAN NAMA SUAMI
Setelah menikah biasanya akan banyak perubahan yang terjadi. Mulai dari ungkapan sayang yang bertambah setiap hari, panggilan berubah menjadi papi mami, bahkan nama istri berubah karena di belakangnya disematkan nama suami.
Pada budaya barat hal ini sering dilakukan dan dianggap biasa. Penggunaan nama suami di belakang nama istri dilakukan agar seorang wanita mudah diketahu siapa suaminya, serta menjadi bentuk ungkapan kasih sayang. Namun hal ini TIDAK dengan ISLAM
Seorang wanita dilarang keras menyematkan nama suami di belakang namanya. Hukuman yang akan diterima adalah saat hari kiamat kelak. Dimana Allah SWT, malaikat beserta segenap manusia akan melaknat wanita yang menisbatkan nama suaminya tersebut. Seperti apa? Berikut ulasannya.
Tindakan menisbatkan nama suami dibelakang nama istri memang terkesan sepele. Bagaimana tidak, saat ini begitu banyak orang-orang yang menggunakan nama suaminya dibelakang namanya. Tidak hanya pada pergaulan sehari-hari, tindakan ini juga dilakukan di sosial media sebagai penamaan akun sosial media seorang wanita, Misalkan Sri Widya menikah dengan Iskandar, maka Ia mengganti namanaya dengan Sri Widya Iskandar. Atau Rahma menikah dengan Teguh, maka namanya menjadi Rahma Teguh.
Umat Islam seharusnya tidak mengikuti tren ini. Mengingat hal ini ternyata sudah ada aturannya. Melanggarnya tentu saja akan mendapat dosa. Memang akibatnya tidak akan dirasakan sekarang saat hidup di dunia, namun nanti saat berada di akhirat.
Hadist mengenai perihal penamaan ini sangat shahih. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barang siapa yang mengaku sebagai anak kepada selain bapaknya atau menisbatkan dirinya kepada yang bukan walinya, maka baginya laknat Allah, malaikat, dan segenap manusia. Pada hari Kiamat nanti, Allah tidak akan menerima darinya ibadah yang wajib maupun yang sunnah,”

(HR. Muslim dlm al-Hajj (3327) dan Tirmidzi).
Juga dalam hadist lainnya dijelaskan jika wanita yang menggunakan nama tambahan selain ayah maka Allah akan mengharamkan surga.
"Barang siapa bernasab kepada selain ayahnya dan ia mengetahui bahwa ia bukan ayahnya, maka surga haram baginya.”

(HR Bukhori dalam al-Maghozi bab : Ghozwatuth Tho`if (3982)

Lihatlah bagaimana Allah SWT begitu marah ketika tindakan itu dilakukan. Tidak kah kita takut akan ancaman Allah tersebut? Hukum penamaan dalam ajaran Islam sangatlah penting. Baik pria atau wanita, hanya boleh menambahkan nama ayahnya di belakang namanya. Tidak ada yang lebih berhak kecuali Ayah.

Walaupun suami sendiri, tetap tidak boleh ditambahkan dibelakang nama istri. Karena dalam Islam, nama lelaki di belakang nama seseorang berarti keturunan atau anak dari lelaki tersebut. Hal ini merupakan bentuk penghormatan terhadap seorang ayah.

"Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan memakai nama bapak-bapak mereka, itulah yang lebih adil di sisi Allah"
(QS al-Ahzab: 5)

Allah SWT sudah mengabarkan ancaman yang akan diterima wanita jika menisbatkan nama suaminya, atau selain nama ayah. Maka dari itu tidak boleh seorang wanita menisbatkan dirinya kepada suaminya sebagaimana adat yang berlaku pada kaum kuffar dan yang menyerupai mereka dari kaum muslimin. 


Subhanallah.
JAWAB
Saya tidak setuju dengan pengambilan hukum sebagaimana yang disebutkan dalam artikel di atas 

Supaya jelas , saya mengutip ulang dali dalil yang dijadikan rujukan tersebut :

1. ) FIRMAN ALLAH SWT :
مَا جَعَلَ اللَّهُ لِرَجُلٍ مِنْ قَلْبَيْنِ فِي جَوْفِهِ وَمَا جَعَلَ أَزْوَاجَكُمُ اللائِي تُظَاهِرُونَ مِنْهُنَّ أُمَّهَاتِكُمْ وَمَا جَعَلَ أَدْعِيَاءَكُمْ أَبْنَاءَكُمْ ذَلِكُمْ قَوْلُكُمْ بِأَفْوَاهِكُمْ وَاللَّهُ يَقُولُ الْحَقَّ وَهُوَ يَهْدِي السَّبِيلَ
ادْعُوهُمْ لآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ فَإِنْ لَمْ تَعْلَمُوا آبَاءَهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَمَوَالِيكُمْ وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُمْ بِهِ وَلَكِنْ مَا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya.
Dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu sebagai ibumu
Dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). 
Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. 
Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar).
Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka
Itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Al Qur’an surah Al Ahzab ayat 4-5

2. ) HADITS KE 1
عَنْ عَاصِمٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا عُثْمَانَ قَالَ سَمِعْتُ سَعْدًا - وَهْوَ أَوَّلُ مَنْ رَمَى بِسَهْمٍ فِى سَبِيلِ اللَّهِ - وَأَبَا بَكْرَةَ - وَكَانَ تَسَوَّرَ حِصْنَ الطَّائِفِ فِى أُنَاسٍ - فَجَاءَ إِلَى النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - فَقَالاَ سَمِعْنَا النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - يَقُولُ « مَنِ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيهِ وَهْوَ يَعْلَمُ فَالْجَنَّةُ عَلَيْهِ حَرَامٌ
Bersumber dari Sa’ad dan Abu Bakrah r.a , keduanya berkata : kami mendengar Nabi saw bersabda : Barangsiapa yang menyandarkan dirinya (bernasab) kepada selain ayahnya sedangkan dia mengetahuinya maka surga diharamkan atasnya.
Hadits shahih riwayat Al Bukhari Kitabul Maghaazi bab 56 no 4326
Muslim Kitabul Iman bab 27 no 63

3.)  HADITS KE 2
Bersumber dari Ali bin Abi Thalib r.a , Rasulullah saw bersabda :
وَمَنِ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيهِ أَوِ انْتَمَى إِلَى غَيْرِ مَوَالِيهِ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلاَئِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ لاَ يَقْبَلُ اللَّهُ مِنْهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ صَرْفًا وَلاَ عَدْلاً
Barangsiapa  yang menyandarkan dirinya (bernasab) kepada selain ayahnya atau mengakui orang lain yang bukan tuannya sebagai tuannya maka baginya la’nat Allah dan para malaikatnya serta manusia semuanya. Allah tidak akan menerima amal ibadah wajib maupun sunnahnya.
Hadits shahih riwayat Muslim Kitabul Haj bab 85 no 1370

PENJELASAN :
1. Ayat itu turun untuk menjelaskan kedudukan shahabat Zaid bin Haritsah r.a , mantan budak Nabi saw. Sebelum Nabi Muhammad saw diangkat sebagai utusan Allah , beliau saw mengangkat Zaid bin Haritsah r.a sebagai anak angkatnya sehingga Zaid dikenal dengan nama Zaid bin Muhammad (Zaid putra Muhammad). Maka Allah menurunkan ayat ini .
Ayat ini berisi perintah dari Allah untuk menghapuskan perkara yang diperbolehkan pada awal Islam , yaitu pengakuan anak kepada selain anak kandung (anak angkat). Maka Allah memerintahkan agar anak angkat dinisbatkan kepada ayah mereka yang sebenarnya
Maka setelah itu dia dipanggil dengan nama Zaid bin Haritsah
LIHAT : Kitab Tafsir Ibnu Katsir jilid 3 halaman 433 surah Al Ahzab ayat 4-5

2.   HADITS KE 1 DAN HADITS KE 2  : Maknanya hampir sama : Mencela seseorang yang bernasab kepada orang lain  (mengaku keturunan orang lain).

DARI SAYA :
Yang dilarang dalam Islam adalah menyandarkan nasab kepada selain orang tua kandung , yaitu semisal: Zaid bin Muhammad (yang artinya Zaid putra Muhammad) , padahal Zaid adalah anak angkat Muhammad.
Pelarangan ini bermaksud untuk memperjelas status anak tersebut. Sebab penyandaran nama berdasarkan nasab (keturunan) berdampak kepada hukum yang dibangun di atasnya.

Contoh :
FATHIMAH BINTI MUHAMMAD ( FATHIMAH PUTRI MUHAMMAD) :
Pengakuan ini akan berdampak kepada hukum yang dibangun diatasnya :
1. Fathimah bermahram kepada Muhammad , sehingga boleh membuka kerudungnya di depan Muhammad 
2. Fathimah boleh berkhalwat (berduaan) dengan Muhammad  
3. Fathimah boleh bepergian bersama dengan Muhammad  , 
4. Fathimah boleh berwali kepada Muhammad  
5. Fathimah mendapatkan haq waris dari Muhammad.

Keadaan ini yang tidak diperblehkan dalam hukum Islam , kecuali kepada ayah kandung.
Maka memanggil anak angkat dengan sebutan Zaid bin Muhammad hukumnya diharamkan, sebagaimana dalam hadits berikut :
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ - رضى الله عنهما - أَنَّ زَيْدَ بْنَ حَارِثَةَ مَوْلَى رَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - مَا كُنَّا نَدْعُوهُ إِلاَّ زَيْدَ ابْنَ مُحَمَّدٍ حَتَّى نَزَلَ الْقُرْآنُ ( ادْعُوهُمْ لآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ

Bersumber dari Abdullah bin Umar r.a , bahwasanya Zaid bin Haritsah r.a mantan budak Nabi saw yang sudah dimerdekakan , tidaklah kami memanggilnya , kecuali dengan sebutan ZAID BIN MUHAMMAD ,sehingga turunlah firman Allah swt :  “Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka”
Hadits shahih riwayat Al Bukhari Kitabut Tafsiir no 4782

ADAPUN MEMANGGIL SESEORANG DENGAN SEBUTAN  “ANAKKU”  DENGAN TIDAK BERMAKSUD MENGANGGAPNYA SEBAGAI ANAK BENAR BENAR , MAKA HUKUMNYA DIPERBOLEHKAN. HAL INI BIASA DILAKUKAN OLEH RASULULLAH SAW DAN PARA SHAHABATNYA.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ لِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « يَا بُنَىَّ
Bersumber dari Anas bin Malik r.a dia berkata : Rasulullah saw memanggilku “WAHAI ANAKKU”
Hadits shahih riwayat Muslim Kitabul Adab bab 6 no 2151

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَدَّمَنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لَيْلَةَ الْمُزْدَلِفَةِ أُغَيْلِمَةَ بَنِى عَبْدِ الْمُطَّلِبِ عَلَى حُمُرَاتٍ فَجَعَلَ يَلْطَحُ أَفْخَاذَنَا وَيَقُولُ « أُبَيْنِىَّ لاَ تَرْمُوا الْجَمْرَةَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ
قال الشيخ الألباني : صحيح
تعليق شعيب الأرنؤوط : صحيح وهذا سند رجاله ثقات رجال الشيخين إلا أنه منقطع
Bersumber dari Ibnu Abbas r.a dia berkata : Rasulullah saw mendahulukan kami anak anak kecil Bani Abdul Muthalib untuk mengendarai keledai pada malam Muzdalifah. Lalu beliau saw menepuk paha kami lalu bersabda : Wahai anak anakku , janganlah kalian melempar jumrah sehingga matahari naik 
Hadits riwayat Abu Dawud Kitabul Manasik bab 66 no 1940
Ibnu Majah KItabul Manasik  bab 62 no 3025
Ahmad 1/234

DARI SAYA :
Jika dalam adat atau kebiasaan , seorang suami memanggil istrinya dengan sebutan “DIK” ,kepanjangan dari adik , maka hal ini tidak serta merta menjadikan istrinya sebagai adik. Karena panggilan “ADIK” kepada istrinya adalah kebiasaan yang berlaku sebagai panggilan kasih sayang , sebagai mana Rasulullah saw memanggil shahabat Anas dengan sebutan ‘WAHAI ANAKKU”.
Demikian juga panggilan istri kepada suaminya “ MAS ATAU AYAH ”, dan panggilan suami kepada istrinya dengan sebutan ‘IBU” tidak dilarang dalam Islam.
Yang dilarang adalah : memanggil istri “IBU” dengan niat menganggapnya sebagai ibu betul betul. Maka panggilan kepada seorang wanita dengan sebutan nama suaminya di belakangnya tidak dilarang dalam hukum Islam.

TIDAK ADA DALIL YANG MELARANGNYA DALAM ISLAM.
Dalil dalil yang dipasang dalam postingan tersebut adalah dalil tentang pelarangan pengakuan anak kepada selain anak kandung. Dan pengakuan ayah kepada selain ayah kandung. Sedangkan panggilan “anakku’ kepada selain anak kandung dengan maksud sebagai panggilan kasih sayang , hal ini 100 % dihalalkan , karena telah dicontohkan oleh Rasulullah saw.

KESIMPULAN :
Menambah nama seorang istri dengan nama suami di belakangnya , tidak dilarang.

Walllahu A’lam.

TAMBAHAN :
1. Jika seseorang dipanggil dengan sebutan : BU RUDI , maka tidak serta merta dia menjadi ibunya Rudi.
2. Jika seorang laki laki bernama UMAR memberi nama kepada anaknya : MUHAMMAD IQBAL SANUSI , sama sekali hal ini tidak dilarang. Karena dia tidak bermaksud menasabkan anaknya kepada IQBAL SANUSI. Nama yang diberikan kepada anaknya hanya nama , bukan menasabkan kepada orang lain.
Yang dilarang adalah : dia memanggilnya dengan sebutan : MUHAMMAD bin IQBAL SANUSI (yang artinya : Muhammad putra Iqbal sanusi)

Wallahu A’lam.
Oleh: Ustadz Mubarak Abdul Rahim

Jumat, 24 Maret 2017

SHALAWAT PAKAI SAYYIDINA

14.20
Dalam realita, umat Islam berbeda amalan tentang redaksi bacaan shalawat di dalam shalat. Ada yang menggunakan redaksi sayyidina ketika menyebut nama Muhammad dan Ibrahim, Ada yang tidak menggunakan sayyidina.

PEMBAHASAN

1. YANG MENGGUNAKAN REDAKSI SAYYIDINA KETIKA MENYEBUT NAMA MUHAMMAD DAN IBRAHIM DALAM SHALAT.
Alasannya :
Sebagai bentuk penghormatan kepada manusia pilihan di sisi Allah, Betapa tidak, Nabi Muhammad  saw dan Nabi Ibrahim a.s adalah utusan Allah, yang kedudukannya sangat agung di sisi Allah swt , melebihi manusia lainnya.
Maka tidak layak menyebut nama mereka dengan sebutan yang sama dengan manusia lainnya. Menyebut nama Nabi Muhammad saw dan Nabi Ibrahim a.s tanpa sayyidina terasa kurang sopan dan kurang menghargai kedudukan kedua orang Nabi besar tersebut.
Allah swt sering memanggil Nabi saw dengan julukan yang terhormat , misalnya wahai Rasul , wahai Nabi  dsb. 
يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ لا يَحْزُنْكَ الَّذِينَ يُسَارِعُونَ فِي الْكُفْرِ مِنَ الَّذِينَ قَالُوا آمَنَّا بِأَفْوَاهِهِمْ وَلَمْ تُؤْمِنْ قُلُوبُهُمْ
WAHAI RASUL, janganlah hendaknya kamu disedihkan oleh orang-orang yang bersegera (memperlihatkan) kekafirannya, yaitu di antara orang-orang yang mengatakan dengan mulut mereka: "Kami telah beriman", padahal hati mereka belum beriman
Al Qur’an surah Al Maidah ayat 41

يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنزلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ
WAHAI RASUL, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu.
Al Qur’an surah Al Maidah ayat 67

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكَ تَبْتَغِي مَرْضَاةَ أَزْوَاجِكَ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
WAHAI NABI, mengapa kamu mengharamkan apa yang telah Allah halalkan bagimu. Karena kamu mencari ridha (kesenangan) hati istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Al Qur’an surah At Tahrim ayat 1

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ حَسْبُكَ اللَّهُ وَمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ حَرِّضِ الْمُؤْمِنِينَ عَلَى الْقِتَالِ إِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ عِشْرُونَ صَابِرُونَ يَغْلِبُوا مِائَتَيْنِ وَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ مِئَةٌ يَغْلِبُوا أَلْفًا مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَفْقَهُونَ
WAHAI NABI, cukuplah Allah (menjadi Pelindung) bagimu dan bagi orang-orang mukmin yang mengikutimu.
WAHAI NABI, kobarkanlah semangat para mukmin itu untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang (yang sabar) di antaramu, mereka dapat mengalahkan seribu daripada orang-orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti.
Al Qur’an surah Al Anfal ayat 64-65

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِمَنْ فِي أَيْدِيكُمْ مِنَ الأسْرَى إِنْ يَعْلَمِ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمْ خَيْرًا يُؤْتِكُمْ خَيْرًا مِمَّا أُخِذَ مِنْكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
WAHAI NABI, katakanlah kepada tawanan-tawanan yang ada di tanganmu: "Jika Allah mengetahui ada kebaikan dalam hatimu, niscaya Dia akan memberikan kepadamu yang lebih baik dari apa yang telah diambil daripadamu dan Dia akan mengampuni kamu". Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
Al Qur’an surah Al Anfal ayat 70

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ
WAHAI NABI, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah neraka Jahanam. Dan itulah tempat kembali yang seburuk-buruknya.
Al Qur’an surah At Taubah  ayat 73

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لأزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ
WAHAI NABI katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.
Al Qur’an surah Al Ahzab ayat 59

PENJELASAN :
Berdasarkan kepada banyaknya ayat Al Qur’an tentang panggilan dari Allah kepada Rasulullah saw tidak dengan menggunakan namanya secara langsung , maka kelompok ini berpendapat bahwa : tidak selayaknya qaum Muslimin memanggil Nabinya dengan meyebut namanya secara langsung : MUHAMMAD.
Hendaknya dia memanggilnya dengan sebutan SAYYIDINA (TUANKU)

2. YANG TIDAK MEMAKAI SAYYIDINA KETIKA MENYEBUT NAMA MUHAMMAD DAN IBRAHIM DALAM SHALAT.
Artinya  : ketika membaca shalawat di dalam shalat , hendaknya membacanya dengan redaksi tanpa sayyidina . Yaitu langsung menyebut Rasulullah saw dengan namanya : MUHAMMAD
Alasannya :
Cara seperti ini adalah perintah langsung dari Rasulullah saw.
SEHINGGA ORANG YANG MENGUCAPKAN SHALAWAT DI DALAM SHALAT TANPA REDAKSI SAYYIDINA , ADALAH QAUM MUSLIMIN YANG TAAT KEPADA RASULULLAH SAW. 
Kelompok ini mengesampingkan aqalnya karena taat dan tunduk kepada perintah Rasulullah saw. 
Mengucapkan shalawat di dalam shalat tanpa sayyidina  , bukanlah kelompok  yang tidak menghormati Rasulullah saw . Bahkan inilah kelompok yang menghormati Rasulullah saw , karena sangat taat dan tunduk dengan apa yang diperintahkan oleh Rasulullah saw.
Didapati banyak hadits yang bersumber dari banyak shahabat dengan berbagai  sanad yang keseluruhannya derajatnya adalah shahih , bahwa Rasulullah saw mengajarkan kepada ummatnya agar menyebut namanya secara langsung (MUHAMMAD) , ketika membaca shalawat di dalam shalatnya.

(1) Bersumber dari Basyiir bin Sa’ad r.a
عَنْ أَبِى مَسْعُودٍ الأَنْصَارِىِّ قَالَ أَتَانَا رَسُولُ اللَّهِ
 –صلى الله عليه وسلم- وَنَحْنُ فِى مَجْلِسِ سَعْدِ بْنِ عُبَادَةَ فَقَالَ لَهُ بَشِيرُ بْنُ سَعْدٍ أَمَرَنَا اللَّهُ تَعَالَى أَنْ نُصَلِّىَ عَلَيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَكَيْفَ نُصَلِّى عَلَيْكَ قَالَ فَسَكَتَ رَسُولُ اللَّهِ –صلى الله عليه وسلم- حَتَّى تَمَنَّيْنَا أَنَّهُ لَمْ يَسْأَلْهُ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ –صلى الله عليه وسلم- قُولُوا :

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ فِى الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ. وَالسَّلاَمُ كَمَا قَدْ عَلِمْتُمْ 
Bersumber dari Abu Mas’ud al-Anshari r.a, dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendatangi kami sedangkan kami berada dalam majlis Sa’d bin Ubadah, maka 
Basyir bin Sa’ad r.a berkata kepadanya : ( Ya Rasulullah ) Allah memerintahkan kami untuk mengucapkan shalawat atasmu , lalu bagaimana cara bershalawat atasmu? ‘
Perawi berkata, “Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diam hingga kami berangan-angan alangkah baiknya jika dia tadi tidak menanyakannya kepada beliau saw. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “ Ucapkanlah :
ALLAHUMMA SHALLI ‘ALAA MUHAMMAD WA’ALAA AALI MUHAMMAD, 
KAMAA SHALLAITA ‘ALAA AALI IBRAHIIM  
WABAARIK ‘ALAA MUHAMMAD WA’ALAA AALI MUHAMMAD 
KAMAA BAARAKTA ‘ALAA AALI IBRAHIIM 
FIL’AALAMIINA INNAKA HAMIIDUM MAJIID 
( Ya Allah , limpahkanlah kesejahteraan kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau limpahkan kesejahteraan kepada keluarga Ibrahim.
Dan limpahkanlah keberkahan kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau limpahkan keberkahan kepada keluarga Ibrahim
Di alam semesta , sesungguhnya Engkau adalah Dzat Yang Maha  Terpuji lagi Maha Mulia )
Kemudian ucapkan salam sebagaimana yang telah kamu ketahui.”
Hadits shahih riwayat Muslim Kitabush Shalah bab(17) membaca shalawat Nabi saw setelah tasyahhud no 405.

(2). Bersumber dari Ka’ab bin ‘Ujrah r.a
عن كَعْب بْن عُجْرَةَ فَقَالَ أَلاَ أُهْدِى لَكَ هَدِيَّةً سَمِعْتُهَا مِنَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَقُلْتُ بَلَى ، فَأَهْدِهَا لِى . فَقَالَ سَأَلْنَا رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ الصَّلاَةُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الْبَيْتِ فَإِنَّ اللَّهَ قَدْ عَلَّمَنَا كَيْفَ نُسَلِّمُ . قَالَ « قُولُوا
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ ، اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ 
Bersumber dari Ka’ab bin ‘Ujrah r.a dia berkata :
Maukah engkau jika aku berikan kepadamu sesuatu pemberian ( hadits ) yang mana aku mendengarnya dari Nabi saw ?
Aku menjawab : Iya aku mau. Berikanlah kepadaku hadits tersebut.
Ka’ab bin ‘Ujrah berkata : Kami pernah bertanya kepada Rasulullah saw :
Ya Rasulullah , bagaimanakah caranya kami bershalawat kepada engkau ahlul bait
Karena sesungguhnya Allah telah mengajarkan kepada kami bagaimana kami mengucapkan salam (kepada engkau)
Beliau saw bersabda : Ucapkanlah oleh kalian :
ALLAHUMMA SHALLI ‘ALAA MUHAMMADIN WA ‘ALAA  AALI MUHAMMAD. 
KAMAA SHALLAITA ‘ALAA IBRAAHIIMA WA ‘ALAA  AALI IBRAAHIIM 
INNAKA HAMIIDUN MAJIID
ALLAHUMMA BAARIK ‘ALAA MUHAMMAD WA’ALAA  AALI  MUHAMMAD.
KAMAA BAARAKTA ‘ALAA IBRAAHIIMA WA ‘ALAA  AALI  IBRAAHIIM.
INNAKA HAMIIDUN MAJIID
( Ya Allah , limpahkanlah kesejahteraan kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau limpahkan kesejahteraan kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim.
Ya Allah, limpahkanlah keberkahan kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau limpahkan keberkahan kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim
Sesungguhnya Engkau adalah Dzat Yang Maha  Terpuji lagi Maha Mulia )
Hadits shahih riwayat Al Bukhari Kitabu Ahaaditsil Anbiyaa’ bab 10 no 3370
Muslim Kitabush Shalah bab 17 no 406

3. Bersumber dari Abu Humaid As Saa’idiy r.a
عَنْ عَمْرِو بْنِ سُلَيْمٍ أَخْبَرَنِى أَبُو حُمَيْدٍ السَّاعِدِىُّ أَنَّهُمْ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ نُصَلِّى عَلَيْكَ قَالَ قُولُوا
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ 
Bersumber dari ‘Amru bin Sulaim dia berkata : telah mengkhabarkan kepadaku Abu Humaid r.a , sesungguhnya mereka (para shahabat berkata) : Wahai Rasulullah , bagaimanakah cara kami mengucapkan shalawat atas engkau ?
Beliau saw menjawab : Ucapkanlah :
ALLAHUMMA SHALLI ‘ALAA MUHAMMADIN WA ‘ALAA AZWAAJIHI WADZURRIYYATIHI KAMAA SHALLAITA ‘ALAA AALI IBRAAHIIM.
WA BAARIK ‘ALAA MUHAMMADIN WA ‘ALAA AZWAAJIHI WADZURRIYYATIHI KAMAA BAARAKTA ‘ALAA  AALI IBRAAHIIM. 
INNAKA HAMIIDUN MAJIID
( Ya Allah , limpahkanlah kesejahteraan kepada Muhammad dan kepada para istrinya serta keturunannya sebagaimana Engkau limpahkan kesejahteraan kepada keluarga Ibrahim.
Dan limpahkanlah keberkahan kepada Muhammad dan kepada para istrinya serta keturunannya , sebagaimana Engkau limpahkan keberkahan kepada keluarga Ibrahim
Sesungguhnya Engkau adalah Dzat Yang Maha  Terpuji lagi Maha Mulia )
Hadits shahih riwayat Muslim Kitabush Shalah bab 17 no 407

(4). Bersumber dari Abu Sa’id Al  Khudri r.a
عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ قَالَ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا السَّلاَمُ عَلَيْكَ ، فَكَيْفَ نُصَلِّى قَالَ « قُولُوا
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرَسُولِكَ ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَآلِ إِبْرَاهِيمَ 
Bersumber dari Abu Sa’id Al Khudri r.a dia berkata : Kami berkata : Wahai Rasulullah,
Ini adalah ucapan salam kepadamu. Bagaimanakah caranya kami mengucapkan shalawat kepada engkau ?
Beliau saw menjawab : Ucapkanlah oleh kalian :
ALLAHUMMA SHALLI ‘ALAA MUHAMMADIN ‘ABDIKA WA RASUULIKA.
KAMAA SHALLAITA ‘ALAA IBRAAHIIM.
WABAARIK ‘ALAA MUHAMMADIN WA ‘ALAA  AALI MUHAMMAD.
KAMAA BAARAKTA ‘ALAA IBRAAHIMA WA AALI IBRAAHIIM
( Ya Allah , limpahkanlah kesejahteraan kepada Muhammad sebagaimana Engkau limpahkan kesejahteraan kepada Ibrahim.
Dan limpahkanlah keberkahan kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau limpahkan keberkahan kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim )
Hadits shahih riwayat Al Bukhari Kitabud Da’awaat bab 32 no 6358

(5). Bersumber dari Abu Hurairah r.a
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قُلْنَا يَا رَسُوْلَ الله كَيْفَ نُصَلِّي عَلَيْكَ قَالَ قُوْلُوا 
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَ آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ 
Bersumber dari Abu Hurairah r.a dia berkata : Kami bertanya : Wahai Rasulullah bagamanakah caranya kami bershalawat kepada engkau ?
Rasulullah saw bersabda : Ucapkanlah :
ALLAHUMMA SHALLI ‘ALAA MUHAMMAD WA’ALAA AALI MUHAMMAD, 
WABAARIK ‘ALAA MUHAMMAD WA’ALAA AALI MUHAMMAD 
KAMAA SHALLAITA ‘ALAA  IBRAAHIMA WA AALI IBRAHIIM
INNAKA HAMIIDUM MAJIID 
( Ya Allah , limpahkanlah kesejahteraan kepada Muhammad dan keluarga Muhammad Dan limpahkanlah keberkahan kepada Muhammad dan keluarga Muhammad Sebagaimana Engkau limpahkan kesejahteraan kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim
Sesungguhnya Engkau adalah Dzat Yang Maha  Terpuji lagi Maha Mulia )
Hadits riwayat Nasai dalam As Sunanul Kubra Kitab ‘Amalul Yaum Wal Lailah bab 14 no 9875
Sanadnya dinilai shahih oleh Syaikh Al Albani (Shifat shalat Nabi jilid 3 halaman 927 )

6. Bersumber dari Abu Mas’ud ‘Uqbah bin Amru r.a
عَنْ أَبِى مَسْعُودٍ عُقْبَةَ بْنِ عَمْرٍو قَالَ أَقْبَلَ رَجُلٌ حَتَّى جَلَسَ بَيْنَ يَدَىْ رَسُولِ اللَّهِ –صلى الله عليه وسلم- وَنَحْنُ عِنْدَهُ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَمَّا السَّلاَمُ عَلَيْكَ فَقَدْ عَرَفْنَاهُ فَكَيْفَ نُصَلِّى عَلَيْكَ إِذَا نَحْنُ صَلَّيْنَا فِى صَلاَتِنَا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْكَ قَالَ فَصَمَتَ رَسُولُ اللَّهِ –صلى الله عليه وسلم- حَتَّى أَحْبَبْنَا أَنَّ الرَّجُلَ لَمْ يَسْأَلْهُ ثُمَّ قَالَ « إِذَا أَنْتُمْ صَلَّيْتُمْ عَلَىَّ فَقُولُوا

اللَّهُمَّ صَلِّى عَلَى مُحَمَّدٍ النَّبِىِّ الأُمِّىِّ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَآلِ إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ النَّبِىِّ الأُمِّىِّ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
تعليق شعيب الأرنؤوط : حديث صحيح
قال الأعظمي : إسناده حسن
Bersumber dari Abi Mas’ud ‘Uqbah bin ‘Amr r.a , dia berkata : Seorang laki laki datang, kemudian duduk didepan Rasulullah saw , dan ketika itu kami berada disana. Laki laki itu berkata : Ya Rasulullah saw, tentang mengucap salam kepada engkau, kami sudah mengetahuinya, akan tetapi bagaimana caranya kami mengucapkan shalawat kepada engkau didalam shalat kami ? 
Maka Rasulullah saw diam, sehingga kami merasa , alangkah baiknya kalau laki laki itu tidak melontarkan pertanyaan kepada Rasulullah saw.
Kemudian Rasulullah saw bersabda : Jika kalian bershalawat atasku, ucapkanlah : 
Allahumma shalli alaa Muhammadin Nabiyyil ummiyyi wa ‘alaa aali Muhammad. Kamaa shallaita ‘alaa Ibrahim wa aali Ibrahim, 
Wa baarik ‘alaa Muhammadin Nabiyyil ummiyyi 
Kamaa baarakta ‘alaa Ibrahim wa ‘alaa aali Ibrahim 
Innaka Hamiidum Majiid
( Ya Allah , limpahkanlah kesejahteraan kepada Muhammad , Nabi yang Ummi dan keluarga Muhammad 
Sebagaimana Engkau limpahkan kesejahteraan kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim.
Dan limpahkanlah keberkahan kepada Muhammad , Nabi yang Ummi 
Sebagaimana Engkau limpahkan keberkahan kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim
Sesungguhnya Engkau adalah Dzat Yang Maha  Terpuji lagi Maha Mulia )
Hadits shahih riwayat Ahmad 4/119 no 16624 ( ini adalah lafadznya )
Ibnu Khuzaimah Kitabush Shalah bab ash shalaati alan Nabi saw fit tasyahhudi no 711, Syaikh Al A’dhomi berkata: sanadnya hasan, 
Ibnu Hibban Kitabush Shalah bab Shifat Shalah no 1959

PENJELASAN :
Dalam hadits ini dijelaskan bahwa ada orang yang tidak mengerti tentang tatacara membaca shalawat di dalam shalat , maka Rasulullah saw mengajarkannya kepadanya.
Maka bacaan ini menjadi ketetapan yang tidak boleh seorangpun dari qaum Muslimin yang mengingkarinya. Karena Rasulullah saw telah memerintahkan kepadanya agar membaca shalawat sebagaimana yang disebutkan di dalam hadits tersebut : yaitu tanpa sayyidina

BANTAHAN :
Kalimat shalawat yang diajarkan oleh Rasulullah saw kepada ummatnya untuk dibaca di dalam shalat , memang tidak ada tambahan sayyidina. Tetapi yang benar adalah menggunakan sayyidina. Bukan tanpa sayyidina.

Apa sebabnya ?
Pertimbangan aqal. 
Tidak mungkin Rasulullah saw mengajarkan kepada ummatnya suatu kalimat yang berissi pengagungan kepada diri Rasulullah saw.

Tidak mungkin Rasulullah saw mengajarkan kepada ummatnya : sebutlah dalam do’a shalawat kalian namaku dengan menggunakan sayyidina (tuanku).
Rasulullah saw adalah Nabi yang rendah hati dan tidak sombong.
Maka diajarkanlah kalimat shalawat kepada kita tanpa sayyidina.
Justru kita yang harus mengerti keadaan ini , dan mesti menambahkan kalimat sayyidina.

JAWAB :
Rasulullah saw adalah utusan Allah.
Bacaan shalawat yang diajarkan oleh Rasulullah saw kepada ummatnya adalah wahyu dari Allah yang diwahyukan kepadanya.
Beliau saw adalah seorang Nabi  yang benar perkataannya dan sangat menjalankan amanah. Nabi Muhammad saw tidak akan pernah berkhianat akan suatu kebenaran yang harus disampaikan kepada ummatnya.

Perkataan “  tetapi yang benar adalah menggunakan sayyidina , hanya saja rasulullah saw menyampaikannya tanpa sayyidina karena sikap tawadhu’nya “  : MAKA SEAKAN MENUDUH NABI SAW TIDAK AMANAH.

Seakan Nabi  dalam menjalankan tugas pembimbingan kepada ummatnya dipengaruhi perasaannya. Sehingga apa yang diajarkan oleh Allah untuk disampaikan kepada ummatnya , tidak disampaikannya secara utuh sebagaimana yang diperintahkan Allah swt kepadanya.

Ini tidak mungkin terjadi. Allah swt telah menyampaikan berulangkali di dalam Al Qur’an bahwa Rasulullah saw adalah utusan Allah yang benar perkataannya dan jujur dalam penyampaiannya :

وَالنَّجْمِ إِذَا هَوَى (1) مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمْ وَمَا غَوَى (2) وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى(3) إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى (4)
Demi bintang ketika terbenam,
Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru,
Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya.
UCAPANNYA ITU TIADA LAIN HANYALAH WAHYU YANG DIWAHYUKAN (KEPADANYA),
Al Qur’an surah An Najm ayat 1-4

قُلْ لا أَقُولُ لَكُمْ عِنْدِي خَزَائِنُ اللَّهِ وَلا أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلا أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ إِنْ أَتَّبِعُ إِلا مَا يُوحَى إِلَيَّ
Katakanlah: "Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang gaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. AKU TIDAK MENGIKUTI KECUALI APA YANG DIWAHYUKAN KEPADAKU
Al Qur’an surah Al An’am ayat 50

قُلْ إِنَّمَا أَتَّبِعُ مَا يُوحَى إِلَيَّ مِنْ رَبِّي 
Dan apabila kamu tidak membawa suatu ayat Al Qur'an kepada mereka, mereka berkata: "Mengapa tidak kamu buat sendiri ayat itu?" Katakanlah: "SESUNGGUHNYA AKU HANYA MENGIKUT APA YANG DIWAHYUKAN DARI TUHANKU KEPADAKU. Al Qur'an ini adalah bukti-bukti yang nyata dari Tuhanmu, petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.
Al Qur’an surah Al A’raf ayat 203

قُلْ مَا كُنْتُ بِدْعًا مِنَ الرُّسُلِ وَمَا أَدْرِي مَا يُفْعَلُ بِي وَلَا بِكُمْ إِنْ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَى إِلَيَّ وَمَا أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ مُبِينٌ
Katakanlah: "Aku bukanlah rasul yang pertama di antara rasul-rasul dan aku tidak mengetahui apa yang akan diperbuat terhadapku dan tidak (pula) terhadapmu. AKU TIDAK LAIN HANYALAH MENGIKUTI APA YANG DIWAHYUKAN KEPADAKU dan aku tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan yang menjelaskan".
Al Qur’an surah Al Ahqaf ayat 9

TAMBAHAN :
Untuk menguatkan, kelompok ini mengutip beberapa hadits tentang cara Malaikat Jibril memanggil Nabi saw  dengan langsung menyebut namanya (MUHAMMAD) :
(1) Hadits Abu Sa’id r.a
عَنْ أَبِى سَعِيدٍ أَنَّ جِبْرِيلَ أَتَى النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ يَا مُحَمَّدُ اشْتَكَيْتَ فَقَالَ « نَعَمْ ». قَالَ بِاسْمِ اللَّهِ أَرْقِيكَ مِنْ كُلِّ شَىْءٍ يُؤْذِيكَ مِنْ شَرِّ كُلِّ نَفْسٍ أَوْ عَيْنِ حَاسِدٍ اللَّهُ يَشْفِيكَ بِاسْمِ اللَّهِ أَرْقِيكَ
Bersumber dari Abu Sa’id r.a , bahwasanya Jibril mendatangi Nabi saw kemudian berkata : WAHAI MUHAMMAD apakah engkau menderita sakit ?
Rasulullah saw menjawab : iya.
Jibril mengucapkan :
BISMILLAH ARQIIKA
MIN KULLI SYAI-IN YU’DZIIKA
WAMIN SYARRI KULLI NAFSIN AU ‘AININ HAASIDIN
ALLAHU YASYFIIKA
BISMILLAHI ARQIIKA
Dengan menyebut nama Allah, aku meruqyahmu
Dari segala sesuatu yang menyakitimu
Dan dari kejahatan setiap jiwa atau mata orang yang dengki. 
Mudah mudahan Allah menyembuhkanmu. 
Dengan menyebut nama Allah aku meruqyahmu
Hadits shahih riwayat Muslim Kitabus Salam bab 16 no 2186
Ibnu Majah Kitabuth Thib bab 36 no 3523 
Tirmidzi  Kitabul Janaaiz bab 4 no 972 

(2) Hadits Thalhah r.a
أَخْبَرَنَا إِسْحَقُ بْنُ مَنْصُورٍ الْكَوْسَجُ قَالَ أَنْبَأَنَا عَفَّانُ قَالَ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ قَالَ حَدَّثَنَا ثَابِتٌ قَالَ قَدِمَ عَلَيْنَا سُلَيْمَانُ مَوْلَى الْحَسَنِ ابْنِ عَلِيٍّ زَمَنَ الْحَجَّاجِ فَحَدَّثَنَا عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي طَلْحَةَ عَنْ أَبِيهِ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَاءَ ذَاتَ يَوْمٍ وَالْبُشْرَى فِي وَجْهِهِ فَقُلْنَا إِنَّا لَنَرَى الْبُشْرَى فِي وَجْهِكَ فَقَالَ إِنَّهُ أَتَانِي الْمَلَكُ فَقَالَ يَا مُحَمَّدُ إِنَّ رَبَّكَ يَقُولُ أَمَا يُرْضِيكَ أَنَّهُ لَا يُصَلِّي عَلَيْكَ أَحَدٌ إِلَّا صَلَّيْتُ عَلَيْهِ عَشْرًا وَلَا يُسَلِّمُ عَلَيْكَ أَحَدٌ إِلَّا سَلَّمْتُ عَلَيْهِ عَشْرًا 
قال الشيخ الألباني : حسن
تعليق شعيب الأرنؤوط : حديث حسن لغيره وهذا إسناد ضعيف
Bersumber dari Abu Thalhah r.a , bahwasanya pada suatu hari Rasulullah saw datang dengan wajah yang berseri seri. Maka kami bertanya : Sesungguhnya kami melihat wajahmu berseri seri
Maka Rasulullah saw menjawab : Sesungguhnya Malaikat mendatangiku kemudian berkata : WAHAI MUHAMMAD ! Sesungguhnya Tuhanmu berfirman : 
Tidakkah menjadikanmu engkau ridha (senang) jika ada seseorang mengucapkan shalawat kepadamu , melainkan Aku membalasnya dengan 10 shalawat
Dan tidak ada seorangpun yang mengucapkan salam kepadamu melainkan Aku membalasnya dengan 10 salam  
Hadits hasan riwayat Nasai  Kitabush Sahwi bab 47 no 1283
Ahmad 4/29

PENJELASAN :
Hadits ini dikutipkan hanya untuk tambahan saja. Seandainya tanpa hadits inipun , shalawat atas Nabi saw di dalam shalat harus diucapkan sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah saw , yaitu tidak pakai sayyidina. Karena Allah  telah memerintahkan qaum Muslimin untuk mengikuti apapun yang diajarkan oleh Rasulullah saw. 
Jika ilmu tentang hal ini telah sampai kepadanya tetapi dia mengingkarinya , maka dia sangat tercela. Qaum Muslimin yang dalam perkara ibadahnya lebih memilih cara lain dan meninggalkan ajaran Nabi saw sangat dicela dalam Islam.
Allah swt berfirman :
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَ لاً مُبِينًا
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukminat, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.
Al Qur’an surah ayat Al Ahzab ayat 36.

IMAM IBNU KATSIR BERKATA :
Ayat ini mengandung makna yang umum, mencakup semua urusan.
Bahwa apabila Allah dan Rasul-Nya telah memutuskan suatu perkara maka tidak seorangpun diperkenankan menyelisihinya dan tidak boleh ada pilihan lain atau pendapat lain atau ucapan lain, selain dari yang telah ditetapkan itu.
LIHAT : Kitab Tafsir Ibnu Katsir jilid 3 halaman 457 pada surah Al Ahzab ayat 36

Nabi saw juga menerangkan tentang kewajiban orang beriman terhadap ajaran dari Nabinya saw:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ رضي الله عنهما قال : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم: لا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُونَ هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا جِئْتُ بِهِ
Bersumber dari Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash r.a dia berkata : Rasulullah saw bersabda: Seseorang diantara kalian tidak beriman, sehingga hawa nafsunya tunduk mengikuti kepada apa yang aku bawa.

IMAM AL HAFIDH IBNU HAJAR AL ‘ASQALAANIY BERKATA : Hadits ini diriwayatkan oleh Al Hasan bin Sufyan dan lainnya dengan rawi rawi yang tsiqah dan dinilai shahih oleh imam Nawawi dalam bab yang akhir dari Kitab Al Arba’in.

Tetapi sanad hadits ini dinilai dha’if oleh Syaikh Al Albani.
Beliau berkata : Di dalam sanadnya ada rawi Nu’aim bin Hammaad. Sedangkan dia adalah rawi yang dha’if

LIHAT : Kitab Misykaatul Mashaabih jilid 1 halaman 59 Kitabul Iman bab 5 no 167
Wallahu A’lam.


SELANJUTNYA AL HAFIDH IBNU HAJAR BERKATA : Didapati adanya hadits yang diriwayatkan oleh imam Al Baihaqi dari jalan Asy Sya’biy dari ‘Amr bin Hariits dari Umar r.a dia berkata : Berhati hatilah kalian terhadap ash-haabur ra’yi (yaitu orang yang suka menyandarkan segala sesuatu kepada pendapat), karena mereka adalah musuh musuh sunnah. Mereka tidak mampu menghafal hadits. Maka mereka berkata berdasarkan pendapat. Sehingga mereka sesat dan menyesatkan.
IMAM AL HAFIDH IBNU HAJAR BERKATA : Dhahirnya kalimat ini dimaksudkan untuk mereka yang berkata berdasarkan pendapat padahal nash dari hadits tentang hal itu sudah ada.Hal itu disebabkan lalainya mereka dalam mencari hadits, sehingga mereka patut dicela.
Dan lebih dicela lagi apabila seseorang telah mengetahui nash dari hadits kemudian dia mengamalkan sesuatu yang  justru menyelisihi hadits itu berdasarkan pendapat.
Lalu dia membebani dirinya untuk menolak nash (hadits) itu dengan berusaha melakukan takwil (tafsiran) atas hadits tersebut.
Kesimpulannya : Berpegang dengan pendapat hanya dilakukan ketika tidak ada nash (dalil).
Inilah yang diisyaratkan oleh imam Asy Syafi’i sebagaimana yang diriwayatkan oleh imam Al Baihaqi dengan sanad yang shahih sampai kepada  imam Ahmad bin Hanbal , yang mana dia berkata : 
AKU MENDENGAR (IMAM) ASY SYAFI’I BERKATA : Qiyas dilakukan hanya dalam keadaan darurat. Bersamaan dengan itu , orang yang beramal dengan berdasarkan pendapat, tidak boleh berkeyaqinan bahwa dia telah melakukan maksud sebenarnya dari hukum. Akan tetapi yang dilakukannya adalah mengerahkan kemampuannya dalam rangka berijtihad untuk mendapatkan pahala sekalipun dia keliru.
AL HAFIDH IBNU HAJAR BERKATA : Imam Al Baihaqi meriwayatkan dalam kitab Al Madkhal dan Ibnu Abdil Barr dalam kitab Bayaan Al ‘Ilmi yang bersumber dari sejumlah Tabi’in seperti AL HASAN , IBNU SIRIIN , SYURAIH, ASY SYA’BI DAN AN NAKHA’IY dengan sanad yang  jayyid tentang celaan mereka kepada yang berkata berdasarkan pendapat.
LIHAT :  Kitab Fat-hul Baari , syarah terhadap Kitab Shahih Al Bukhari jilid 16 halaman 358 , Kitabul I’tishami bil Kitabi was Sunnah bab 7 no 7308 

DARI SAYA :
Hadits serta perkataan dari para imam di atas menjelaskan bahwa 
1. Umat Islam harus beramal berdasarkan tuntunan Rasulullah saw.
2. Jika dalam suatu keadaan dia harus melakukan sesuatu, sedangkan dalil dari hadits tidak ada, maka dia dibenarkan berijtihad dengan tujuan untuk mendapatkan pahala dari Allah swt. Bukan berniat menetapkan hukum berdasarkan pendapatnya.
3. Umat Islam tidak dibenarkan menolak hadits, karena hadits tersebut tidak sesuai dengan kesukaannya. Orang seperti ini dicela di dalam Islam. Dan dia lebih dicela lagi apabila dia lebih memilih pendapat dibanding nash (dalil) yang sudah ada.

Selanjutnya didapati ancaman terhadap orang yang suka menyalahi ajaran dari Nabi saw :
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih.
Al Qur’an surah ayat An Nur ayat 63

YANG SAYA PILIH : 
Shalawat di dalam shalat adalah tanpa sayyidina.
Cara shalawat TANPA SAYYIDINA seperti ini merupakan ajaran dari Nabi Muhammad saw , dan diamalkan oleh semua shahabatnya. Tidak didapati satupun hadits yang berasal dari Nabi saw yang menunjukkan bahwa shalawat di dalam shalat menggunakan redaksi SAYYIDINA.
Saya meninggalkan shalawat dalam shalat yang pakai sayyidina , karena cara seperti ini adalah pendapat daris ebagian umat Islam. Saya meninggalkan pendapat ini karena hadits Nabi saw yang mengajarkan shalawat tidak pakai sayyidina sudah ada , dan jumlah haditsnya banyak.

Dengan bahasa yang mudah :
*  Shalawat dalam shalat yang tidak pakai sayyidina pasti benar , karena sumbernya merupakan perintah dari Nabi saw.
*  Shalawat dalam shalat yang pakai sayyidina , bisa benar dan bisa salah , karena sumbernya adalah pendapat manusia (bukan Nabi saw).
Maka saya merasa lebih selamat memilih yang pasti benar.

Wallahu A’lam.
Oleh : Ustadz Mubarak Abdul Rahim

TENTANG HIJRAH MENANTI