Rabu, 29 Maret 2017

HADITS KEUTAMAAN PUASA RAJAB

14.37
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بن عَبْدِ الْعَزِيزِ ، حَدَّثَنَا مُعَلَّى بن مَهْدِيٍّ الْمَوْصِلِيُّ ، حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بن مَطَرٍ الشَّيْبَانِيُّ ، عَنْ عَبْدِ الْغَفُورِ يَعْنِي ابْنَ سَعِيدٍ ، عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ ، عَنْ أَبِيهِ ، قَالَ عُثْمَانُ : وَكَانَتْ لأَبِيهِ صُحْبَةٌ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : رَجَبٌ شَهْرٌ عَظِيمٌ ، يُضَاعِفُ اللَّهُ فِيهِ الْحَسَنَاتِ ، فَمَنْ صَامَ يَوْمًا مِنْ رَجَبٍ فَكَأَنَّمَا صَامَ سَنَةً ، وَمَنْ صَامَ مِنْهُ سَبْعَةَ أَيَّامٍ غُلِّقَتْ عَنْهُ سَبْعَةُ أَبْوَابِ جَهَنَّمَ ، وَمَنْ صَامَ مِنْهُ ثَمَانِيَةَ أَيَّامٍ فُتِحَتْ لَهُ ثَمَانِيَةُ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ ، وَمَنْ صَامَ مِنْهُ عَشَرَةَ أَيَّامٍ لَمْ يَسْأَلِ اللَّهَ شَيْئًا إِلا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ ، وَمَنْ صَامَ مِنْهُ خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْمًا نَادَى مُنَادٍ فِي السَّمَاءِ قَدْ غُفِرَ لَكَ مَا مَضَى فَاسْتَئْنِفِ الْعَمَلَ ، وَمَنْ زَادَ زَادَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ ، وَفِي رَجَبٍ حَمَلَ اللَّهُ نُوحًا فِي السَّفِينَةِ فَصَامَ رَجَبًا ، وَأَمَرَ مَنْ مَعَهُ أَنْ يَصُومُوا ، فَجَرَتْ بِهِمُ السَّفِينَةُ سِتَّةَ أَشْهُرٍ ، آخِرُ ذَلِكَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ أُهْبِطَ عَلَى الْجُودِيِّ فَصَامَ نُوحٌ وَمَنْ مَعَهُ وَالْوَحْشُ شُكْرًا لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ ، وَفِي يَوْمِ عَاشُورَاءَ أفْلَقَ اللَّهُ الْبَحْرَ لِبَنِي إِسْرَائِيلَ ، وَفِي يَوْمِ عَاشُورَاءَ تَابَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى آدَمَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى مَدِينَةِ يُونُسَ ، وَفِيهِ وُلِدَ إِبْرَاهِيمُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ .
Telah mengkhabarkan kepadaku Ali bin Abdul Aziz , telah mengkhabarkan kepadaku Mu’allaa bin Mahdi Al Maushili , telah mengkhabarkan kepadaku Utsman bin Mathar Asy Syaibani dari Abdul Ghafur ya’ni ibnu Sa’id dari Abdul Aziz dari ayahnya - Utsman berkata : ayahnya adalah seorang shahabat - dia berkata : Rasulullah saw bersabda : Rajab adalah bulan yang agung.
Allah melipat gandakan pahala kebaikan di dalam bulan ini.
Barangsiapa yang berpuasa sehari di dalam bulan Rajab maka dia seperti puasa 1 tahun penuh.
Barangsiapa yang berpuasa 7 hari di dalam bulan Rajab maka ditutup baginya 7 pintu jahannam.
Barangsiapa yang berpuasa 8 hari di dalam bulan Rajab maka dibuka baginya 8 pintu surga
Barangsiapa yang berpuasa 10 hari di dalam bulan Rajab maka tidaklah dia meminta sesuatu kepada Allah melainkan pasti Allah akan memberikanya.
Barangsiapa yang berpuasa 15 hari di dalam bulan Rajab  .... dst
Hadits riwayat Ath Thabrani dalam kitab Mu’jam Al Kabir jilid 6 halaman 69 dadits no 5538

Di dalam sanadnya ada rawi Utsman bin Mathar
Imam Ibnu Hibban berkata : Dia banyak meriwayatkan hadits hadits palsu .
Kemudian ada rawi lainnya bernama Abdul Ghafur (guru dari rawi Utsman bin Mathar)

Imam Ibnu Hibban berkata : Dia adalah salah satu dari tukang membuat hadits palsu yang kemudian disandarkan kepada orang orang yang tsiqah semisal kepada Ka’ab dan lainnya.
Tidak halal dituliskan dan dibacakan haditsnya kecuali untuk peringatan (kepada orang lain)

Imam Al Haitsami berkata : Dia adalah rawi yang matruk

Syaikh Al Albani berkata : ini adalah hadits MAUDHU’ (Palsu).
(Bukan sabda Rasulullah saw).

LIHAT : 
* Kitab Majma’uz Zawaid jilid 3 halaman 329 hadits no 5132
* Kitab Silsilah Al Ahaadiitsa Adh Dha’iifah Wal Maudhuu’ah jilid 11 halaman 691 hadits no 5413 

DARI SAYA :
Hadits ini bukan sabda Rasulullah saw. Maka tidak dibenarkan siapapun menyampaikannya kepada orang lain atas nama Rasulullah saw.
Jika tetap melakukannya demikian , maka sama saja dengan berdusta atas nama Rasulullah saw. Didapati banyak hadits shahih yang diriwayatkan oleh imam Al Bukhari , Muslim, dll , yang bersumber dari banyak shahabat : Ali r.a , Abu Hurairah r.a , Abdullah bin Zubair r.a , Al Mughirah bin Syu’bah dll dengan DERAJAT YANG MUTAWATIR  tentang ancaman berdusta atas nama Rasulullah saw , diantaranya :
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
Bersumber dari Abu Hurairah r.a dia berkata : Rasulullah saw bersabda : Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja maka hendaknya dia mempersiapkan tempat duduknya di neraka
Hadits shahih riwayat Muslim dalam Muqaddimah Kitab Shahihnya bab 2 no 3

PERINTAH AGAR MENELITI BERITA YANG DI DENGAR SEBELUM DISEBARKAN :
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ - رضى الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ
Bersumber dari  Abu Hurairah r.a  dia berkata : Rasulullahs aw bersabda : Cukuplah seseorang dikatakan berdusta bila menceritakan segala hal yang ia dengar.” 
Hadits shahih riwayat Muslim dalam Muqaddimah Kitab shahih nya bab (3) Larangan Menyampaikan Semua yang Didengarkan hadits no 5

IMAM  NAWAWI  berkata :
وَأَمَّا مَعْنَى الْحَدِيث وَالْآثَار الَّتِي فِي الْبَاب فَفِيهَا الزَّجْر عَنْ التَّحْدِيث بِكُلِّ مَا سَمِعَ الْإِنْسَان فَإِنَّهُ يَسْمَع فِي الْعَادَة الصِّدْق وَالْكَذِب ، فَإِذَا حَدَّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ فَقَدْ كَذَبَ لِإِخْبَارِهِ بِمَا لَمْ يَكُنْ
Adapun makna hadits ini dan makna atsar-atsar yang semisalnya adalah :  peringatan dari menyampaikan setiap berita yang didengarkan oleh seseorang, karena mungkin saja dia mendengar kabar yang benar dan yang dusta, maka jika ia menyampaikan setiap yang ia dengar, berarti ia telah berdusta karena menyampaikan sesuatu yang tidak terjadi.
Maksudnya :  jika seseorang tidak memastikan kebenaran suatu berita yang ia dengar (kemudian dia sebarkan), mungkin saja berita yang ia dengar benar dan bisa dusta, 
Oleh karena itu ,  jika ia menyampaikan semua yang ia dengar, ia tidak akan lolos dari kedustaan.
RINGKASNYA : orang yang tidak memastikan kebenaran berita yang ia dengar kemudian dia menyebarkan semuanya maka dia dapat dihukumi sebagai pendusta.

DARI SAYA :
KOREKSI INI ADALAH PEMBELAJARAN , UNTUK MEMPERBAIKI  KESALAHAN MASA LALU.

MAKA TIDAK APA APA JIKA DI MASA LALU KITA MELAKUKAN KESALAHAN.

SETELAH ILMU DIDAPATKAN ,  HENDAKNYA KITA MEMPERBAIKI DIRI UNTUK SENANTIASA LEBIH BAIK DARI SEBELUMNYA.

JANGAN MUDAH MENYEBARKAN SESUATU KITA SENDIRI BELUM MEMASTIKAN KEBENARANNYA

WALLAHU A’LAM.
Oleh : Ustadz Mubarak Abdul Rahim

Sabtu, 25 Maret 2017

DOSA ISTRI YANG MENAMBAHKAN NAMA SUAMI

10.54
Artikel yang dimuad oleh jama'ah kami :

BEGINI DOSA ISTRI YANG MENAMBAHKAN NAMA SUAMI
Setelah menikah biasanya akan banyak perubahan yang terjadi. Mulai dari ungkapan sayang yang bertambah setiap hari, panggilan berubah menjadi papi mami, bahkan nama istri berubah karena di belakangnya disematkan nama suami.
Pada budaya barat hal ini sering dilakukan dan dianggap biasa. Penggunaan nama suami di belakang nama istri dilakukan agar seorang wanita mudah diketahu siapa suaminya, serta menjadi bentuk ungkapan kasih sayang. Namun hal ini TIDAK dengan ISLAM
Seorang wanita dilarang keras menyematkan nama suami di belakang namanya. Hukuman yang akan diterima adalah saat hari kiamat kelak. Dimana Allah SWT, malaikat beserta segenap manusia akan melaknat wanita yang menisbatkan nama suaminya tersebut. Seperti apa? Berikut ulasannya.
Tindakan menisbatkan nama suami dibelakang nama istri memang terkesan sepele. Bagaimana tidak, saat ini begitu banyak orang-orang yang menggunakan nama suaminya dibelakang namanya. Tidak hanya pada pergaulan sehari-hari, tindakan ini juga dilakukan di sosial media sebagai penamaan akun sosial media seorang wanita, Misalkan Sri Widya menikah dengan Iskandar, maka Ia mengganti namanaya dengan Sri Widya Iskandar. Atau Rahma menikah dengan Teguh, maka namanya menjadi Rahma Teguh.
Umat Islam seharusnya tidak mengikuti tren ini. Mengingat hal ini ternyata sudah ada aturannya. Melanggarnya tentu saja akan mendapat dosa. Memang akibatnya tidak akan dirasakan sekarang saat hidup di dunia, namun nanti saat berada di akhirat.
Hadist mengenai perihal penamaan ini sangat shahih. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barang siapa yang mengaku sebagai anak kepada selain bapaknya atau menisbatkan dirinya kepada yang bukan walinya, maka baginya laknat Allah, malaikat, dan segenap manusia. Pada hari Kiamat nanti, Allah tidak akan menerima darinya ibadah yang wajib maupun yang sunnah,”

(HR. Muslim dlm al-Hajj (3327) dan Tirmidzi).
Juga dalam hadist lainnya dijelaskan jika wanita yang menggunakan nama tambahan selain ayah maka Allah akan mengharamkan surga.
"Barang siapa bernasab kepada selain ayahnya dan ia mengetahui bahwa ia bukan ayahnya, maka surga haram baginya.”

(HR Bukhori dalam al-Maghozi bab : Ghozwatuth Tho`if (3982)

Lihatlah bagaimana Allah SWT begitu marah ketika tindakan itu dilakukan. Tidak kah kita takut akan ancaman Allah tersebut? Hukum penamaan dalam ajaran Islam sangatlah penting. Baik pria atau wanita, hanya boleh menambahkan nama ayahnya di belakang namanya. Tidak ada yang lebih berhak kecuali Ayah.

Walaupun suami sendiri, tetap tidak boleh ditambahkan dibelakang nama istri. Karena dalam Islam, nama lelaki di belakang nama seseorang berarti keturunan atau anak dari lelaki tersebut. Hal ini merupakan bentuk penghormatan terhadap seorang ayah.

"Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan memakai nama bapak-bapak mereka, itulah yang lebih adil di sisi Allah"
(QS al-Ahzab: 5)

Allah SWT sudah mengabarkan ancaman yang akan diterima wanita jika menisbatkan nama suaminya, atau selain nama ayah. Maka dari itu tidak boleh seorang wanita menisbatkan dirinya kepada suaminya sebagaimana adat yang berlaku pada kaum kuffar dan yang menyerupai mereka dari kaum muslimin. 


Subhanallah.
JAWAB
Saya tidak setuju dengan pengambilan hukum sebagaimana yang disebutkan dalam artikel di atas 

Supaya jelas , saya mengutip ulang dali dalil yang dijadikan rujukan tersebut :

1. ) FIRMAN ALLAH SWT :
مَا جَعَلَ اللَّهُ لِرَجُلٍ مِنْ قَلْبَيْنِ فِي جَوْفِهِ وَمَا جَعَلَ أَزْوَاجَكُمُ اللائِي تُظَاهِرُونَ مِنْهُنَّ أُمَّهَاتِكُمْ وَمَا جَعَلَ أَدْعِيَاءَكُمْ أَبْنَاءَكُمْ ذَلِكُمْ قَوْلُكُمْ بِأَفْوَاهِكُمْ وَاللَّهُ يَقُولُ الْحَقَّ وَهُوَ يَهْدِي السَّبِيلَ
ادْعُوهُمْ لآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ فَإِنْ لَمْ تَعْلَمُوا آبَاءَهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَمَوَالِيكُمْ وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُمْ بِهِ وَلَكِنْ مَا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya.
Dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu sebagai ibumu
Dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). 
Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. 
Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar).
Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka
Itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Al Qur’an surah Al Ahzab ayat 4-5

2. ) HADITS KE 1
عَنْ عَاصِمٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا عُثْمَانَ قَالَ سَمِعْتُ سَعْدًا - وَهْوَ أَوَّلُ مَنْ رَمَى بِسَهْمٍ فِى سَبِيلِ اللَّهِ - وَأَبَا بَكْرَةَ - وَكَانَ تَسَوَّرَ حِصْنَ الطَّائِفِ فِى أُنَاسٍ - فَجَاءَ إِلَى النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - فَقَالاَ سَمِعْنَا النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - يَقُولُ « مَنِ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيهِ وَهْوَ يَعْلَمُ فَالْجَنَّةُ عَلَيْهِ حَرَامٌ
Bersumber dari Sa’ad dan Abu Bakrah r.a , keduanya berkata : kami mendengar Nabi saw bersabda : Barangsiapa yang menyandarkan dirinya (bernasab) kepada selain ayahnya sedangkan dia mengetahuinya maka surga diharamkan atasnya.
Hadits shahih riwayat Al Bukhari Kitabul Maghaazi bab 56 no 4326
Muslim Kitabul Iman bab 27 no 63

3.)  HADITS KE 2
Bersumber dari Ali bin Abi Thalib r.a , Rasulullah saw bersabda :
وَمَنِ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيهِ أَوِ انْتَمَى إِلَى غَيْرِ مَوَالِيهِ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلاَئِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ لاَ يَقْبَلُ اللَّهُ مِنْهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ صَرْفًا وَلاَ عَدْلاً
Barangsiapa  yang menyandarkan dirinya (bernasab) kepada selain ayahnya atau mengakui orang lain yang bukan tuannya sebagai tuannya maka baginya la’nat Allah dan para malaikatnya serta manusia semuanya. Allah tidak akan menerima amal ibadah wajib maupun sunnahnya.
Hadits shahih riwayat Muslim Kitabul Haj bab 85 no 1370

PENJELASAN :
1. Ayat itu turun untuk menjelaskan kedudukan shahabat Zaid bin Haritsah r.a , mantan budak Nabi saw. Sebelum Nabi Muhammad saw diangkat sebagai utusan Allah , beliau saw mengangkat Zaid bin Haritsah r.a sebagai anak angkatnya sehingga Zaid dikenal dengan nama Zaid bin Muhammad (Zaid putra Muhammad). Maka Allah menurunkan ayat ini .
Ayat ini berisi perintah dari Allah untuk menghapuskan perkara yang diperbolehkan pada awal Islam , yaitu pengakuan anak kepada selain anak kandung (anak angkat). Maka Allah memerintahkan agar anak angkat dinisbatkan kepada ayah mereka yang sebenarnya
Maka setelah itu dia dipanggil dengan nama Zaid bin Haritsah
LIHAT : Kitab Tafsir Ibnu Katsir jilid 3 halaman 433 surah Al Ahzab ayat 4-5

2.   HADITS KE 1 DAN HADITS KE 2  : Maknanya hampir sama : Mencela seseorang yang bernasab kepada orang lain  (mengaku keturunan orang lain).

DARI SAYA :
Yang dilarang dalam Islam adalah menyandarkan nasab kepada selain orang tua kandung , yaitu semisal: Zaid bin Muhammad (yang artinya Zaid putra Muhammad) , padahal Zaid adalah anak angkat Muhammad.
Pelarangan ini bermaksud untuk memperjelas status anak tersebut. Sebab penyandaran nama berdasarkan nasab (keturunan) berdampak kepada hukum yang dibangun di atasnya.

Contoh :
FATHIMAH BINTI MUHAMMAD ( FATHIMAH PUTRI MUHAMMAD) :
Pengakuan ini akan berdampak kepada hukum yang dibangun diatasnya :
1. Fathimah bermahram kepada Muhammad , sehingga boleh membuka kerudungnya di depan Muhammad 
2. Fathimah boleh berkhalwat (berduaan) dengan Muhammad  
3. Fathimah boleh bepergian bersama dengan Muhammad  , 
4. Fathimah boleh berwali kepada Muhammad  
5. Fathimah mendapatkan haq waris dari Muhammad.

Keadaan ini yang tidak diperblehkan dalam hukum Islam , kecuali kepada ayah kandung.
Maka memanggil anak angkat dengan sebutan Zaid bin Muhammad hukumnya diharamkan, sebagaimana dalam hadits berikut :
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ - رضى الله عنهما - أَنَّ زَيْدَ بْنَ حَارِثَةَ مَوْلَى رَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - مَا كُنَّا نَدْعُوهُ إِلاَّ زَيْدَ ابْنَ مُحَمَّدٍ حَتَّى نَزَلَ الْقُرْآنُ ( ادْعُوهُمْ لآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ

Bersumber dari Abdullah bin Umar r.a , bahwasanya Zaid bin Haritsah r.a mantan budak Nabi saw yang sudah dimerdekakan , tidaklah kami memanggilnya , kecuali dengan sebutan ZAID BIN MUHAMMAD ,sehingga turunlah firman Allah swt :  “Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka”
Hadits shahih riwayat Al Bukhari Kitabut Tafsiir no 4782

ADAPUN MEMANGGIL SESEORANG DENGAN SEBUTAN  “ANAKKU”  DENGAN TIDAK BERMAKSUD MENGANGGAPNYA SEBAGAI ANAK BENAR BENAR , MAKA HUKUMNYA DIPERBOLEHKAN. HAL INI BIASA DILAKUKAN OLEH RASULULLAH SAW DAN PARA SHAHABATNYA.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ لِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « يَا بُنَىَّ
Bersumber dari Anas bin Malik r.a dia berkata : Rasulullah saw memanggilku “WAHAI ANAKKU”
Hadits shahih riwayat Muslim Kitabul Adab bab 6 no 2151

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَدَّمَنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لَيْلَةَ الْمُزْدَلِفَةِ أُغَيْلِمَةَ بَنِى عَبْدِ الْمُطَّلِبِ عَلَى حُمُرَاتٍ فَجَعَلَ يَلْطَحُ أَفْخَاذَنَا وَيَقُولُ « أُبَيْنِىَّ لاَ تَرْمُوا الْجَمْرَةَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ
قال الشيخ الألباني : صحيح
تعليق شعيب الأرنؤوط : صحيح وهذا سند رجاله ثقات رجال الشيخين إلا أنه منقطع
Bersumber dari Ibnu Abbas r.a dia berkata : Rasulullah saw mendahulukan kami anak anak kecil Bani Abdul Muthalib untuk mengendarai keledai pada malam Muzdalifah. Lalu beliau saw menepuk paha kami lalu bersabda : Wahai anak anakku , janganlah kalian melempar jumrah sehingga matahari naik 
Hadits riwayat Abu Dawud Kitabul Manasik bab 66 no 1940
Ibnu Majah KItabul Manasik  bab 62 no 3025
Ahmad 1/234

DARI SAYA :
Jika dalam adat atau kebiasaan , seorang suami memanggil istrinya dengan sebutan “DIK” ,kepanjangan dari adik , maka hal ini tidak serta merta menjadikan istrinya sebagai adik. Karena panggilan “ADIK” kepada istrinya adalah kebiasaan yang berlaku sebagai panggilan kasih sayang , sebagai mana Rasulullah saw memanggil shahabat Anas dengan sebutan ‘WAHAI ANAKKU”.
Demikian juga panggilan istri kepada suaminya “ MAS ATAU AYAH ”, dan panggilan suami kepada istrinya dengan sebutan ‘IBU” tidak dilarang dalam Islam.
Yang dilarang adalah : memanggil istri “IBU” dengan niat menganggapnya sebagai ibu betul betul. Maka panggilan kepada seorang wanita dengan sebutan nama suaminya di belakangnya tidak dilarang dalam hukum Islam.

TIDAK ADA DALIL YANG MELARANGNYA DALAM ISLAM.
Dalil dalil yang dipasang dalam postingan tersebut adalah dalil tentang pelarangan pengakuan anak kepada selain anak kandung. Dan pengakuan ayah kepada selain ayah kandung. Sedangkan panggilan “anakku’ kepada selain anak kandung dengan maksud sebagai panggilan kasih sayang , hal ini 100 % dihalalkan , karena telah dicontohkan oleh Rasulullah saw.

KESIMPULAN :
Menambah nama seorang istri dengan nama suami di belakangnya , tidak dilarang.

Walllahu A’lam.

TAMBAHAN :
1. Jika seseorang dipanggil dengan sebutan : BU RUDI , maka tidak serta merta dia menjadi ibunya Rudi.
2. Jika seorang laki laki bernama UMAR memberi nama kepada anaknya : MUHAMMAD IQBAL SANUSI , sama sekali hal ini tidak dilarang. Karena dia tidak bermaksud menasabkan anaknya kepada IQBAL SANUSI. Nama yang diberikan kepada anaknya hanya nama , bukan menasabkan kepada orang lain.
Yang dilarang adalah : dia memanggilnya dengan sebutan : MUHAMMAD bin IQBAL SANUSI (yang artinya : Muhammad putra Iqbal sanusi)

Wallahu A’lam.
Oleh: Ustadz Mubarak Abdul Rahim

Jumat, 24 Maret 2017

SHALAWAT PAKAI SAYYIDINA

14.20
Dalam realita, umat Islam berbeda amalan tentang redaksi bacaan shalawat di dalam shalat. Ada yang menggunakan redaksi sayyidina ketika menyebut nama Muhammad dan Ibrahim, Ada yang tidak menggunakan sayyidina.

PEMBAHASAN

1. YANG MENGGUNAKAN REDAKSI SAYYIDINA KETIKA MENYEBUT NAMA MUHAMMAD DAN IBRAHIM DALAM SHALAT.
Alasannya :
Sebagai bentuk penghormatan kepada manusia pilihan di sisi Allah, Betapa tidak, Nabi Muhammad  saw dan Nabi Ibrahim a.s adalah utusan Allah, yang kedudukannya sangat agung di sisi Allah swt , melebihi manusia lainnya.
Maka tidak layak menyebut nama mereka dengan sebutan yang sama dengan manusia lainnya. Menyebut nama Nabi Muhammad saw dan Nabi Ibrahim a.s tanpa sayyidina terasa kurang sopan dan kurang menghargai kedudukan kedua orang Nabi besar tersebut.
Allah swt sering memanggil Nabi saw dengan julukan yang terhormat , misalnya wahai Rasul , wahai Nabi  dsb. 
يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ لا يَحْزُنْكَ الَّذِينَ يُسَارِعُونَ فِي الْكُفْرِ مِنَ الَّذِينَ قَالُوا آمَنَّا بِأَفْوَاهِهِمْ وَلَمْ تُؤْمِنْ قُلُوبُهُمْ
WAHAI RASUL, janganlah hendaknya kamu disedihkan oleh orang-orang yang bersegera (memperlihatkan) kekafirannya, yaitu di antara orang-orang yang mengatakan dengan mulut mereka: "Kami telah beriman", padahal hati mereka belum beriman
Al Qur’an surah Al Maidah ayat 41

يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنزلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ
WAHAI RASUL, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu.
Al Qur’an surah Al Maidah ayat 67

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكَ تَبْتَغِي مَرْضَاةَ أَزْوَاجِكَ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
WAHAI NABI, mengapa kamu mengharamkan apa yang telah Allah halalkan bagimu. Karena kamu mencari ridha (kesenangan) hati istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Al Qur’an surah At Tahrim ayat 1

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ حَسْبُكَ اللَّهُ وَمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ حَرِّضِ الْمُؤْمِنِينَ عَلَى الْقِتَالِ إِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ عِشْرُونَ صَابِرُونَ يَغْلِبُوا مِائَتَيْنِ وَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ مِئَةٌ يَغْلِبُوا أَلْفًا مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَفْقَهُونَ
WAHAI NABI, cukuplah Allah (menjadi Pelindung) bagimu dan bagi orang-orang mukmin yang mengikutimu.
WAHAI NABI, kobarkanlah semangat para mukmin itu untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang (yang sabar) di antaramu, mereka dapat mengalahkan seribu daripada orang-orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti.
Al Qur’an surah Al Anfal ayat 64-65

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِمَنْ فِي أَيْدِيكُمْ مِنَ الأسْرَى إِنْ يَعْلَمِ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمْ خَيْرًا يُؤْتِكُمْ خَيْرًا مِمَّا أُخِذَ مِنْكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
WAHAI NABI, katakanlah kepada tawanan-tawanan yang ada di tanganmu: "Jika Allah mengetahui ada kebaikan dalam hatimu, niscaya Dia akan memberikan kepadamu yang lebih baik dari apa yang telah diambil daripadamu dan Dia akan mengampuni kamu". Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
Al Qur’an surah Al Anfal ayat 70

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ
WAHAI NABI, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah neraka Jahanam. Dan itulah tempat kembali yang seburuk-buruknya.
Al Qur’an surah At Taubah  ayat 73

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لأزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ
WAHAI NABI katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.
Al Qur’an surah Al Ahzab ayat 59

PENJELASAN :
Berdasarkan kepada banyaknya ayat Al Qur’an tentang panggilan dari Allah kepada Rasulullah saw tidak dengan menggunakan namanya secara langsung , maka kelompok ini berpendapat bahwa : tidak selayaknya qaum Muslimin memanggil Nabinya dengan meyebut namanya secara langsung : MUHAMMAD.
Hendaknya dia memanggilnya dengan sebutan SAYYIDINA (TUANKU)

2. YANG TIDAK MEMAKAI SAYYIDINA KETIKA MENYEBUT NAMA MUHAMMAD DAN IBRAHIM DALAM SHALAT.
Artinya  : ketika membaca shalawat di dalam shalat , hendaknya membacanya dengan redaksi tanpa sayyidina . Yaitu langsung menyebut Rasulullah saw dengan namanya : MUHAMMAD
Alasannya :
Cara seperti ini adalah perintah langsung dari Rasulullah saw.
SEHINGGA ORANG YANG MENGUCAPKAN SHALAWAT DI DALAM SHALAT TANPA REDAKSI SAYYIDINA , ADALAH QAUM MUSLIMIN YANG TAAT KEPADA RASULULLAH SAW. 
Kelompok ini mengesampingkan aqalnya karena taat dan tunduk kepada perintah Rasulullah saw. 
Mengucapkan shalawat di dalam shalat tanpa sayyidina  , bukanlah kelompok  yang tidak menghormati Rasulullah saw . Bahkan inilah kelompok yang menghormati Rasulullah saw , karena sangat taat dan tunduk dengan apa yang diperintahkan oleh Rasulullah saw.
Didapati banyak hadits yang bersumber dari banyak shahabat dengan berbagai  sanad yang keseluruhannya derajatnya adalah shahih , bahwa Rasulullah saw mengajarkan kepada ummatnya agar menyebut namanya secara langsung (MUHAMMAD) , ketika membaca shalawat di dalam shalatnya.

(1) Bersumber dari Basyiir bin Sa’ad r.a
عَنْ أَبِى مَسْعُودٍ الأَنْصَارِىِّ قَالَ أَتَانَا رَسُولُ اللَّهِ
 –صلى الله عليه وسلم- وَنَحْنُ فِى مَجْلِسِ سَعْدِ بْنِ عُبَادَةَ فَقَالَ لَهُ بَشِيرُ بْنُ سَعْدٍ أَمَرَنَا اللَّهُ تَعَالَى أَنْ نُصَلِّىَ عَلَيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَكَيْفَ نُصَلِّى عَلَيْكَ قَالَ فَسَكَتَ رَسُولُ اللَّهِ –صلى الله عليه وسلم- حَتَّى تَمَنَّيْنَا أَنَّهُ لَمْ يَسْأَلْهُ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ –صلى الله عليه وسلم- قُولُوا :

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ فِى الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ. وَالسَّلاَمُ كَمَا قَدْ عَلِمْتُمْ 
Bersumber dari Abu Mas’ud al-Anshari r.a, dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendatangi kami sedangkan kami berada dalam majlis Sa’d bin Ubadah, maka 
Basyir bin Sa’ad r.a berkata kepadanya : ( Ya Rasulullah ) Allah memerintahkan kami untuk mengucapkan shalawat atasmu , lalu bagaimana cara bershalawat atasmu? ‘
Perawi berkata, “Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diam hingga kami berangan-angan alangkah baiknya jika dia tadi tidak menanyakannya kepada beliau saw. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “ Ucapkanlah :
ALLAHUMMA SHALLI ‘ALAA MUHAMMAD WA’ALAA AALI MUHAMMAD, 
KAMAA SHALLAITA ‘ALAA AALI IBRAHIIM  
WABAARIK ‘ALAA MUHAMMAD WA’ALAA AALI MUHAMMAD 
KAMAA BAARAKTA ‘ALAA AALI IBRAHIIM 
FIL’AALAMIINA INNAKA HAMIIDUM MAJIID 
( Ya Allah , limpahkanlah kesejahteraan kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau limpahkan kesejahteraan kepada keluarga Ibrahim.
Dan limpahkanlah keberkahan kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau limpahkan keberkahan kepada keluarga Ibrahim
Di alam semesta , sesungguhnya Engkau adalah Dzat Yang Maha  Terpuji lagi Maha Mulia )
Kemudian ucapkan salam sebagaimana yang telah kamu ketahui.”
Hadits shahih riwayat Muslim Kitabush Shalah bab(17) membaca shalawat Nabi saw setelah tasyahhud no 405.

(2). Bersumber dari Ka’ab bin ‘Ujrah r.a
عن كَعْب بْن عُجْرَةَ فَقَالَ أَلاَ أُهْدِى لَكَ هَدِيَّةً سَمِعْتُهَا مِنَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَقُلْتُ بَلَى ، فَأَهْدِهَا لِى . فَقَالَ سَأَلْنَا رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ الصَّلاَةُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الْبَيْتِ فَإِنَّ اللَّهَ قَدْ عَلَّمَنَا كَيْفَ نُسَلِّمُ . قَالَ « قُولُوا
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ ، اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ 
Bersumber dari Ka’ab bin ‘Ujrah r.a dia berkata :
Maukah engkau jika aku berikan kepadamu sesuatu pemberian ( hadits ) yang mana aku mendengarnya dari Nabi saw ?
Aku menjawab : Iya aku mau. Berikanlah kepadaku hadits tersebut.
Ka’ab bin ‘Ujrah berkata : Kami pernah bertanya kepada Rasulullah saw :
Ya Rasulullah , bagaimanakah caranya kami bershalawat kepada engkau ahlul bait
Karena sesungguhnya Allah telah mengajarkan kepada kami bagaimana kami mengucapkan salam (kepada engkau)
Beliau saw bersabda : Ucapkanlah oleh kalian :
ALLAHUMMA SHALLI ‘ALAA MUHAMMADIN WA ‘ALAA  AALI MUHAMMAD. 
KAMAA SHALLAITA ‘ALAA IBRAAHIIMA WA ‘ALAA  AALI IBRAAHIIM 
INNAKA HAMIIDUN MAJIID
ALLAHUMMA BAARIK ‘ALAA MUHAMMAD WA’ALAA  AALI  MUHAMMAD.
KAMAA BAARAKTA ‘ALAA IBRAAHIIMA WA ‘ALAA  AALI  IBRAAHIIM.
INNAKA HAMIIDUN MAJIID
( Ya Allah , limpahkanlah kesejahteraan kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau limpahkan kesejahteraan kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim.
Ya Allah, limpahkanlah keberkahan kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau limpahkan keberkahan kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim
Sesungguhnya Engkau adalah Dzat Yang Maha  Terpuji lagi Maha Mulia )
Hadits shahih riwayat Al Bukhari Kitabu Ahaaditsil Anbiyaa’ bab 10 no 3370
Muslim Kitabush Shalah bab 17 no 406

3. Bersumber dari Abu Humaid As Saa’idiy r.a
عَنْ عَمْرِو بْنِ سُلَيْمٍ أَخْبَرَنِى أَبُو حُمَيْدٍ السَّاعِدِىُّ أَنَّهُمْ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ نُصَلِّى عَلَيْكَ قَالَ قُولُوا
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ 
Bersumber dari ‘Amru bin Sulaim dia berkata : telah mengkhabarkan kepadaku Abu Humaid r.a , sesungguhnya mereka (para shahabat berkata) : Wahai Rasulullah , bagaimanakah cara kami mengucapkan shalawat atas engkau ?
Beliau saw menjawab : Ucapkanlah :
ALLAHUMMA SHALLI ‘ALAA MUHAMMADIN WA ‘ALAA AZWAAJIHI WADZURRIYYATIHI KAMAA SHALLAITA ‘ALAA AALI IBRAAHIIM.
WA BAARIK ‘ALAA MUHAMMADIN WA ‘ALAA AZWAAJIHI WADZURRIYYATIHI KAMAA BAARAKTA ‘ALAA  AALI IBRAAHIIM. 
INNAKA HAMIIDUN MAJIID
( Ya Allah , limpahkanlah kesejahteraan kepada Muhammad dan kepada para istrinya serta keturunannya sebagaimana Engkau limpahkan kesejahteraan kepada keluarga Ibrahim.
Dan limpahkanlah keberkahan kepada Muhammad dan kepada para istrinya serta keturunannya , sebagaimana Engkau limpahkan keberkahan kepada keluarga Ibrahim
Sesungguhnya Engkau adalah Dzat Yang Maha  Terpuji lagi Maha Mulia )
Hadits shahih riwayat Muslim Kitabush Shalah bab 17 no 407

(4). Bersumber dari Abu Sa’id Al  Khudri r.a
عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ قَالَ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا السَّلاَمُ عَلَيْكَ ، فَكَيْفَ نُصَلِّى قَالَ « قُولُوا
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرَسُولِكَ ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَآلِ إِبْرَاهِيمَ 
Bersumber dari Abu Sa’id Al Khudri r.a dia berkata : Kami berkata : Wahai Rasulullah,
Ini adalah ucapan salam kepadamu. Bagaimanakah caranya kami mengucapkan shalawat kepada engkau ?
Beliau saw menjawab : Ucapkanlah oleh kalian :
ALLAHUMMA SHALLI ‘ALAA MUHAMMADIN ‘ABDIKA WA RASUULIKA.
KAMAA SHALLAITA ‘ALAA IBRAAHIIM.
WABAARIK ‘ALAA MUHAMMADIN WA ‘ALAA  AALI MUHAMMAD.
KAMAA BAARAKTA ‘ALAA IBRAAHIMA WA AALI IBRAAHIIM
( Ya Allah , limpahkanlah kesejahteraan kepada Muhammad sebagaimana Engkau limpahkan kesejahteraan kepada Ibrahim.
Dan limpahkanlah keberkahan kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau limpahkan keberkahan kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim )
Hadits shahih riwayat Al Bukhari Kitabud Da’awaat bab 32 no 6358

(5). Bersumber dari Abu Hurairah r.a
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قُلْنَا يَا رَسُوْلَ الله كَيْفَ نُصَلِّي عَلَيْكَ قَالَ قُوْلُوا 
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَ آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ 
Bersumber dari Abu Hurairah r.a dia berkata : Kami bertanya : Wahai Rasulullah bagamanakah caranya kami bershalawat kepada engkau ?
Rasulullah saw bersabda : Ucapkanlah :
ALLAHUMMA SHALLI ‘ALAA MUHAMMAD WA’ALAA AALI MUHAMMAD, 
WABAARIK ‘ALAA MUHAMMAD WA’ALAA AALI MUHAMMAD 
KAMAA SHALLAITA ‘ALAA  IBRAAHIMA WA AALI IBRAHIIM
INNAKA HAMIIDUM MAJIID 
( Ya Allah , limpahkanlah kesejahteraan kepada Muhammad dan keluarga Muhammad Dan limpahkanlah keberkahan kepada Muhammad dan keluarga Muhammad Sebagaimana Engkau limpahkan kesejahteraan kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim
Sesungguhnya Engkau adalah Dzat Yang Maha  Terpuji lagi Maha Mulia )
Hadits riwayat Nasai dalam As Sunanul Kubra Kitab ‘Amalul Yaum Wal Lailah bab 14 no 9875
Sanadnya dinilai shahih oleh Syaikh Al Albani (Shifat shalat Nabi jilid 3 halaman 927 )

6. Bersumber dari Abu Mas’ud ‘Uqbah bin Amru r.a
عَنْ أَبِى مَسْعُودٍ عُقْبَةَ بْنِ عَمْرٍو قَالَ أَقْبَلَ رَجُلٌ حَتَّى جَلَسَ بَيْنَ يَدَىْ رَسُولِ اللَّهِ –صلى الله عليه وسلم- وَنَحْنُ عِنْدَهُ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَمَّا السَّلاَمُ عَلَيْكَ فَقَدْ عَرَفْنَاهُ فَكَيْفَ نُصَلِّى عَلَيْكَ إِذَا نَحْنُ صَلَّيْنَا فِى صَلاَتِنَا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْكَ قَالَ فَصَمَتَ رَسُولُ اللَّهِ –صلى الله عليه وسلم- حَتَّى أَحْبَبْنَا أَنَّ الرَّجُلَ لَمْ يَسْأَلْهُ ثُمَّ قَالَ « إِذَا أَنْتُمْ صَلَّيْتُمْ عَلَىَّ فَقُولُوا

اللَّهُمَّ صَلِّى عَلَى مُحَمَّدٍ النَّبِىِّ الأُمِّىِّ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَآلِ إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ النَّبِىِّ الأُمِّىِّ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
تعليق شعيب الأرنؤوط : حديث صحيح
قال الأعظمي : إسناده حسن
Bersumber dari Abi Mas’ud ‘Uqbah bin ‘Amr r.a , dia berkata : Seorang laki laki datang, kemudian duduk didepan Rasulullah saw , dan ketika itu kami berada disana. Laki laki itu berkata : Ya Rasulullah saw, tentang mengucap salam kepada engkau, kami sudah mengetahuinya, akan tetapi bagaimana caranya kami mengucapkan shalawat kepada engkau didalam shalat kami ? 
Maka Rasulullah saw diam, sehingga kami merasa , alangkah baiknya kalau laki laki itu tidak melontarkan pertanyaan kepada Rasulullah saw.
Kemudian Rasulullah saw bersabda : Jika kalian bershalawat atasku, ucapkanlah : 
Allahumma shalli alaa Muhammadin Nabiyyil ummiyyi wa ‘alaa aali Muhammad. Kamaa shallaita ‘alaa Ibrahim wa aali Ibrahim, 
Wa baarik ‘alaa Muhammadin Nabiyyil ummiyyi 
Kamaa baarakta ‘alaa Ibrahim wa ‘alaa aali Ibrahim 
Innaka Hamiidum Majiid
( Ya Allah , limpahkanlah kesejahteraan kepada Muhammad , Nabi yang Ummi dan keluarga Muhammad 
Sebagaimana Engkau limpahkan kesejahteraan kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim.
Dan limpahkanlah keberkahan kepada Muhammad , Nabi yang Ummi 
Sebagaimana Engkau limpahkan keberkahan kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim
Sesungguhnya Engkau adalah Dzat Yang Maha  Terpuji lagi Maha Mulia )
Hadits shahih riwayat Ahmad 4/119 no 16624 ( ini adalah lafadznya )
Ibnu Khuzaimah Kitabush Shalah bab ash shalaati alan Nabi saw fit tasyahhudi no 711, Syaikh Al A’dhomi berkata: sanadnya hasan, 
Ibnu Hibban Kitabush Shalah bab Shifat Shalah no 1959

PENJELASAN :
Dalam hadits ini dijelaskan bahwa ada orang yang tidak mengerti tentang tatacara membaca shalawat di dalam shalat , maka Rasulullah saw mengajarkannya kepadanya.
Maka bacaan ini menjadi ketetapan yang tidak boleh seorangpun dari qaum Muslimin yang mengingkarinya. Karena Rasulullah saw telah memerintahkan kepadanya agar membaca shalawat sebagaimana yang disebutkan di dalam hadits tersebut : yaitu tanpa sayyidina

BANTAHAN :
Kalimat shalawat yang diajarkan oleh Rasulullah saw kepada ummatnya untuk dibaca di dalam shalat , memang tidak ada tambahan sayyidina. Tetapi yang benar adalah menggunakan sayyidina. Bukan tanpa sayyidina.

Apa sebabnya ?
Pertimbangan aqal. 
Tidak mungkin Rasulullah saw mengajarkan kepada ummatnya suatu kalimat yang berissi pengagungan kepada diri Rasulullah saw.

Tidak mungkin Rasulullah saw mengajarkan kepada ummatnya : sebutlah dalam do’a shalawat kalian namaku dengan menggunakan sayyidina (tuanku).
Rasulullah saw adalah Nabi yang rendah hati dan tidak sombong.
Maka diajarkanlah kalimat shalawat kepada kita tanpa sayyidina.
Justru kita yang harus mengerti keadaan ini , dan mesti menambahkan kalimat sayyidina.

JAWAB :
Rasulullah saw adalah utusan Allah.
Bacaan shalawat yang diajarkan oleh Rasulullah saw kepada ummatnya adalah wahyu dari Allah yang diwahyukan kepadanya.
Beliau saw adalah seorang Nabi  yang benar perkataannya dan sangat menjalankan amanah. Nabi Muhammad saw tidak akan pernah berkhianat akan suatu kebenaran yang harus disampaikan kepada ummatnya.

Perkataan “  tetapi yang benar adalah menggunakan sayyidina , hanya saja rasulullah saw menyampaikannya tanpa sayyidina karena sikap tawadhu’nya “  : MAKA SEAKAN MENUDUH NABI SAW TIDAK AMANAH.

Seakan Nabi  dalam menjalankan tugas pembimbingan kepada ummatnya dipengaruhi perasaannya. Sehingga apa yang diajarkan oleh Allah untuk disampaikan kepada ummatnya , tidak disampaikannya secara utuh sebagaimana yang diperintahkan Allah swt kepadanya.

Ini tidak mungkin terjadi. Allah swt telah menyampaikan berulangkali di dalam Al Qur’an bahwa Rasulullah saw adalah utusan Allah yang benar perkataannya dan jujur dalam penyampaiannya :

وَالنَّجْمِ إِذَا هَوَى (1) مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمْ وَمَا غَوَى (2) وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى(3) إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى (4)
Demi bintang ketika terbenam,
Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru,
Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya.
UCAPANNYA ITU TIADA LAIN HANYALAH WAHYU YANG DIWAHYUKAN (KEPADANYA),
Al Qur’an surah An Najm ayat 1-4

قُلْ لا أَقُولُ لَكُمْ عِنْدِي خَزَائِنُ اللَّهِ وَلا أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلا أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ إِنْ أَتَّبِعُ إِلا مَا يُوحَى إِلَيَّ
Katakanlah: "Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang gaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. AKU TIDAK MENGIKUTI KECUALI APA YANG DIWAHYUKAN KEPADAKU
Al Qur’an surah Al An’am ayat 50

قُلْ إِنَّمَا أَتَّبِعُ مَا يُوحَى إِلَيَّ مِنْ رَبِّي 
Dan apabila kamu tidak membawa suatu ayat Al Qur'an kepada mereka, mereka berkata: "Mengapa tidak kamu buat sendiri ayat itu?" Katakanlah: "SESUNGGUHNYA AKU HANYA MENGIKUT APA YANG DIWAHYUKAN DARI TUHANKU KEPADAKU. Al Qur'an ini adalah bukti-bukti yang nyata dari Tuhanmu, petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.
Al Qur’an surah Al A’raf ayat 203

قُلْ مَا كُنْتُ بِدْعًا مِنَ الرُّسُلِ وَمَا أَدْرِي مَا يُفْعَلُ بِي وَلَا بِكُمْ إِنْ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَى إِلَيَّ وَمَا أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ مُبِينٌ
Katakanlah: "Aku bukanlah rasul yang pertama di antara rasul-rasul dan aku tidak mengetahui apa yang akan diperbuat terhadapku dan tidak (pula) terhadapmu. AKU TIDAK LAIN HANYALAH MENGIKUTI APA YANG DIWAHYUKAN KEPADAKU dan aku tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan yang menjelaskan".
Al Qur’an surah Al Ahqaf ayat 9

TAMBAHAN :
Untuk menguatkan, kelompok ini mengutip beberapa hadits tentang cara Malaikat Jibril memanggil Nabi saw  dengan langsung menyebut namanya (MUHAMMAD) :
(1) Hadits Abu Sa’id r.a
عَنْ أَبِى سَعِيدٍ أَنَّ جِبْرِيلَ أَتَى النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ يَا مُحَمَّدُ اشْتَكَيْتَ فَقَالَ « نَعَمْ ». قَالَ بِاسْمِ اللَّهِ أَرْقِيكَ مِنْ كُلِّ شَىْءٍ يُؤْذِيكَ مِنْ شَرِّ كُلِّ نَفْسٍ أَوْ عَيْنِ حَاسِدٍ اللَّهُ يَشْفِيكَ بِاسْمِ اللَّهِ أَرْقِيكَ
Bersumber dari Abu Sa’id r.a , bahwasanya Jibril mendatangi Nabi saw kemudian berkata : WAHAI MUHAMMAD apakah engkau menderita sakit ?
Rasulullah saw menjawab : iya.
Jibril mengucapkan :
BISMILLAH ARQIIKA
MIN KULLI SYAI-IN YU’DZIIKA
WAMIN SYARRI KULLI NAFSIN AU ‘AININ HAASIDIN
ALLAHU YASYFIIKA
BISMILLAHI ARQIIKA
Dengan menyebut nama Allah, aku meruqyahmu
Dari segala sesuatu yang menyakitimu
Dan dari kejahatan setiap jiwa atau mata orang yang dengki. 
Mudah mudahan Allah menyembuhkanmu. 
Dengan menyebut nama Allah aku meruqyahmu
Hadits shahih riwayat Muslim Kitabus Salam bab 16 no 2186
Ibnu Majah Kitabuth Thib bab 36 no 3523 
Tirmidzi  Kitabul Janaaiz bab 4 no 972 

(2) Hadits Thalhah r.a
أَخْبَرَنَا إِسْحَقُ بْنُ مَنْصُورٍ الْكَوْسَجُ قَالَ أَنْبَأَنَا عَفَّانُ قَالَ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ قَالَ حَدَّثَنَا ثَابِتٌ قَالَ قَدِمَ عَلَيْنَا سُلَيْمَانُ مَوْلَى الْحَسَنِ ابْنِ عَلِيٍّ زَمَنَ الْحَجَّاجِ فَحَدَّثَنَا عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي طَلْحَةَ عَنْ أَبِيهِ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَاءَ ذَاتَ يَوْمٍ وَالْبُشْرَى فِي وَجْهِهِ فَقُلْنَا إِنَّا لَنَرَى الْبُشْرَى فِي وَجْهِكَ فَقَالَ إِنَّهُ أَتَانِي الْمَلَكُ فَقَالَ يَا مُحَمَّدُ إِنَّ رَبَّكَ يَقُولُ أَمَا يُرْضِيكَ أَنَّهُ لَا يُصَلِّي عَلَيْكَ أَحَدٌ إِلَّا صَلَّيْتُ عَلَيْهِ عَشْرًا وَلَا يُسَلِّمُ عَلَيْكَ أَحَدٌ إِلَّا سَلَّمْتُ عَلَيْهِ عَشْرًا 
قال الشيخ الألباني : حسن
تعليق شعيب الأرنؤوط : حديث حسن لغيره وهذا إسناد ضعيف
Bersumber dari Abu Thalhah r.a , bahwasanya pada suatu hari Rasulullah saw datang dengan wajah yang berseri seri. Maka kami bertanya : Sesungguhnya kami melihat wajahmu berseri seri
Maka Rasulullah saw menjawab : Sesungguhnya Malaikat mendatangiku kemudian berkata : WAHAI MUHAMMAD ! Sesungguhnya Tuhanmu berfirman : 
Tidakkah menjadikanmu engkau ridha (senang) jika ada seseorang mengucapkan shalawat kepadamu , melainkan Aku membalasnya dengan 10 shalawat
Dan tidak ada seorangpun yang mengucapkan salam kepadamu melainkan Aku membalasnya dengan 10 salam  
Hadits hasan riwayat Nasai  Kitabush Sahwi bab 47 no 1283
Ahmad 4/29

PENJELASAN :
Hadits ini dikutipkan hanya untuk tambahan saja. Seandainya tanpa hadits inipun , shalawat atas Nabi saw di dalam shalat harus diucapkan sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah saw , yaitu tidak pakai sayyidina. Karena Allah  telah memerintahkan qaum Muslimin untuk mengikuti apapun yang diajarkan oleh Rasulullah saw. 
Jika ilmu tentang hal ini telah sampai kepadanya tetapi dia mengingkarinya , maka dia sangat tercela. Qaum Muslimin yang dalam perkara ibadahnya lebih memilih cara lain dan meninggalkan ajaran Nabi saw sangat dicela dalam Islam.
Allah swt berfirman :
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَ لاً مُبِينًا
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukminat, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.
Al Qur’an surah ayat Al Ahzab ayat 36.

IMAM IBNU KATSIR BERKATA :
Ayat ini mengandung makna yang umum, mencakup semua urusan.
Bahwa apabila Allah dan Rasul-Nya telah memutuskan suatu perkara maka tidak seorangpun diperkenankan menyelisihinya dan tidak boleh ada pilihan lain atau pendapat lain atau ucapan lain, selain dari yang telah ditetapkan itu.
LIHAT : Kitab Tafsir Ibnu Katsir jilid 3 halaman 457 pada surah Al Ahzab ayat 36

Nabi saw juga menerangkan tentang kewajiban orang beriman terhadap ajaran dari Nabinya saw:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ رضي الله عنهما قال : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم: لا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُونَ هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا جِئْتُ بِهِ
Bersumber dari Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash r.a dia berkata : Rasulullah saw bersabda: Seseorang diantara kalian tidak beriman, sehingga hawa nafsunya tunduk mengikuti kepada apa yang aku bawa.

IMAM AL HAFIDH IBNU HAJAR AL ‘ASQALAANIY BERKATA : Hadits ini diriwayatkan oleh Al Hasan bin Sufyan dan lainnya dengan rawi rawi yang tsiqah dan dinilai shahih oleh imam Nawawi dalam bab yang akhir dari Kitab Al Arba’in.

Tetapi sanad hadits ini dinilai dha’if oleh Syaikh Al Albani.
Beliau berkata : Di dalam sanadnya ada rawi Nu’aim bin Hammaad. Sedangkan dia adalah rawi yang dha’if

LIHAT : Kitab Misykaatul Mashaabih jilid 1 halaman 59 Kitabul Iman bab 5 no 167
Wallahu A’lam.


SELANJUTNYA AL HAFIDH IBNU HAJAR BERKATA : Didapati adanya hadits yang diriwayatkan oleh imam Al Baihaqi dari jalan Asy Sya’biy dari ‘Amr bin Hariits dari Umar r.a dia berkata : Berhati hatilah kalian terhadap ash-haabur ra’yi (yaitu orang yang suka menyandarkan segala sesuatu kepada pendapat), karena mereka adalah musuh musuh sunnah. Mereka tidak mampu menghafal hadits. Maka mereka berkata berdasarkan pendapat. Sehingga mereka sesat dan menyesatkan.
IMAM AL HAFIDH IBNU HAJAR BERKATA : Dhahirnya kalimat ini dimaksudkan untuk mereka yang berkata berdasarkan pendapat padahal nash dari hadits tentang hal itu sudah ada.Hal itu disebabkan lalainya mereka dalam mencari hadits, sehingga mereka patut dicela.
Dan lebih dicela lagi apabila seseorang telah mengetahui nash dari hadits kemudian dia mengamalkan sesuatu yang  justru menyelisihi hadits itu berdasarkan pendapat.
Lalu dia membebani dirinya untuk menolak nash (hadits) itu dengan berusaha melakukan takwil (tafsiran) atas hadits tersebut.
Kesimpulannya : Berpegang dengan pendapat hanya dilakukan ketika tidak ada nash (dalil).
Inilah yang diisyaratkan oleh imam Asy Syafi’i sebagaimana yang diriwayatkan oleh imam Al Baihaqi dengan sanad yang shahih sampai kepada  imam Ahmad bin Hanbal , yang mana dia berkata : 
AKU MENDENGAR (IMAM) ASY SYAFI’I BERKATA : Qiyas dilakukan hanya dalam keadaan darurat. Bersamaan dengan itu , orang yang beramal dengan berdasarkan pendapat, tidak boleh berkeyaqinan bahwa dia telah melakukan maksud sebenarnya dari hukum. Akan tetapi yang dilakukannya adalah mengerahkan kemampuannya dalam rangka berijtihad untuk mendapatkan pahala sekalipun dia keliru.
AL HAFIDH IBNU HAJAR BERKATA : Imam Al Baihaqi meriwayatkan dalam kitab Al Madkhal dan Ibnu Abdil Barr dalam kitab Bayaan Al ‘Ilmi yang bersumber dari sejumlah Tabi’in seperti AL HASAN , IBNU SIRIIN , SYURAIH, ASY SYA’BI DAN AN NAKHA’IY dengan sanad yang  jayyid tentang celaan mereka kepada yang berkata berdasarkan pendapat.
LIHAT :  Kitab Fat-hul Baari , syarah terhadap Kitab Shahih Al Bukhari jilid 16 halaman 358 , Kitabul I’tishami bil Kitabi was Sunnah bab 7 no 7308 

DARI SAYA :
Hadits serta perkataan dari para imam di atas menjelaskan bahwa 
1. Umat Islam harus beramal berdasarkan tuntunan Rasulullah saw.
2. Jika dalam suatu keadaan dia harus melakukan sesuatu, sedangkan dalil dari hadits tidak ada, maka dia dibenarkan berijtihad dengan tujuan untuk mendapatkan pahala dari Allah swt. Bukan berniat menetapkan hukum berdasarkan pendapatnya.
3. Umat Islam tidak dibenarkan menolak hadits, karena hadits tersebut tidak sesuai dengan kesukaannya. Orang seperti ini dicela di dalam Islam. Dan dia lebih dicela lagi apabila dia lebih memilih pendapat dibanding nash (dalil) yang sudah ada.

Selanjutnya didapati ancaman terhadap orang yang suka menyalahi ajaran dari Nabi saw :
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih.
Al Qur’an surah ayat An Nur ayat 63

YANG SAYA PILIH : 
Shalawat di dalam shalat adalah tanpa sayyidina.
Cara shalawat TANPA SAYYIDINA seperti ini merupakan ajaran dari Nabi Muhammad saw , dan diamalkan oleh semua shahabatnya. Tidak didapati satupun hadits yang berasal dari Nabi saw yang menunjukkan bahwa shalawat di dalam shalat menggunakan redaksi SAYYIDINA.
Saya meninggalkan shalawat dalam shalat yang pakai sayyidina , karena cara seperti ini adalah pendapat daris ebagian umat Islam. Saya meninggalkan pendapat ini karena hadits Nabi saw yang mengajarkan shalawat tidak pakai sayyidina sudah ada , dan jumlah haditsnya banyak.

Dengan bahasa yang mudah :
*  Shalawat dalam shalat yang tidak pakai sayyidina pasti benar , karena sumbernya merupakan perintah dari Nabi saw.
*  Shalawat dalam shalat yang pakai sayyidina , bisa benar dan bisa salah , karena sumbernya adalah pendapat manusia (bukan Nabi saw).
Maka saya merasa lebih selamat memilih yang pasti benar.

Wallahu A’lam.
Oleh : Ustadz Mubarak Abdul Rahim

TENTANG HIJRAH MENANTI