Sabtu, 29 Oktober 2016

BERSENTUHAN ANTARA SUAMI DAN ISTRI DALAM KEADAAN BERWUDHU

13.57

Foto : Dokumentasi Pernikahan , Lokasi Museum Pontianak

BERSENTUHAN ANTARA LAKI LAKI DENGAN PEREMPUAN
Masalah ini diperselisihkan umat Islam :

A.) BERSENTUHAN LAKI DAN PEREMPUAN MEMBATALKAN WUDHU

Ini adalah penafsiran shahabat Ibnu Mas’ud r.a
Dan merupakan pendapat imam Asy Syafi’i

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu
Al Qur’an surah Al Maidah ayat 6

PENJELASAN 
Kalimat أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ   (atau bersentuh dengan wanita) diartikan dengan bersentuhan betul betul. Yaitu bersentuhan kulit dengan kulit pada bagian tubuh yang manapun.

Dalam ayat ini disampaikan  bahwa jika akan shalat kemudian bersentuh dengan wanita sedangkan air tidak ada , maka wajib atasnya bertayammum.

Kita tahu bahwa tayammum adalah pengganti wudhu,
Maka seakan perintahnya : jika bersentuh dengan wanita kemudian akan mengerjakan shalat maka hendaknya berwudhu’

Berarti bersentuh laki dan wanita membatalkan wudhu’

B) BERSENTUHAN ANTARA LAKI LAKI DAN PEREMPUAN TIDAK MEMBATALKAN WUDHU

Ini adalah penafsiran shahabat Ibnu Abbas r.a

Dan merupakan pendapat Imam Al Hasan Al Bashri , Thawus,Atha’, Imam Hanafi , imam Malik, Imam Ahmad bin Hanbal 
Dan yang dipilih oleh Syaikh Al Albani , Syaikh Al ‘Utsaiman dll 

ALASAANNYA
Nabi saw adalah manusia yang paling faham tentang makna Al Qur’an.
Karena salah satu tugas beliau saw adalah menjelaskan makna Al Qur’an kepada manusia 
maka kita harus mendahulukan pemahaman Nabi saw dalam menafsirkan Al Qur’an.

Tentang surah Al Maidah ayat 6 : 

Nabi saw memahami bahwa kalimat : AU LAAMASTUMUN NISAA’  :  Tidak diartikan dengan bersentuh biasa.
Karena Nabi saw menyentuh istrinya dan tidak membatalkan wudhu’nya.

عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - أَنَّهَا قَالَتْ كُنْتُ أَنَامُ بَيْنَ يَدَىْ رَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - وَرِجْلاَىَ فِى قِبْلَتِهِ ، فَإِذَا سَجَدَ غَمَزَنِى ، فَقَبَضْتُ رِجْلَىَّ ، فَإِذَا قَامَ بَسَطْتُهُمَا . قَالَتْ وَالْبُيُوتُ يَوْمَئِذٍ لَيْسَ فِيهَا مَصَابِيحُ

Bersumber dari Aisyah r.a , istri Nabi saw ,dia berkata : 
Aku pernah tidur di depan Nabi saw dan kakiku berada di arah Qiblatnya. Jika akan sujud beliau saw menyentuhku dengan tangannya , maka akupun menarik kakiku. Dan jika beliau saw berdiri maka aku meluruskan kembali kakiku.
Aisyah r.a berkata : Pada waktu itu rumah rumah tidak ada lampunya
Hadits shahih riwayat Al Bukhari Kitabush Shalah bab 22 no 382( ini adalah lafadznya )
Muslim Kitabush Shalah bab 51 no 512

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ فَقَدْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لَيْلَةً مِنَ الْفِرَاشِ فَالْتَمَسْتُهُ فَوَقَعَتْ يَدِى عَلَى بَطْنِ قَدَمَيْهِ وَهُوَ فِى الْمَسْجِدِ وَهُمَا مَنْصُوبَتَانِ

Bersumber dari Aisyah r.a , dia berkata : Pada suatu malam aku kehilangan Rasulullah saw. Lalu aku mencarinya. Kemudian tanganku menyentuh dua telapak kaki Nabi saw, sedangkan beliau saw berada di dalam masjid dan kedua kakinya dalam keadaan tegak 
( dalam keadaan sujud ) 
Hadits shahih riwayat Muslim Kitabush Shalah bab 42 no 482 ( Ini adalah lafadznya )
Abu Dawud Kitabush Shalah bab 154 no 879
Ahmad 6/201 no. 25127

عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَبَّلَ بَعْضَ نِسَائِهِ ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الصَّلاَةِ وَلَمْ يَتَوَضَّأْ. قَالَ عُرْوَةُ قُلْتُ لَهَا مَنْ هِىَ إِلاَّ أَنْتِ قَالَ فَضَحِكَتْ
قال الشيخ الألباني : صحيح
تعليق شعيب الأرنؤوط : إسناده صحيح رجاله ثقات رجال الشيخين وحبيب بن أبي ثابت متابع

Bersumber dari ‘Urwah bin Az Zubair dari Aisyah r.a , sesungguhnya Rasulullah saw mencium salah seorang dari istrinya kemudian mengerjakan shalat dengan tidak berwudhu’ lagi.
Urwah berkata : Aku berkata kepada Aisyah r.a : siapa lagi yang dicium kalau bukan anda ? Lalu Aisyah r.a tertawa.
Hadits riwayat Ahmad 6/210 no. 25238 (sanadnya dinilai shahih oleh Syaikh Al Arnauth)
Ibnu majah Kitabuth Thaharah bab 69 no 502 ( Dinilai shahih oleh Syaikh Al Albani )
Hadits riwayat Tirmidzi Kitabuth Thaharah bab 63 no 86 (Dinilai shahih oleh Syaikh Al Albani).

Tetapi imam Al Bukhari menilai sanad hadits ini adalah dha’if karena terputus sanadnya , Habib bin Abi Tsabit tidak mendengar dari ‘Urwah

PENAFSIRAN SHAHABAT IBNU ABBAS R.A TERHADAP SURAH AL MAIDAH AYAT 6 :

عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ قَالَ : ذَكَرُوا اللَّمْسَ فَقَالَ نَاسٌ مِنْ الْمَوَالِي لَيْسَ بِالْجِمَاعِ ، وَقَالَ نَاسٌ مِنْ الْعَرَبِ اللَّمْسُ الْجِمَاعُ ، قَالَ فَلَقِيت اِبْنَ عَبَّاسٍ فَقُلْت لَهُ إِنَّ نَاسًا مِنْ الْمَوَالِي وَالْعَرَبِ اِخْتَلَفُوا فِي اللَّمْسِ فَقَالَتْ الْمَوَالِي لَيْسَ بِالْجِمَاعِ وَقَالَتْ الْعَرَبُ الْجِمَاعَ ، قَالَ فَمِنْ أَيِّ الْفَرِيقَيْنِ كُنْت قُلْت كُنْت مِنْ الْمَوَالِي ، قَالَ غَلَبَ فَرِيقُ الْمَوَالِي إِنَّ اللَّمْسَ وَالْمَسَّ وَالْمُبَاشَرَةَ الْجِمَاعُ ، وَلَكِنَّ اللَّهَ يَكُنِّي مَا شَاءَ بِمَا شَاءَ

Bersumber dari dari Sa’id bin Jubair , dia berkata :

Orang orang membicarakan tentang kata “AL LAMS” ( dalam surah Al Maidah ayat 6 )
Orang dari Al Mawali berkata : AL LAMS artinya bukan jima’ ( bersetubuh )
Orang dari Al ‘Arab berkata : AL LAMS artinya jima’ ( bersetubuh )
Maka aku datang kepada Ibnu Abbas r.a , lalu aku berkata : Orang dari Al Mawali dan Al Arab berselisih pendapat tentang kata AL LAMS.
Al mawali berkata : Bukan jima’
Al Arab berkata : bahwa artinya jima’
Ibnu Abbas r.a bertanya kepadaku : dari 2 pendapat ini kamu pilih yang mana ?
Aku menjawab : Aku pilih Al Mawali
Ibnu Abbas r.a berkata : Al Mawali kalah.
Sesungguhnya kata AL MAS , dan AL LAMS dan kata AL MUBAASYARAH, semuanya bermakna jima’
Tetapi Allah memberi sebutan terhadap sesuatu sesuai dengan dengan yang Dia kehendaki
(Tafsir At Thabari no 9581 dan 9583) 

Tafsiran Ibnu Abbas r.a terhadap surah Al Maidah ayat 6 ini sepatutnya lebih didahulukan daripada tafsiran selain dia. Selain Ibnu Abbas r.a adalah seorang shahabat yang dekat dengan Nabi saw, ternyata penafsiran Ibnu Abbas juga cocok dengan perilaku Nabi saw , yang mana beliau saw tidak membatalkan shalatnya ketika menyentuh istrinya dengan sengaja ( hadits shahih riwayat Al Bukhari no 382 dan Muslim no 512 )

Hal ini diperkuat dengan urutan kalimat yang ada pada surah Al Maidah ayat 6 tersebut :

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah”

Ini merupakan cara bersuci dengan menggunakan air akibat dari hadats kecil

Lalu Allah berfirman : “dan jika kamu junub maka mandilah”

Ini merupakan cara bersuci dengan menggunakan air karena hadats besar

Lalu Allah berfirman :

“dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah”

Ini merupakan cara bersuci dari dua macam sebab : Sebab yang kecil dan sebab yang besar (Tayammum adalah bersuci dari hadats kecil maupun hadats besar, sebagai pengganti wudhu dan mandi )

Kembali dari tempat buang air (kakus) : Sebab yang kecil ( hadats kecil )
Menyentuh perempuan (bersetubuh) : Sebab yang besar ( hadats besar )

KESIMPULAN
Bersentuh dengan wanita tidak membatalkan wudhu’ karena ma’na AULAAMASTUMUN NISAA’ diartikan dengan bersetubuh ( jima’), bukan bersentuhan biasa.

Dhahirnya, Imam Syafi’i dalam menetapkan batal berwudhu karena bersentuh laki dan perempuan adalah didasarkan kepada kehati hatian. Ini nampak dari kalimat beliau :

“ Seandainya hadits Ma’bad bin Nabatah (tentang Nabi mencium istrinya) itu tsabit
( telah ditetapkan kebenarannya = shahih ), maka aku akan berpendapat bahwa ciuman dan sentuhan itu tidak membatalkan wudhu’

( Dikutip oleh Al Hafidz Ibnu Hajar dalam At Talkhish halaman 44.)

Lihat :  Shahih Fiqih Sunnah jilid 1 halaman 140

Wallahu A’lam.


C) BERSENTUHAN ANTARA LAKI LAKI DAN WANITA TIDAK MEMBATALKAN WUDHU JIKA TIDAK DISERTAI SYAHWAT . JIKA DISERTAI SYAHWAT MAKA BATAL WUDHUNYA

Ini adalah pendapat imam Malik dan yang sefaham dengannya 
Dalilnya : tidak ada
SELESAI.

Wallahu A’lam
Oleh : Ustadz Mubarak Abdul rahim

KAPAN TAYAMMUM, TAYAMMUM DENGAN BATU SERTA BERWUDHU DENGAN AIR YANG DISEMPROTKAN

13.57

1. Kapan dibolehkan tayammum ?
2. Tayammum dengan batu ?
3. Berwudhu dengan air yang disemprotkan.

PEMBAHASAN 

1. KAPAN DIBOLEHKAN TAYAMMUM ?

A) KETIKA DALAM KEADAAN SAKIT YANG TIDAK DAPAT MENGGUNAKAN AIR
B) KETIKA DALAM PERJALANAN YANG SULIT UNTUK MENGGUNAKAN AIR , ATAU AIR SANGAT TERBATAS (HANYA UNTUK DIMINUM)
C) . KETIKA AIR TIDAK ADA.
D). KETIKA BERADA DALAM CUACA DINGIN YANG EKSTRIM , YANG MEMBAHAYAKAN DIRI JIKA MENGGUNAKAN AIR.

وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا

Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu TIDAK MENDAPATI AIR, maka bertayamumlah dengan debu yang baik (bersih)
Al Qur’an surah Al Maaidah : 6

PENJELASAN 
Tayammum adalah cara bersuci dari hadats sebagai pengganti wudhu’ dan mandi.

Tayammum adalah rukhshah (keringanan) dari agama untuk beberapa kelompok :

A.  ORANG YANG  DALAM KEADAAN SAKIT YANG TIDAK DAPAT MENGGUNAKAN AIR UNTUK BERSUCI. 

Yaitu karena rasa sakitnya jika terkena air , atau jika dalam keadaan jika menggunakan air dapat membahayakan dirinya. 

B.  ORANG YANG SEDANG DALAM PERJALANAN 
yang sulit untuk menggunakan air untuk bersuci. Misalnya bekal air yang terbatas (hanya untuk minum). Atau karena kesulitan lainnya , semisal dalam kendaraan umum yang tidak bisa berhenti untuk berwudhu’, Atau sebab lainnya.

C.  ORANG YANG TIDAK SAKIT DAN TIDAK DALAM PERJALANAN , TETAPI TIDAK MENDAPATI AIR UNTUK BERWUDHU’

Yang termasuk dalam kelompok ini adalah :

1) Orang yang tidak mendapati air betul betul.

2) Air ada , tetapi sulit untuk mendapatkannya.

Misalnya : harus turun ke jurang yang dalam. Sedangkan orang yang biasa membantu untuk mengambilkannya sedang berhalangan.

Atau airnya berada tidak jauh darinya dan tidak sulit untuk mendapatkannya , tetapi ada binatang buas yang berada di sekitarnya .

Orang yang tidak dapat menggunakan air walaupun airnya ada , karena sulit untuk mengambilnya atau membahayakan diri jika dipaksa untuk mengambilnya.

D). KETIKA BERADA DALAM CUACA DINGIN YANG EKSTRIM , YANG MEMBAHAYAKAN DIRI JIKA MENGGUNAKAN AIR.

عَنْ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّهُ قَالَ لَمَّا بَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَامَ ذَاتِ السَّلاَسِلِ - قَالَ - احْتَلَمْتُ فِى لَيْلَةٍ بَارِدَةٍ شَدِيدَةِ الْبَرْدِ فَأَشْفَقْتُ إِنِ اغْتَسَلْتُ أَنْ أَهْلَكَ فَتَيَمَّمْتُ ثُمَّ صَلَّيْتُ بِأَصْحَابِى صَلاَةَ الصُّبْحِ - قَالَ - فَلَمَّا قَدِمْنَا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- ذَكَرْتُ ذَلِكَ لَهُ فَقَالَ « يَا عَمْرُو صَلَّيْتَ بِأَصْحَابِكَ وَأَنْتَ جُنُبٌ ». قَالَ قُلْتُ نَعَمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّى احْتَلَمْتُ فِى لَيْلَةٍ بَارِدَةٍ شَدِيدَةِ الْبَرْدِ فَأَشْفَقْتُ إِنِ اغْتَسَلْتُ أَنَ أَهْلَكَ وَذَكَرْتُ قَوْلَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ (وَلاَ تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيماً) فَتَيَمَّمْتُ ثُمَّ صَلَّيْتُ فَضَحِكَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَلَمْ يَقُلْ شَيْئاً
تعليق شعيب الأرنؤوط : حديث صحيح وهذا إسناد ضعيف فيه عبد الله بن لهيعة وهو سيئ الحفظ
قال الشيخ الألباني : صحيح

Bersumber dari ‘Amr bin Al ‘Ash r.a , bahwasanya dia berkata : Ketika Rasulullah saw mengutus kami dalam perang Dzatis Salaasil , aku bermimpi ( junub ) di malam yang sangat dingin. Aku menyadari bahwa jika aku mandi maka aku bisa binasa. Maka aku bertayammum dan melakukan shalat shubuh bersama shahabat shahabatku.
Ketika kami tiba di Madinah untuk menjumpai Rasulullah saw , aku menceritakan hal itu kepadanya, lalu beliau saw bersabda :
Wahai ‘Amr ! Apakah engkau shalat bersama shahabat shahabatmu sedangkan engkau dalam keadaan junub ?
Maka aku menjawab : Benar , wahai Rasulullah..Sesungguhnya aku bermimpi ( junub ) di malam yang sangat dingin. Aku menyadari bahwa jika aku mandi maka aku bisa binasa . Kemudian aku ingat firman Allah swt : janganlah engkau membunuh dirimu, Sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu. Lalu aku melakukan tayammum dan menunaikan shalat.
Maka Rasulullah saw tertawa dan tidak mengatakan apa apa
Hadits shahih riwayat Ahmad 4/203 no ( ini adalah lafadznya )
Abu Dawud Kitabuth Thaharah bab 126 no 334

PENJELASAN
Salah satu rukhshah (keringanan) yang membolehkan tayammum adalah cuaca dingin yang ekstrim. Yang mana dapat membahayakan kesehatan jika bersuci dengan menggunakan air.

Orang yang menggunakan rukhshah ini :

* Tidak sakit
* Tidak dalam perjalanan.
* Tidak kesulitan untuk mendapatkan air.

Tetapi air dan cuacanya sangat dingin yang dia khawatirkan akan membahayakan kesehatannya.

Misalnya : jika nekat menggunakan air untuk berwudhu atau mandi , dikhawatirkan akan kram otot atau bahaya lainnya. 

2. TAYAMMUM DENGAN BATU  

وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا

Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak mempati air, maka BERTAYAMUMLAH DENGAN DEBU YANG BAIK (BERSIH)
Al Qur’an surah al Maaidah : 6

PENJELASAN
Ayat ini menjelaskan bahwa , media yang dapat digunakan untuk bertayammum hanya debu yang bersih. Tidak bisa dengan lainnya.

Maka menggosok anggota tayammum dengan batu sebagaimana yang ditanyakan, bukan ajaran dari Nabi Muhammad saw , sehingga tidak dapat diamalkan.

Debu yang dipakai untuk bertayammum adalah debu apa saja yang bersih, misalnya, permukaan bumi secara umum, yaitu tanah, pasir , ataupun debu yang menempel di dinding dll

جَابِرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ قَبْلِى نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ ، وَجُعِلَتْ لِىَ الأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا

Bersumber dari Jabir bin Abdullah r.a bahwasanya Nabi saw bersabda : Aku diberi 5 perkara yang tidak diberikan kepada seorangpun sebelumku : Aku ditolong Allah dengan ditanamkan rasa takut pada diri musuh sejauh perjalanan 1 bulan, dan dijadikan bumi bagiku sebagai masjid dan mensucikan (sebagai sarana bersuci)
Hadits shahih riwayat Bukhari Kitabut Tayammum bab 1 no 335

عن أَبِى جُهَيْمِ بْنِ الْحَارِثِ بْنِ الصِّمَّةِ الأَنْصَارِىِّ قَالَ أَقْبَلَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - مِنْ نَحْوِ بِئْرِ جَمَلٍ ، فَلَقِيَهُ رَجُلٌ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ ، فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - حَتَّى أَقْبَلَ عَلَى الْجِدَارِ ، فَمَسَحَ بِوَجْهِهِ وَيَدَيْهِ ، ثُمَّ رَدَّ عَلَيْهِ السَّلاَمَ  

Bersumber dari Abu Juhaim bin Al Harits bin Adh Dhimmah Al Anshari r.a , dia berkata:
Nabi saw datang dari sumur jamal lalu seseorang menemuinya dan mengucapkan salam kepadanya tetapi Nabi saw tidak menjawabnya sehingga beliau saw menghadap ke dinding lalu mengusap wajahnya dan kedua tangannya. Kemudian beliau saw menjawab salam orang itu.
Hadits shahih riwayat Bukhari Kitabut Tayammum bab 3 no 337
Muslim Kitabul Haidh bab 28 no 369

A. CARA TAYAMMUM ?

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku siku , dan usaplah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); SAPULAH WAJAHMU DAN TANGANMU DENGAN TANAH ITU. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.

PENJELASAN
Ayat ini menjelaskan  bahwa tayammum adalah dengan mengusap wajah dan tangan dengan debu.

Mengambil debu dengan cara menepukkan kedua tangannya ke tanah atau tempat lainnya , kemudian meniupnya, lalu mengusap wajah dan tangannya 

A1) YANG BERPENDAPAT BAHWA TAYAMMUM ADALAH DENGAN 1 X TEPUKAN 

عَنْ سَعِيدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى عَنْ أَبِيهِ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فَقَالَ إِنِّى أَجْنَبْتُ فَلَمْ أُصِبِ الْمَاءَ . فَقَالَ عَمَّارُ بْنُ يَاسِرٍ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ أَمَا تَذْكُرُ أَنَّا كُنَّا فِى سَفَرٍ أَنَا وَأَنْتَ فَأَمَّا أَنْتَ فَلَمْ تُصَلِّ ، وَأَمَّا أَنَا فَتَمَعَّكْتُ فَصَلَّيْتُ ، فَذَكَرْتُ لِلنَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - فَقَالَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - « إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ هَكَذَا » . فَضَرَبَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - بِكَفَّيْهِ الأَرْضَ ، وَنَفَخَ فِيهِمَا ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ وَكَفَّيْهِ

Bersumber dari Sa’id bin Abdurrahman bin Abza dari ayahnya , dia berkata :
Seseorang mendatangi Umar bin Al Khaththab r.a dan berkata : Sesungguhnya aku junub dan tidak menemukan air. 
Maka ‘Ammar bin Yasir berkata kepada Umar bin Al Khaththab r.a : Apakah engkau tidak ingat ketika kita dalam suatu perjalanan ( saya dan engkau ).
Ketika itu engkau tidak shalat, sedangkan ketika itu aku berguling guling di tanah kemudian shalat. Kemudian aku memberitahukan hal itu kepada Nabi saw.
Maka Nabi saw bersabda : Sesungguhnya cukuplah bagimu berbuat begini :
Lalu Nabi saw memukul tanah dengan kedua telapak tangannya dan meniupnya, kemudian mengusap wajahnya dan kedua tangannya ( dengan kedua tangan yang sudah dipukulkan ke tanah tersebut )
Hadits shahih riwayat Bukhari Kitabut Tayammum bab 4 no 338 ( ini adalah lafadznya )
Muslim Kitabul Haidh bab 28 no 368

Sedangkan dalam redaksi imam Muslim :

ثُمَّ ضَرَبَ بِيَدَيْهِ الأَرْضَ ضَرْبَةً وَاحِدَةً ثُمَّ مَسَحَ الشِّمَالَ عَلَى الْيَمِينِ وَظَاهِرَ كَفَّيْهِ وَوَجْهَهُ

………. kemudian Nabi saw menepukkan kedua tangannya ke tanah dengan 1x tepukan. Lalu beliau saw mengusapkan tangan kirinya ke tangan kanannya, dan punggung kedua tangannya, dan ( beliau saw juga ) mengusap wajahnya.
Hadits shahih riwayat Muslim Kitabul Haidh bab 28 no 368

A2.)  YANG BERPENDAPAT BAHWA TAYAMMUM HARUS DENGAN 2X TEPUKAN 

عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « التَّيَمُّمُ ضَرْبَتَانِ ضَرْبَةٌ لِلْوَجْهِ وَضَرْبَةٌ لِلْيَدَيْنِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ
قال الألباني في " السلسلة الضعيفة والموضوعة   3427 : ضعيف
رواه الطبراني (3/ 199/ 2) ، والحاكم (1/ 179) عن علي بن ظبيان عن عبدالله بن عمر عن نافع عن ابن عمر مرفوعاً .
قلت : وهذا إسناد ضعيف جداً ؛ عبدالله بن عمر هو العمري المكبر ، ضعيف سيىء الحفظ ، ووقع في "المستدرك" : "عبيدالله بن عمر" مصغراً ، ولعله خطأ مطبعي .
وعلي بن ظبيان ضعيف جداً 
قال ابن معين :"كذاب خبيث" .
 وقال البخاري : "منكر الحديث"
وقال النسائي : "متروك الحديث"

Bersumber dari Ibnu Umar r.a, dari Nabi saw yang bersabda :
Tayammum adalah dengan 2 kali tepukan. Satu tepukan untuk wajah dan satu tepukan untuk kedua tangan sampai siku siku
Sunan Ad Daaraquthni jilid 1/ hal 333 no 685 
Tetapi dalam sanadnya ada rawi yang dha’if :‘Ubaidullah bin ‘Umar , dan ‘Ali bin Dhabyaan
Hadits ini dinilai sebagai hadits dla’if oleh Syaikh Al Albani ) 
(Silsilah Adh Dha’iifah no 3427). 

Wallahu A’laM

PENJELASAN

Sebuah realita bahwa : cara tayammum di perselisihkan umat Islam.

*  Ada yang 2 kali tepukan ke tanah , sekali tepukan untuk mengusap wajah , sekali tepukan untuk mengusap tangan.

*  Ada yang 1 kali tepukan  :  untuk mengusap wajah dan tangan,

YANG SAYA SAYA PILIH 
Saya memilih : agar tayammum dilakukan dengan 1 kali tepukan untuk mengusap wajah dan tangan.

Saya memilih ini karena haditsnya shahih.
Sedangkan yang 2 kali tepukan , haditsnya ada pembicaraan di dalamnya (dha’if)

Wallahu A’lam.

3. BERWUDHU DENGAN AIR YANG DISEMPROTKAN.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki
Al Qur’an surah al Maaidah : 6

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدِ بْنِ عَاصِمٍ الأَنْصَارِىِّ - وَكَانَتْ لَهُ صُحْبَةٌ - قَالَ قِيلَ لَهُ تَوَضَّأْ لَنَا وُضُوءَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-. فَدَعَا بِإِنَاءٍ فَأَكْفَأَ مِنْهَا عَلَى يَدَيْهِ فَغَسَلَهُمَا ثَلاَثًا ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهَا فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ مِنْ كَفٍّ وَاحِدَةٍ فَفَعَلَ ذَلِكَ ثَلاَثًا ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهَا فَغَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثًا ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهَا فَغَسَلَ يَدَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهَا فَمَسَحَ بِرَأْسِهِ فَأَقْبَلَ بِيَدَيْهِ وَأَدْبَرَ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ثُمَّ قَالَ هَكَذَا كَانَ وُضُوءُ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم

Artinya : bersumber dari Abdullah bin Zaid bin ‘Ashim Al Anshari r.a , dan dia adalah termasuk generasi shahabat. Pernah dikatakan kepadanya : Berwudhu’lah dihadapan kami seperti wudhu’nya Rasulullah saw.
Maka Abdullah bin Zaid r.a minta dibawakan sebuah wadah ( sejenis baskom ) yang berisi air, kemudian dia menuangkan air yang ada pada wadah tersebut pada kedua tangannya dan dia cuci kedua tangannya , (dia berbuat seperti itu 3 kali)
Kemudian dia masukkan tangannya , lalu dia keluarkan dan dia berkumur kumur dan naikkan air ke hidung dengan secedokan tangan itu saja. Dia berbuat seperti itu 3 kali. Kemudian dia masukkan tangannya,  lalu dia keluarkan dan dia cuci wajahnya, dia berbuat seperti itu 3 kali. Kemudian dia masukkan tangannya , lalu dia keluarkan dan dia
cuci kedua tangannya sampai siku 2 kali 2 kali. Kemudian dia masukkan tangannya , lalu dia keluarkan, terus dia mengusap kepalanya dengan kedua tangannya , dia memulainya dari bagian depan kemudian dia tarik ke belakang. Kemudian dia membasuh kedua kakinya sampai dengan mata kaki. Setelah itu dia berkata : seperti inilah sifat wudhu’ Rasulullah saw
Hadits shahih riwayat Muslim Kitabuth Thaharah bab 7 no 235

PENJELASAN
Shahabat Abdullah bin Zaid r.a menjelaskan bahwa :

1. Nabi Muhammad saw berwudhu dengan air yang tidak banyak, yaitu dari sebuah “ ina’ ( yaitu satu wadah sejenis baskom ).

Hal ini dikuatkan dengan hadits Anas r.a :

حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ قَالَ حَدَّثَنَا مِسْعَرٌ قَالَ حَدَّثَنِى ابْنُ جَبْرٍ قَالَ سَمِعْتُ أَنَسًا يَقُولُ كَانَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - يَغْسِلُ - أَوْ كَانَ يَغْتَسِلُ - بِالصَّاعِ إِلَى خَمْسَةِ أَمْدَادٍ ، وَيَتَوَضَّأُ بِالْمُدِّ

Bersumber dari Anas r.a dia berkata : Bahwasanya Nabi saw biasa mandi dengan air 
1 sha’ sampai 5 mud dan biasa berwudhu’ dengan air 1 mud.
Hadits shahih riwayat Al Bukhari Kitabul Wudhu’ bab  47 no 201 (Ini adalah lafadznya)
Muslim Kitabul Haidh bab 10 no 325

PENJELASAN

1 sha’ = 4 mud = 2 kilah Mesir = 2,157 kilogram. 
1 mud = 2,157 kg : 4 =  +/- 545 gram 

Lihat : Kitab shahih Fiqih Sunnah jilid 2 halaman 83

عَنْ حَفْصَةَ بِنْتِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِى بَكْرٍ - وَكَانَتْ تَحْتَ الْمُنْذِرِ بْنِ الزُّبَيْرِ - أَنَّ عَائِشَةَ أَخْبَرَتْهَا أَنَّهَا كَانَتْ تَغْتَسِلُ هِىَ وَالنَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- فِى إِنَاءٍ وَاحِدٍ يَسَعُ ثَلاَثَةَ أَمْدَادٍ أَوْ قَرِيبًا مِنْ ذَلِكَ.

Bersumber dari  Hafshah binti Abdurrahman bin Abu Bakar - dia berada di dalam pengawasan  Al Mundzir bin Az Zubair -  sesungguhnya Aisyah r.a telah memberi khabar kepadanya bahwa dia mandi bersama dengan Nabi saw dengan 1 wadah yang isinya 3 mud atau mendekati ukuran tersebut.
Hadits shahih riwayat Muslim Kitabul haidh bab 10 no 321

IMAM NAWAWI BERKATA :

Qaum Muslimin telah ijma’ bahwa tidak ada batasan yang pasti untuk jumlah air yang bisa membuat wudhu’ atau mandi janabat menjadi sah.

Seseorang telah dianggap sah aktifitas wudhu’ maupun mandinya , baik dengan air yang sedikit maupun banyak.

IMAM ASY SYAFI’I BERKATA : Terkadang seseorang dapat memanfa’atkan air yang sedikit sehingga air tersebut bisa dipergunakan untuk bersuci. Terkadang seseorang tidak dapat memanfa’atkan air yang banyak sehingga air tersebut tidak cukup untuk bersuci.

IMAM NAWAWI MELANJUTKAN :

Seseorang disunnahkan untuk mendi janabat dengan air yang tidak kurang dari 1 sha’ dan berwudhu’ dengan air yang tidak kurang dari 1 mud

1 sha’ = 5  1/3 rithl Baghdad
1 mud = 1  1/3 rithl Baghdad

Ukuran inilah yang benar dan masyhur.

Ada sekelompok ulama dari rekan rekan kami menyebutkan sebuah pendapat :

1 sha’ = 8 rithl
1 mud = 2 rithl

Lihat : Kitab Syarah Muslim jilid 4 halaman 227 Kitabul haidh bab 10 no 321

DARI SAYA
Dari uraian ini maka : berwudhu’ dengan air yang sedikit atau banyak adalah sah. Tidak ada batasan minimal dari jumlah air yang dapat digunakan untuk berwudhu’.

Yang ditekankan dalam berwudhu’ adalah meratakan basuhan dan usapan. JIka hal ini telah dilakukan dengan baik , maka sah wudhu’nya , baik airnya sedikit atau banyak.

Maka : menggunakan semprotan untuk berwudhu’ tidak ada larangan dan wudhu’nya sah.

Wallahu A’lam.
Oleh : Ustadz Mubarak Abdul Rahim

Rabu, 26 Oktober 2016

SHAIH KAH TENTANG AL-BARAA' MERUBAH LAFAL NABI DENGAN LAFAL RASUL

09.55
Ilustrasi

Pertama : Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menyetujui Al-Baraa' bin 'Aazib radhiallahu 'ahu atas kesalahannya dalam mengucapkan lafal doa yang diajarkan Nabi kepadanya. Yaitu Al-Baraa' telah merubah lafal Nabi dengan lafal Rasul.

Al-Baraa' bin 'Aazib berkata:

قَالَ لِي رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِذَا أَتَيْتَ مَضْجَعَكَ فَتَوَضَّأْ وُضُوْءَكَ لِلصَّلاَةِ ثُمَّ اضْطَجِعْ عَلَى شَقِّكَ الأَيْمَنِ وَقُلْ

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepadaku : Jika engkau mendatangi tempat tidurmu maka berwudhulah sebagaimana berwudhu untuk sholat, lalu berbaringlah di atas bagian tubuhmu yang kanan, lalu katakanlah :

اللَّهُمَّ أَسْلَمْتُ نَفْسِي إِلَيْكَ وَفَوَّضْتُ أَمْرِي إِلَيْكَ وَأَلْجَأْتُ ظَهْرِي إِلَيْكَ رَهْبَةً وَرَغْبَةً إِلَيْكَ لاَ مَلْجَأَ وَلاَ مَنْجَا مِنْكَ إْلاَّ إِلَيْكَ آمَنْتُ بِكِتَابِكَ الَّذِي أَنْزَلْتَ وَبِنَبِيِّكَ الَّذِي أَرْسَلْتُ

"Yaa Allah aku menyerahkan jiwaku kepadaMu, dan aku pasrahkan urusanku kepadaMu, dan aku sandarkan punggungku kepadaMu, dengan kekhawatiran dan harapan kepadaMu. Tidak ada tempat bersandar dan keselamatan dariMu kecuali kepadaMu. Aku beriman kepada kitabMu yang Engkau turunkan dan beriman kepada Nabimu yang Engkau utus"

Nabi berkata :

فَإِنْ مِتَّ مِتَّ عَلَى الْفِطْرَةِ فَاجْعَلْهُنَّ آخِرَ مَا تَقُوْلُ

"Jika engkau meninggal maka engkau meninggal di atas fitroh, dan jadikanlah doa ini adalah kalimat terakhir yang engkau ucapkan (sebelum tidur)"

Al-Baraa' bin 'Aazib berkata :

فَقُلْتُ أَسْتَذْكِرُهُنَّ وَبِرَسُوْلِكَ الَّذِي أَرْسَلْتَ قَالَ لاَ، وَبِنَبِيِّكَ الَّذِي أَرْسَلْتَ

"Lalu aku mencoba untuk mengingatnya dan aku berkata "Dan aku beriman kepadaRasulMu yang Engkau utus"

Nabi berkata, "Tidak, (akan tetapi) : Dan aku beriman kepada NabiMu yang Engkau utus"

Hadits yang ditanyakan diriwayatkan oleh Al Bukhari Kitabud Da’awaat bab (7) Idzaa baata Thaahiran (tidur dalam keadaan suci) hadits no 6311.

DERAJATNYA ADALAH SHAHIH

PENJELASAN
Baragam pendapat umat Islam dalam memahami hadits ini.
Ada yang membahasnya dari sisi perbedaan antara kata “ Nabi dan Rasul”

Kalau pemberitahuan dari Allah adalah dengan perintah untuk disampaikan kepada manusia maka kedudukannya ketika itu adalah Rasul. Jika tidak maka kedudukannya adalah sebagai Nabi

Ada yang berpendapat bahwa : dolarang meriwayatkan hadits dengan makna, tetapi harus dengan redaksi kalimat aslinya. Ini adalah pendapat dalam madzhab Maliki.

IMAM AL HAFIDZ IBNU HAJAR AL ‘ASQALANI BERKATA :

Yang paling utama adalah mengambil hikmah dari sanggahan Nabi saw terhadap shahabatnya yang mengucapkan kata  “RASUL” sebagai ganti kata “ NABI”.

Karena lafadz dzikir adalah “TAUQIFIYYAH” (harus sesuai dengan tuntunan) , karena di dalamnya terdapat hal hal yang khusus serta rahasia yang tidak dapat dijangkau oleh aqal.
Oleh karena itu lafadznya harud dipelihara sesuai dengan yang dicontohkan oleh Rasulullah saw.

LIHAT : Kitab Fat-hul Baari , Syarah terhadap Kitab Shahih Al Bukhari Kitabud Da’awaat bab 7 hadits no 6311

Wallahu A’lam.
Oleh : Ustadz Mubarak Abdul Rahim

PAKAIAN MUSLIMAH YANG TERBAIK

09.55
 
ILUSTRASI


يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لأزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.
Al Qur’an surah Al Ahzab ayat 59

PENJELASAN
JILBAB Maknanya adalah pakaian wanita yang menutupi seluruh tubuh untuk menyembunyikan pesona kewanitaannya.

Ada juga  yang memberikan definisi : Pakaian yang menutupi tubuh bagian atas selain sarung.
Ada juga  yang memberikan makna lain. 

Yang saya pilih Jilbab adalah pakaian wanita yang menutupi seluruh tubuhnya , selain bagian yang memang diidzinkan untuk terbuka.

Ayat ini menjelaskan tujuan untuk memakai jilbab :

1. AGAR DIKENALI SEBAGAI WANITA YANG BERIMAN.

(Ada juga yang memahami agar dikenal sebagai wanita merdeka. Tetapi makna yang pertama adalah yang saya pilih : Yaitu agar dikenali sebagai wanita beriman)

Artinya ciri yang mudah untuk mengenali seorang wanita apakah dia seorang mukminat atau bukan adalah dengan melihat apakah dia memakai jilbab atau tidak. Jika dia memakai jilbab maka ciri sebagai wanita mukminat telah dimilikinya. Maka dia mesti diperlakukan sebagai wanita mukminat. Diantaranya adalah mengucapkan salam kepadanya , atau menjawab salam darinya serta mendo’akan kebaikan untuknya dst.

Jika wanita tidak memakai jilbab maka dia tidak dapat dipastikan , apakah dia mukminat atau tidak. Maka dia tidak berhaq untuk diperlakukan sebagai wanita mukminat. 

2. AGAR TIDAK DIGANGGU OLEH LAKI LAKI LAIN.

WANITA YANG MEMAKAI JILBAB seakan telah mengumumkan perihal dirinya kepada orang banyak :

Saya adalah wanita beriman , yang bersedia bersusah payah untuk mentaati perintah Allah.

Saya bukan wanita pezina , bukan pula wanita yang ingin digoda oleh laki laki lain.
Maka jangan menggoda saya , jangan pula berharap agar saya mau menerima ajakan untuk melakukan perkara yang dimurkai Allah.

Maka jangan memandang saya , karena segala keinginan buruk kalian tidak akan kalian dapatkan dari diri saya. Jika kalian tetap ingin berlaku buruk kepada saya , maka ingatlah bahwa Allah akan membalas perbuatan kalian karena telah mengganggu wanita yang mentaati Allah swt.

SEDANGKAN WANITA YANG TIDAK MEMAKAI JILBAB , tidak ada tanda bahwa dia tidak ingin dipandang laki laki lain. Bahkan pakaian yang mempertontonkan aurat , baik dilapisi kain atau tidak , seakan sebuah pengumuman kepada orang ramai : saya adalah wanita cantik yang memiliki pesona wanita yang diinginkan laki laki. Kulit saya bersih , tubuh saya seksi . Kalian dapat menyaksikan sendiri keindahan tubuh saya.

Maka muncullah keinginan buruk dari laki laki yang memandangnya. 
Mulai dari sekedar memandang , untuk mengagumi keindahan tubuhnya.
Kemudian berkhayal di dalam hati ingin menyentuhnya , dan lebih buruk lagi ...
Kemudian keluar kalimat usil dari mulutnya , sebagai bagian dari awal godaran ...
Kemudian berusaha menyentuhnya .....
Kemudian melakukan perkara buruk ... dan  lebih buruk ... 

PERINGATAN

Sebagian dari wanita Muslimah berusaha menunjukkan identitas keislamannya. Diantaranya dengan cara memakai pakaian yang menunjukkan bahwa dia adalah seorang Muslimah.

Misalnya : memakai penutup kepala sebagaimana yang dipakai oleh wanita Muslimah lainnya.
Tetapi pakaiannya ketat sehingga lekuk tubuhnya dapat menggoda setiap laki laki yang memandangnya.

Sebagian lagi perangainya tidak sesuai dengan tujuan dia memakai pakaian tersebut.
Dia menyendiri dengan laki laki tanpa disertai mahramnya ke tempat yang sepi , seakan telah siap dan ridha diperlakukan apa saja oleh laki laki tersebut. 

PAKAIAN WANITA BERIMAN

عَنْ نَافِعٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّ الَّذِى يَجُرُّ ثَوْبَهُ مِنَ الْخُيَلاَءِ لاَ يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ». قَالَ نَافِعٌ فَأُنْبِئْتُ أَنَّ أُمَّ سَلَمَةَ قَالَتْ فَكَيْفَ بِنَا قَالَ « شِبْراً ». قَالَتْ إِذاً تَبْدُوَ أَقْدَامُنَا . قَالَ « ذِرَاعاً لاَ تَزِدْنَ عَلَيْهِ
تعليق شعيب الأرنؤوط : إسناده صحيح على شرط الشيخين

Bersumber dari Nafi’ dari Ibnu Umar r.a dia berkata : Rasulullah saw bersabda : Sesungguhnya orang yang menjulurkan pakaiannya (melewati mata kaki) karena kesombongan maka Allah tidak akan melihat kepadanya pada hari qiyamat. Nafi’ berkata : Telah disampaikan kepadaku bahwa Ummu Salamah r.a  berkata : Bagaimana halnya dengan kami (para wanita ?)
Panjangkan sampai 1 jengkal.
Ummu Salamah r.a berkata : Jika seperti itu maka akan nampak kaki kami.
Rasulullah saw bersabda : Kalau begitu (panjangkan) 1 hasta , dan jangan lebih dari itu
Hadits shahih riwayat Ahmad 2/5

PENJELASAN
Nafi’ adalah seorang tabi’in , mantan budak Ibnu Umar r.a yang telah dimerdekakan. Dia banyak menerima hadits dari Ibnu Umar r.a 

Kalimat “Nafi’ berkata : telah disampaikan kepadaku “ ... menunjukkan bahwa terdapat rawi yang tidak disebutkan namanya yang telah menyampaikannya kepada Nafi’. Sehingga tambahan redaksi dalam hadits ini terancam dha’if karena ada rawi yang majhul.

Tetapi saya dapati bahwa , yang menyampaikan kepada Nafi’ adalah Shafiyah sebagaimana riwayat Nasai

عَنْ نَافِعٍ عَنْ صَفِيَّةَ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا ذُكِرَ فِي الْإِزَارِ مَا ذُكِرَ قَالَتْ أُمُّ سَلَمَةَ فَكَيْفَ بِالنِّسَاءِ قَالَ يُرْخِينَ شِبْرًا قَالَتْ إِذًا تَبْدُوَ أَقْدَامُهُنَّ قَالَ فَذِرَاعًا لَا يَزِدْنَ عَلَيْهِ
قال الشيخ الألباني : صحيح

Bersumber dari Nafi’ dari Shafiyyah dari Ummu Salamah r.a , bahwasanya ketika Nabi saw membicarakan tentang kain sebagaimana yang dijelaskan (tentang larangan isbal) , maka Ummu Salamah r.a berkata : Bagaimana dengan para wanita ?
Rasulullah saw menjawab : mereka boleh memanjangkan sampai 1 jengkal.
Ummu Salamah berkata : Jika demikian maka kaki mereka akan nampak
Rasulullah saw bersabda : Mereka boleh memanjangkannya sampai 1 hasta. Tidak boleh lebih dari itu.
Hadits shahih riwayat Nasai Kitabuz Ziinah bab 105 no 5338

PENJELASAN
Shafiyyah adalah Shafiyyah binti Abu Ubaid Ats Tsaqafiyyah.
Dia adalah seorang dari tabi’in. Bahkan ada yang menyebutnya sebagai shahabat. 
Shafiyyah adalah istri Ibnu Umar r.a 
Riwayat Nasai ini “menolong” riwayat Ahmad dari cacat “majhul” (tidak diketahui) asal usul rawi tersebut. Sehingga dapat diterima sebagai dalil.

عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ مِنْ الْخُيَلَاءِ لَمْ يَنْظُرْ اللَّهُ إِلَيْهِ قَالَتْ أُمُّ سَلَمَةَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَكَيْفَ تَصْنَعُ النِّسَاءُ بِذُيُولِهِنَّ قَالَ تُرْخِينَهُ شِبْرًا قَالَتْ إِذًا تَنْكَشِفَ أَقْدَامُهُنَّ قَالَ تُرْخِينَهُ ذِرَاعًا لَا تَزِدْنَ عَلَيْهِ
قال الشيخ الألباني : صحيح

Bersumber dari Ibnu Umar r.a dia berkata : Rasulullah saw bersabda : Barangsiapa yang menjulurkan pakaiannya (melewati mata kaki) karena kesombongan maka Allah tidak akan melihat kepadanya. 
Ummu Salamah r.a  berkata : Wahai Rasulullah , bagaimana cara wanita memanjangkan kain mereka ? 
Rasulullah saw bersabda : mereka boleh memanjangkannya 1 jengkal
Jika demikian maka kaki mereka akan nampak (terbuka)
Rasulullah saw bersabda : Mereka boleh memanjangkannya 1 hasta

Ulurkan sampai 1 jengkal.
Ummu Salamah r.a berkata : Jika seperti itiu maka akan nampak kaki kami.
Rasulullah saw bersabda : Kalau begitu (panjangkan) 1 hasta , dan jangan lebih dari itu
Hadits shahih riwayat Nasai Kitabuz Zinah bab 105 no 5336

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ رَخَّصَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لأُمَّهَاتِ الْمُؤْمِنِينَ فِى الذَّيْلِ شِبْرًا ثُمَّ اسْتَزَدْنَهُ فَزَادَهُنَّ شِبْرًا فَكُنَّ يُرْسِلْنَ إِلَيْنَا فَنَذْرَعُ لَهُنَّ ذِرَاعًا
قال الشيخ الألباني : صحيح
تعليق شعيب الأرنؤوط : صحيح وهذا إسناد ضعيف لضعف زيد العمي

Bersumber dari Ibnu Umar r.a dia berkata : Rasulullah saw memberikan rukhshah (keringanan) kepada Ummahatul Mukminat untuk memanjangkan kainnya 1 jengkal. Kemudian mereka minta ditambahkan lagi.  Maka Rasulullah saw menambahkan 1 jengkal lagi, Kemudian mereka mengirimkan bajunya kepada kami , lalu kami ukur 1 hasta buat mereka.
Hadits shahih riwayat Abu Dawud Kitabul Libas bab 40 no 4119
Ahmad 2/18

PENJELASAN
Dari hadits hadits yang ada , saya fahami bahwa : Pada ashalnya larangan isbal (menjulurkan kain melewati mata kaki adalah berlaku untuk laki laki dan para wanita. 
Awalnya Rasulullah saw memerintahkan agar pakaian qaum Muslimin adalah sampai 1/2 betis, Jika keberatan , boleh sampai mata kaki , dan tidak boleh menutup mata kaki.

Kemudian Ummu Salamah r.a (istri Rasulullah saw) meminta keringanan buat para wanita. Karena kalau memakai kain sampai 1/2 betis tentu akan nampak kakinya.

Maka Rasulullah saw memberingan keringanan bagi wanita untuk menambah panjangnya kain sampai 1 jengkal. 

Ummu Salamah r.a masih minta agar dibolehkan memanjangkan lagi. 
Maka Rasulullah saw membolehkan para wanita untuk memanjangkan kainnya sampai 2 jengkal atau 1 hasta. Dalam beberapa hadits yang kami kutip menjelaskan bahwa 2 jengkal = 1hasta.

Setelah itu Rasulullah saw melarang qaum wanita memanjangkan kainnya lebih dari 2 jengkal
 atau 1 hasta.


SOAL : 

TAMBAHAN YANG DIPERBOLEHKAN :  2 JENGKAL ATAU 1 HASTA INI DIUKUR DARI MANA ?

JAWAB : 

DIUKUR DARI 1/2 BETIS KE BAWAH (KE ARAH TELAPAK KAKI)

Kesimpulan ini diambil karena : ketika Rasulullah saw menyuruhnya menambah 1 jengkal , Ummu Salamah r.a berkata : “Jika demikian maka kaki mereka akan nampak (terbuka)” 

Kita coba praktekkan hal ini : Kita ukur 1/2 betis ke bawah dengan ukuran 1 jengkal , maka kaki masih akan nampak.

LIHAT : 

*  Kitab  Shahih Fiqih Sunnah jilid 3 halaman 37
*  Kitab Aunul Ma’buud , syarah terhadap Kitab Sunan Abi Dawud jilid 11 halaman 119 Kitabul Libas bab 39 no  bab no 4111

KESIMPULAN
Bahwa memanjangkan kain sampai 1 hasta atau 2 jengkal dari pertengahan betis adalah rukhshah atau keringanan yang diberikan kepada qaum wanita , tidak untuk laki laki.

Keringanan ini diberikan oleh Rasulullah saw atas permintaan Ummu Salamah r.a , karena jika mengikut hukum seperti yang diberlakukan kepada laki laki (sampai mata kaki saja) maka kaki wanita akan terlihat. Maka wanita diberikan rukhshah boleh memanjangkan kainnya sampai menyentuh tanah untuk menutupi kakinyadan apa yang ada di atasnya (betisnya)

Ini menunjukkan bahwa pada masa itu qaum wanita tidak memakai khuf atau sepatu laras tinggi yang menutupi mata kaki. Mereka pada masa itu biasa pakai sandal terbuka atau berjalan tanpa alas kaki.

LIHAT : Kitab Al Muntaqa , Syarah terhadap Kitab Al Muwaththa’ , Kitabul Jaami’ bab tentang isbal pada pakaian wanita

YANG SAYA PILIH

1. PAKAIAN LAKI LAKI

*  YANG DIANJURKAN : Sampai pertengahan betis
*  YANG DIPERBOLEHKAN :  Sampai mata kaki (tetapi tidak boleh menutupi mata kakinya)

2. PAKAIAN WANITA :

* YANG DIANJURKAN :  dipanjangkan ke bawah sampai 1 hasta (2 jengkal) dari pertengahan betisnya.

Jika ini yang dipraktekkan , maka kakinya akan tertutup karena pakaian ini akan menjuntai sampai ke tanah.

* YANG DIPERBOLEHKAN adalah 1 jengkal ke bawah dari pertengahan betisnya.

Jika ini yang dipraktekkan , maka akan nampak kakinya , sehingga ketika ada laki laki yang bukan mahram baginya ,  wajib baginya untuk menutupnya dengan sepatu atau kaos kaki dsb.

Saya mengambil kesimpulan ini berdasarkan pertimbangan bahwa : 

1. Pada ashalnya panjang pakaian wanita adalah sama dengan laki laki , yaitu sampai pertengahan betis dan diperbolehkan sampai mata kaki.

Kemudian ada keberatan dari istri Rasulullah saw , dan minta agar dibolehkan memanjangkannya lagi dengan tujuan untuk menutupi kakinya.

Maka  Rasulullah saw memerintahkan agar wanita memanjangkan kainnya sampai 1 jengkal (saya fahami bahwa 1 jengkal ini diukur dari pertengahan betis).

Ummu Salamah r.a meminta kelonggaran lagi , agar diidzinkan untuk memanjangkan kainnya lebih dari 1 jengkal, karena masih nampak kakinya. Maka Rasulullah saw mengidzinkannya sampai 2 jengkal (diukur dari pertengahan betis ke arah bawah)

Dari sini saya  beranggapan (Wallahu A’lam) bahwa : permasalahannya terletak kepada kaki yang nampak. 

Maka jika kakinya ditutup dengan sepatu atau bahan lainnya sehingga terlindung dari pandangan laki laki lain , maka memanjangkan 1 jengkal dari pertengahan betis sudah dianggap tidak melakukan pelanggaran.


Wallahu A’lam.
Oleh Ustadz Mubarak Abdul Rahim

TENTANG HIJRAH MENANTI