Sabtu, 17 September 2016

HUKUM SHOLAT BERJAMAAH DI MASJID BAGI LAKI LAKI

Hukum shalat 5 waktu adalah wajib (fardhu ‘ain) bagi setiap Muslim.
Tidak ada khilafiyah sedikitpun di dalamnya.

Sedangkan hukum melaksanakan shalat 5 waktu dengan cara berjama’ah di masjid BAGI LAKI LAKI MUSLIM, umat Islam berbeda pendapat, sekurangnya ada 4 pendapat, Dari pendapat yang banyak tersebut , tidak ada satupun yang memandang baik untuk melakukan shalat di rumah bagi laki laki Muslim.

Kita bahas masing masing pendapat dengan alasannya :

HUKUM SHALAT BERJAMA’AH DI MASJID BAGI LAKI LAKI :

Hukum shalat berjama’ah di masjid bagi laki laki diperselisihkan umat Islam :

1. Ada yang berpendapat hukumnya fardhu ‘ain
2. Ada yang berpendapat hukumnya fardhu kifayah
3. Ada yang berpendapat hukumnya sunnah muakkad (sangat dianjurkan)
4. Ada yang berpendapat bahwa berjama’ah adalah syarat sahnya shalat


1. YANG BERPENDAPAT BAHWA HUKUM SHALAT BERJAMA’AH ADALAH FARDHU ’AIN ( KEWAJIBAN PERORANGAN )

Maksudnya Jika seseorang melakukan shalat sendirian di rumahnya , hukum shalatnya tetap sah tetapi dia berdosa karena tidak hadir dalam shalat berjama’ah.

Ini adalah pendapat imam Ahmad , Atha’ , Auza’i dan yang sefaham dengannya
Juga menjadi pendapat beberapa ulama ahli hadits :  Abu Tsaur , Ibnu Khuzaimah , Ibnul Mundzir , Ibnu Hibban

Lihat :
Kitab Shalatul Mukmin jilid 1 halaman 410
Tuhfatul Ahwadzi Syarah terhadap kitab sunan At Tirmidzi  jilid 1 halaman 458 Kitabush Shalah bab 162 no 217

Dasarnya :

A) ADANYA PERINTAH MENGERJAKAN SHALAT DENGAN CARA BERJAMA’AH SEKALIPUN DI DALAM SUASANA PERANG

Allah swt berfirman :

وَإِذَا كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلاةَ فَلْتَقُمْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا أَسْلِحَتَهُمْ فَإِذَا سَجَدُوا فَلْيَكُونُوا مِنْ وَرَائِكُمْ وَلْتَأْتِ طَائِفَةٌ أُخْرَى لَمْ يُصَلُّوا فَلْيُصَلُّوا مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا حِذْرَهُمْ وَأَسْلِحَتَهُمْ

Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bershalat, lalu bershalatlah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata.
Al Qur’an surah An Nisa’ ayat 102

PENJELASAN :
Ayat di atas menggambarkan cara melakukan shalat ketika dalam suasana perang.
Dalam ayat tersebut terkandung pelajaran bahwa : sekalipun di dalam suasana perang , Allah tetap mensyari’atkan agar umat Islam melakukan shalat dengan cara berjama’ah.
Dan perintah berjama’ah ini adalah untuk semua laki laki yang ikut berperang , bukan sebagian saja.

Maka shalat berjama’ah adalah fardhu ‘ain (kewajiban perorangan) bagi laki laki.

Sedangkan tempat pelaksanaan shalat berjama’ah ketika suasana aman (tidak dalam keadaan perang) adalah di masjid.

Hal ini diterangkan oleh Nabi saw dengan perbuatan maupun sabdanya.
Yaitu : Nabi saw senantiasa shalat berjama’ah di masjid dan mengecam laki laki Muslim yang tidak menghadiri shalat berjama’ah di masjid

Lihat : beberapa hadits pada pembahasan selanjutnya.

B) ADANYA PERINTAH SECARA UMUM UNTUK MENGERJAKAN SHALAT DENGAN CARA BERJAMA’AH

وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ

Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.
Al Qur’an surah Al Baqarah ayat 43

PENJELASAN :
Ayat ini menggambarkan cara melakukan shalat , yaitu umat Islam agar melakukan shalat dengan cara berjama’ah. Yang dimaksud orang Islam adalah semuanya , bukan sebagian saja.Kemudian Nabi saw memberikan penjelasan , bahwa perintah untuk menunaikan shalat berjama’ah adalah dikhususkan untuk laki laki. Sedangkan kaum wanita lebih baik mengerjakan shalat di rumahnya.

Maka shalat berjama’ah adalah fardhu ‘ain (kewajiban perorangan) bagi laki laki.

Ayat ini tidak membicarakan masjid , tetapi Nabi saw menjelaskan dengan perbuatan dan sabdanya , bahwa tempat melaksanakan shalat berjama’ah adalah di masjid.
Yaitu : Nabi saw senantiasa shalat berjama’ah di masjid dan mengecam laki laki Muslim yang tidak menghadiri shalat berjama’ah di masjid.

(Lihat beberapa hadits pada pembahasan berikut)

C. ADANYA KEINGINAN DARI NABI SAW UNTUK MEMBAKAR RUMAH ORANG YANG TIDAK HADIR SHALAT BERJAMA’AH

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ بِحَطَبٍ فَيُحْطَبَ ، ثُمَّ آمُرَ بِالصَّلاَةِ فَيُؤَذَّنَ لَهَا ، ثُمَّ آمُرَ رَجُلاً فَيَؤُمَّ النَّاسَ ، ثُمَّ أُخَالِفَ إِلَى رِجَالٍ فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ

Bersumber dari Abu Hurairah r.a , sesungguhnya Rasulullah saw bersabda :
Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya , aku benar benar ingin memerintahkan (seseorang) agar mengumpulkan kayu bakar, lalu aku perintahkan agar shalat didirikan dan dikumandangkan adzan untuknya , lalu aku perintahkan seseorang untuk mengimami orang orang. Lalu aku pergi mendatangi laki laki (yang tidak ikut shalat berjama’ah), untuk membakar rumah mereka.
Hadits shahih riwayat Al Bukhari Kitabul Adzan bab 29 no 644 ( ini adalah lafadznya )
Muslim Kitabul Masajid bab 42 no 651

PENJELASAN :
Membakar rumah orang adalah perbuatan dosa. Tidak mungkin Nabi saw berkeinginan membakar rumah orang seandainya pemilik rumah tersebut tidak melakukan pelanggaran berat terhadap kewajiban agama.
Sedangkan keinginan Nabi saw untuk membakar rumah tersebut dikaitkannya dengan tidak hadirnya orang tersebut ke masjid untuk shalat berjama’ah.

Di sisi lain , ada keinginan Nabi saw untuk mewakilkan imam shalat kepada orang lain , lalu Nabi saw mendatangi rumah laki laki yang tidak hadir shalat berjama’ah.
Berarti shalat berjama’ah sudah didirikan , tetapi laki laki yang tidak menghadirinya tetap dianggap salah

Maka difahami bahwa shalat berjama’ah di masjid hukumnya adalah fardhu ‘ain
( kewajiban perseorangan ).
Seandainya shalat berjama’ah adalah fardhu kifayah , maka keberadaan shalat berjama’ah yang dilakukan beberapa orang sudah mencukupi. Kenyatannya Nabi saw tetap menyalahkan orang yang tidak menghadiri shalat berjama’ah tersebut.

Maka shalat berjama’ah di masjid adalah fardhu ‘ain (kewajiban perorangan).

D. NABI SAW MEMERINTAHKAN ORANG BUTA UNTUK SHALAT BERJAMA’AH DI MASJID

عَنِ ابْنِ أُمِّ مَكْتُومٍ أَنَّهُ سَأَلَ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّى رَجُلٌ ضَرِيرُ الْبَصَرِ شَاسِعُ الدَّارِ وَلِى قَائِدٌ لاَ يُلاَئِمُنِى فَهَلْ لِى رُخْصَةٌ أَنْ أُصَلِّىَ فِى بَيْتِى قَالَ « هَلْ تَسْمَعُ النِّدَاءَ ». قَالَ نَعَمْ. قَالَ « لاَ أَجِدُ لَكَ رُخْصَةً
قال الشيخ الألباني : حسن صحيح
تعليق شعيب الأرنؤوط : حديث صحيح لغيره وهذا إسناد ضعيف لانقطاعه أبو رزين - وهو مسعود بن مالك الأسدي - لم يسمع من ابن أم مكتوم

Bersumber dari Ibnu Ummi Maktum r.a , sesungguhnya dia bertanya kepada Nabi saw. Dia berkata : Wahai Rasulullah , sesungguhnya aku ini adalah seorang laki laki yang buta dan bertempat tinggal jauh ( dari masjid ) dan aku memiliki penuntun jalan yang tidak sesuai denganku. Apakah aku mendapatkan keringanan untuk shalat di rumah ?
Nabi saw bertanya : Apakah engkau mendengar seruan adzan ?
Dia menjawab : Iya
Nabi saw bersabda : Aku tidak mendapati adanya keringanan buatmu
Hadits hasan shahih riwayat Abu Dawud Kitabush Shalah bab 47 no 552 ( ini lafadznya )
Ibnu Majah Kitabul Masajid bab 17 no 792
Ahmad 3/423 no 15064

PENJELASAN :
Ibnu Ummi Maktum r.a adalah seorang yang sudah tua , buta , rumahnya jauh dari masjid dan tidak memiliki penuntun jalan. Keadaan yang dimiliki oleh beliau sudah sangat cukup untuk mendapatkan keringanan dalam agama , yaitu melakukan shalat di rumah.
Tetapi Nabi saw tidak memberikan keringanan tersebut kepadanya.
Tidak ada pemahaman lain dalam hal ini kecuali satu pengertian :

HUKUM SHALAT BERJAMA’AH DI MASJID ADALAH FARDHU ’AIN (KEWAJIBAN PERSEORANGAN)
Seandainya shalat berjama’ah adalah fardhu kifayah , maka adanya shalat berjama’ah yang telah dilakukan sudah cukup menggugurkan kewajiban orang buta tersebut untuk hadir di masjid. Tetapi kenyatannya tidak demikian. Dia tetap diperintahkan menghadirinya.

BERSAMBUNG...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TENTANG HIJRAH MENANTI