Kamis, 06 Oktober 2016

APAKAH JENAZAH PEREMPUAN HARUS DIBERI CELAK DAN BEDAK SEBELUM DIKAFANKAN

Assalamualaikum. Pak Ustadz...saya mau bertanya...semoga Bapak mau menjawabnya. Apakah jenazah perempuan harus diberi celak pada alisnya dan diberi bedak pada saat sebelum dikafankan? Hal ini selalu dilakukan oleh pemandi jenazah perempuan. Terima kasih Pak Ustadz. Semoga Allah SWT selalu melindungi Bapak saat di Tanah Suci.

JAWAB : Wa alaikumus salam warahmatullahi wabarakatuh.

عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ الأَنْصَارِيَّةِ - رضى الله عنها - قَالَتْ دَخَلَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - حِينَ تُوُفِّيَتِ ابْنَتُهُ فَقَالَ « اغْسِلْنَهَا ثَلاَثًا أَوْ خَمْسًا أَوْ أَكْثَرَ مَنْ ذَلِكَ إِنْ رَأَيْتُنَّ ذَلِكَ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ ، وَاجْعَلْنَ فِى الآخِرَةِ كَافُورًا أَوْ شَيْئًا مِنْ كَافُورٍ

Bersumber dari Ummu Athiyah Al anshari r.a, dia berkata :
Rasulullah saw masuk menemui kami ketika putrinya wafat, kemudian bersabda :
Mandikanlah dia 3 kali atau 5 kali atau lebih dari itu jika kalian menganggap hal itu perlu, dengan menggunakan air dan daun sidr ( bidara ). Lalu jadikanlah pada yang terakhir (dicampur dengan) kapur atau ( campuran ) dengan sedikit kapur
Shahih Al Bukhari Kitabul Janaaiz bab 8  no 1253
Shahih Muslim Kitabul Janaaiz bab 12 no 939

PENJELASAN
Berdasarkan hadits di atas , maka :

1. Memandikan janazah disyari’atkan dengan bilangan yang ganjil. 

Yang paling sedikit adalah memandikannya 3 kali. 
Kalau perlu , boleh 5 kali. 
Kalau dirasa masih kurang boleh 7 kali. Dst

Memandikan janazah 1 kali bukanlah sekali melakukan siraman atas tubuh janazah , tetapi yang dimaksud adalah proses mandi mulai awal sampai akhir. Sehingga sekali memandikan bisa menggunakan beberapa kali siraman air.

Yang paling sedikit adalah memandikan janazah dengan jumlah 3 kali. 

Imam Al Qurthubi berkata : 
Daun sidr terlebih dahulu dibasahi dengan air lalu dikeluarkan lendirnya , kemudian digosokkan pada badan mayat. Dan selanjutnya disiram dengan air. Maka ini dinamakan 1 kali mandi.
Lihat : Kitab Fat-hul Baari jilid halaman Kitabul Janaaiz bab no 1253

2. Disyari’atkan memandikan dengan menggunakan air yang bercampur daun sidr.

Di Indonesia daun ini dinamakan dengan nama daun bidara.. 
Jika daun ini diremas kemudian terkena air , maka akan keluar lendir seperti sabun.
Lalu digosokkan ke badan mayat , setelah itu dibilas dengan air. Inilah yang disebut dengan memandikan 1 kali, Jika tidak ada daun bidara maka boleh digantikan dengan sabun atau lainnya , yang penting tujuan membersihkan badan mayat dapat tercapai.

Wallahu A’lam.

3. Memandikan janazah dengan menggunakan daun sidr atau sabun adalah dengan proses memandikan dengan bilangan genap. Bisa 2 kali , 4 kali dst.

Sedangkan akhir proses memandikan adalah dengan air yang dicampur “kafur”.
Saya tidak tahu dan tidak pernah melihat benda “kafur” yang disebut oleh Nabi saw.

Pada umumnya , di Indonesia digunakan kapus barus sebagai ganti “kafur” yang disebutkan oleh Nabi saw dalam haditsnya.

Sehingga gambarannya : Jika dirasa total memandikannya cukup 3 kali , maka yang 2 kali menggunakan air yang bercampur daun sidr atau sabun. Sedangkan proses memandikan yang terakhir (yang ke 3 kali) adalah menggunakan air yang dicampur dengan kapur barus. Setelah itu janazah siap untuk dikafankan.

Wallahu A’lam.

4. Hendaknya memandikan janazah di mulai dari bagian wudhu’nya dan dari bagian tubuh sebelah kanannya.

عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ - رضى الله عنها - قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - فِى غَسْلِ ابْنَتِهِ « ابْدَأْنَ بِمَيَامِنِهَا وَمَوَاضِعِ الْوُضُوءِ مِنْهَا

Bersumber dari Ummu Athiyah r.a dia berkata : Rasulullah saw bersabda ketika proses memandikan putrinya : Mulailah memandikan dia dari bagian tubuh sebelah kanannya dan dari bagian bagian wudhu’nya.
Hadits shahih riwayat Al Bukhari Kitabul Janaaiz bab 10 no 1255 (ini adalah lafadznya).
Muslim Kitabul Janaaiz bab 12 no 939

PENJELASAN

Dalam hadits ini tidak disebutkan bahwa mayat mesti diwudhu’kan.

Imam Al Hafidz Ibnu Hajar Al ‘Asqalaani berkata :
Az Zaini bin Al Manayyar berkata : Secara lahiriah , daun sidr tersebut dicampurkan pada setiap kali memandikan. Maka hal ini menunjukkan bahwa memandikan mayat adalah untuk membersihkan , bukan untuk mensucikan.
Lihat : Kitab Fat-hul Baari jilid 4 halaman 162 Kitabul Janaaiz bab no 1253

DARI SAYA
Di dalam banyak kitab fiqih disebutkan bahwa : hendaknya mayat diwudhu’kan dahulu sebelum dimandikan.

Saya tidak mendapati adanya hadits yang memerintahkan untuk mewudhu’kan mayat.
Mungkin hadits Ummu Athiyah r.a ini difahami oleh banyak umat Islam bahwa hendaknya memandikan janazah adalah dengan cara mewudhu’kannya terlebih dahulu.

Dimana redaksinya : Mulailah memandikan dia dari bagian tubuh sebelah kanannya dan dari bagian bagian wudhu’nya. 

Sebagian umat Islam memandang bahwa mewudhu’kan dengan memulai memandikan dari bagian wudhu’nya adalah 2 kalimat yang berbeda .

Mewudhu’kan : membasuh anggota wudhu dengan cara seperti berwudhu , yang harus dilakukan dengan tertib (berurutan). Yaitu diawali dengan mencuci kedua tangan , membersihkan mulutnya , hidung , membasuh wajah , kedua tangan sampai siku , mengusap kepala dan telinga, mencuci kadua kaki.

Membasuh anggota wudhu‘ : membasuh anggota wudhu dengan tidak memperhatikan tertib basuhan (tidak berurutan). Bisa saja dimulai dengan mengusap kepala , kemudian mencuci tangan tangan dst.
Sehingga hadits Ummu Athiyah r.a difahami : tidak ada kewajiban mewudhu’kan mayat.
Yang saya pilih :

Sebaiknya mayat di wudhu’kan dahulu , kemudian dimandikan.
Tetapi jika ada mayat yang tidak diwudhu’kan, dan langsung dimandikan maka tidak dapat disalahkan.

TENTANG MENGKAFANKAN 

عَنْ أُمّ عَطِيَّة قَالَتْ " فَكَفَّنَّاهَا فِي خَمْسَة أَثْوَاب وَخَمَّرْنَاهَا كَمَا يُخَمَّر الْحَيّ " وَهَذِهِ الزِّيَادَة صَحِيحَة الْإِسْنَاد
Bersumber dari Ummu ‘Athiyyah r.a dia berkata : maka kami mengkafaninya dengan 5 kain, dan memberinya kerudung sebagaimana kerudung orang hidup. 

Imam Al Haafidh Ibnu Hajar Al ‘Asqalaani berkata : keterangan tambahan ini memiliki sanad yang shahih (Dikutip dari kitab fat hul baari jilid 4 hal 172.)
Tetapi riwayat ini dinilai syadz atau munkar oleh Syaikh Al Albani (Ahkaamul Janaaiz hal 85 dan Silsilah Adh Dha’iifah jilid 12(2) hal 752 hadits no 5844. 

Walllahu A’lam.

TENTANG MENYISIR RAMBUT JANAZAH

عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ - رضى الله عنها - قَالَتْ ضَفَرْنَا شَعَرَ بِنْتِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - . تَعْنِى ثَلاَثَةَ قُرُونٍ . وَقَالَ وَكِيعٌ قَالَ سُفْيَانُ نَاصِيَتَهَا وَقَرْنَيْهَا

Bersumber dari ummu Athiyah r.a dia berkata : Kami mengepang (menjalin) rambut janazah putri Nabi saw menjadi 3 kepang.
Hadits shahih riwayat Al Bukhari Kitabul Janaiz 16 no 1262

KESIMPULAN  

Ketika putri Rasulullah saw wafat , yang dilakukan atas janazahnya adalah :

1. Memandikannya dengan proses memandikan sekurangnya 3 kali.
2. Memulai proses memandikan dari anggota wudhunya.
3. Memandikannya dengan air dicampur daun sidr (bidara)
4. Akhir proses memandikan adalah dengan air dicampur dengan kapur.
5. Rambut janazah putri Rasulullah saw disisir dan dikepang 3.
6. Dikafankan dengan 5 lembar kain kafan.

Dari beberapa macam perlakuan terhadap putri Rasulullah saw ketika wafatnya , tidak saya dapati adanya pakai celak pada alisnya atau bedak pada pipinya.

Maka saya melihat bahwa pekai celak dan bedak sebagaimana yang ditanyakan adalah adat. Bukan perintah anjuran dari agama.

Saya tidak melihat ada kepentingan dan manfaat yang bisa dirasakan dengan menambahkan sesuatu perlakuan kepada janazah dengan memakaikan celak untuknya.
Maka saya memilih untuk tidak mengamalkannya.

Wallahu A’lam.
Oleh : Ustadz Mubarak Abdul Rahim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TENTANG HIJRAH MENANTI