Rabu, 19 Oktober 2016

BOLEHKAH ANAK KECIL YANG BELUM DEWASA SENGAJA DIMASUKAN DALAM SHAF ORANG DEWASA

Masalah ini diperselisihkan oleh umat Islam :

Sekurangnya ada 2 pendapat :

1. YANG BERPENDAPAT BAHWA ANAK KECIL TIDAK BOLEH MASUK DALAM SHAF ORANG DEWASA .

Alasannya : keberadaan anak kecil dianggap tidak ada. Sehingga shaf menjadi bolong , tidak bersambung, Didapati adanya dalil tentang pena telah diangkat dari anak kecil (anak kecil tidak diperhitungkan amalnya) :

عَنْ عَلِىٍّ عَنِ النَّبِىِّ -صلى –لله عليه وسلم- قَالَ « رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنِ الصَّبِىِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ وَعَنِ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ
قال الشيخ الألباني : صحيح

Bersumber dari Ali r.a dari Nabi saw yang bersabda : Diangkat pena dari tiga golongan :
Orang tidur sehingga dia bangun
Dan anak kecil sehingga dia baligh
Dan orang gila sehingga dia berakal
Hadits shahih riwayat Abu Dawud Kitabul Huduud bab 16 no 4405.

PENJELASAN
Kelompok ini memahami hadits ini dengan makna : 
ANAK KECIL TIDAK DIPERHITUNGKAN AMALNYA, BAIK AMAL SHALIH MAUPUN AMAL BURUKNYA. 

Maka dia tidak boleh masuk dalam shaf dewasa dalam shalat. Karena keberadaannya di dalam shalat berjama’ah dianggap tidak ada sehingga membuat shaf menjadi bolong , tidak rapat, Padahal Rasulullah saw memerintahkan untuk merapatkan shaf dan menutup celah yang kosong.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ - قَالَ قُتَيْبَةُ عَنْ أَبِى الزَّاهِرِيَّةِ عَنْ أَبِى شَجَرَةَ لَمْ يَذْكُرِ ابْنَ عُمَرَ - أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « أَقِيمُوا الصُّفُوفَ وَحَاذُوا بَيْنَ الْمَنَاكِبِ وَسُدُّوا الْخَلَلَ وَلِينُوا بِأَيْدِى إِخْوَانِكُمْ ». لَمْ يَقُلْ عِيسَى « بِأَيْدِى إِخْوَانِكُمْ ». « وَلاَ تَذَرُوا فُرُجَاتٍ لِلشَّيْطَانِ وَمَنْ وَصَلَ صَفًّا وَصَلَهُ اللَّهُ وَمَنْ قَطَعَ صَفًّا قَطَعَهُ اللَّهُ »
قَالَ أَبُو دَاوُدَ أَبُو شَجَرَةَ كَثِيرُ بْنُ مُرَّةَ. قَالَ أَبُو دَاوُدَ وَمَعْنَى « وَلِينُوا بِأَيْدِى إِخْوَانِكُمْ ». إِذَا جَاءَ رَجُلٌ إِلَى الصَّفِّ فَذَهَبَ يَدْخُلُ فِيهِ فَيَنْبَغِى أَنْ يُلَيِّنَ لَهُ كُلُّ رَجُلٍ مَنْكِبَيْهِ حَتَّى يَدْخُلَ فِى الصَّفِّ
قال الشيخ الألباني : صحيح
تعليق شعيب الأرنؤوط : إسناده صحيح

Bersumber dari Ibnu Umar r.a – Qutaibah berkata : dari Abiz Zaahiriyyah dari Abi Syajarah , tidak menyebutkan Ibnu Umar r.a-
Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda : 

AQIIMUUSH  SHUFUUF  WA HAADZUU BAINAL MANAAKIB WASUDDUL KHALAL.

(Luruskanlah barisan , sejajarkan antara bahu dan tutuplah celah yang kosong.) Lunakkanlah (tangan kalian) terhadap tangan saudara kalian (yang berdampingan). 
Dan janganlah kalian membiarkan celah barisan untuk (ditempati) syaithan.
Barangsiapa yang menyambung barisan , maka Allah akan menyambungnya.
Dan barangsiapa yang memutuskan barisan maka Allah akan memutuskannya.
Hadits shahih riwayat Abu Dawud Kitabush Shalah bab 96 no 666
Ahmad 2/97 no.5691

PENJELASAN
Kalimat “LURUSKANLAH BARISAN” maknanya : hendaknya barisan kalian lurus , tidak bergelombang atau berkelok kelok.

Perintah ini diserukan kepada semua makmum yang melakukan shalat berjama’ah secara menyeluruh agar mereka membentuk barisan yang lurus.

Kalimat  “SEJAJARKAN ANTARA BAHU” maknanya : jadikanlah bahu yang satu dengan bahu lainnya rata , sehingga bahu , leher, dan kaki orang orang  yang shalat seakan menjadi satu bentuk (tidak berpencar pencar).

Perintah ini diserukan kepada perorangan yang saling berdampingan, sehingga sifatnya lebih khusus. Maksudnya : setiap makmum yang berdiri berdampingan agar benar benar berusaha untuk memperhatikan dirinya dan saudaranya yang berada di samping kiri atau kanannya.

Kalimat “ TUTUPLAH CELAH YANG KOSONG” maknanya : celah yang ada di dalam shaf yang membuat shaf menjadi tidak rapat, hendaknya ditutup dengan cara seseorang maju dan  masuk diantara celah tersebut, atau seseorang bergeser ke kiri atau ke kanan supaya shaf benar benar rapat.

Perintah ini diserukan kepada setiap individu yang melihat saudaranya yang belum faham tentang shaf dalam shalat, agar dia memiliki kepedulian untuk menyempurnakan shaf yang belum benar , atau belum rapat karena adanya makmum yang berdampingan tetapi tidak mau mengalah untuk  merapatkan shaf.
DALAM REDAKSI AHMAD :

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « أَقِيمُوا الصُّفُوفَ فَإِنَّمَا تَصُفُّونَ بِصُفُوفِ الْمَلاَئِكَةِ وَحَاذُوا بَيْنَ الْمَنَاكِبِ وَسُدُّوا الْخَلَلَ وَلِينُوا فِى أَيْدِى إِخْوَانِكُمْ وَلاَ تَذَرُوا فُرُجَاتٍ لِلشَّيْطَانِ وَمَنْ وَصَلَ صَفًّا وَصَلَهُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى وَمَنْ قَطَعَ صَفًّا قَطَعَهُ اللَّهُ
تعليق شعيب الأرنؤوط : إسناده صحيح

Bersumber dari Abdullah bin Umar r.a , sesungguhnya Rasulullah saw bersabda :

AQIIMUSH SHUFUUF, FAINNAMAA TASHUFFUUNA BI SHUFUUFIL MALAAIKATI , WA HAADZUU BAINAL MANAAKIB, WA SUDDUL KHALAL

Luruskanlah barisan kalian . Sesungguhnya tidaklah kalian berbaris melainkan berbaris dengan barisan Malaikat. Dan sejajarkan pundak kalian dan tutuplah celah yang kosong. 
Lunakkanlah (tangan kalian) terhadap tangan saudara kalian (yang berdampingan). 
Dan janganlah kalian membiarkan celah barisan untuk (ditempati) syaithan.
Barangsiapa yang menyambung barisan , maka Allah dan Yang Maha Tinggi akan menyambungnya.
Dan barangsiapa yang memutuskan barisan maka Allah akan memutuskannya.
Hadits shahih riwayat Ahmad 2/97 no. 5691

عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ فَإِنِّى أَرَاكُمْ مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِى » . وَكَانَ أَحَدُنَا يُلْزِقُ مَنْكِبَهُ بِمَنْكِبِ صَاحِبِهِ وَقَدَمَهُ بِقَدَمِهِ

Bersumber dari Anas r.a dari Nabi saw yang bersabda :
Luruskanlah barisan kalian. Sesungguhnya aku dapat melihat kalian dari balik punggungku.
Anas berkata : Maka salah seorang dari kami menempelkan pundaknya dengan pundak temannya (yang disebelahnya) , dan menempelkan kakinya dengan kaki temannya (yang di sebelahnya).
Hadits shahih riwayat Al Bukhari Kitabul Adzan bab 76 no 725


PENJELASAN 
Kalimat “Luruskanlah barisan kalian” maknanya adalah : Luruskan dan rapatkan. 

Setelah Nabi saw memerintahkan agar makmum merapatkan dan meluruskan shaf , para shahabatnya meresponnya dengan perbuatan : yaitu mereka saling menempelkan pundak dan kaki mereka kepada makmum yang ada di sebelah mereka.

Kalimat “MENEMPELKAN PUNDAKNYA DENGAN PUNDAK TEMANNYA (YANG DISEBELAHNYA)” maknanya adalah : para shahabat saling mendekat antara satu dengan yang lainnya sehingga pundak mereka saling menempel dengan teman yang ada di sebelahnya. Tidak ada celah sama sekali diantara mereka.

Kalimat “MENEMPELKAN KAKINYA DENGAN KAKI TEMANNYA (YANG DI SEBELAHNYA) maknanya sama dengan sebelumnya, yaitu para makmum saling mendekat sehingga kaki mereka saling menempel antara seseorang dengan orang  yang ada di sebelahnya.
Dengan demikian, maka tidak ada celah sedikitpun diantara mereka.

Perilaku shahabat ini dilakukan di hadapan Rasulullah saw dan didiamkannya.
Maka hal ini menjadi taqrir atau persetujuan dari Rasulullah saw sehingga menjadi sunnah yang mesti diamalkan.

MERAPATKAN PUNDAK DAN KAKI SECARA SERENTAK SEPERTI INI HANYA DAPAT DILAKUKAN JIKA TIDAK ADA ANAK KECIL DIANTARA SHAF DEWASA, KARENA ANAK KECIL KEBERADAANNYA DIANGGAP TIDAK ADA.

Didalam hadits lainnya , didapati redaksi yang agak berbeda :

عَنْ أَبِى الْقَاسِمِ الْجَدَلِىِّ قَالَ سَمِعْتُ النُّعْمَانَ بْنَ بَشِيرٍ يَقُولُ أَقْبَلَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَلَى النَّاسِ بِوَجْهِهِ فَقَالَ « أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ ». ثَلاَثًا « وَاللَّهِ لَتُقِيمُنَّ صُفُوفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللَّهُ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ ». قَالَ فَرَأَيْتُ الرَّجُلَ يُلْزِقُ مَنْكِبَهُ بِمَنْكِبِ صَاحِبِهِ وَرُكْبَتَهُ بِرُكْبَةِ صَاحِبِهِ وَكَعْبَهُ بِكَعْبِهِ
قال الشيخ الألباني : صحيح وأخرجه البخاري ومسلم بجملة الأمر بتسوية الصفوف. وجملة المنكب بالمنكب علقه البخاري عن أنس
تعليق شعيب الأرنؤوط : صحيح إلا أن قوله " وركبته بركبته " قد انفرد به أبو القاسم الجدلي
قال الأعظمي : إسناده صحيح

Bersumber dari Abul Qasim Al Jadali dia berkata : Aku mendengar An Nu’man bin Basyiir r.a berkata :
Rasulullah saw biasa  menghadapkan wajahnya kepada manusia lalu bersabda : 
Luruskan barisan kalian (Hal itu diucapkan 3x)
Demi Allah , luruskanlah barisan kalian , atau Allah benar benar akan membuat hati kalian berselisih.
An Nu’man bin Basyiir r.a berkata : Maka aku melihat seorang laki laki menempelkan pundaknya dengan pundak temannya (di sebelahnya) , dan menempelkan lututnya dengan lutut temannya, dan mata kakinya dengan mata kaki temannya (di sebelahnya)

Hadits shahih riwayat Abu Dawud Kitabush Shalah bab 94 no 662
Ahmad 4/276 no. 17.926 ( Dinilai shahih oleh Syaikh Al Arnauth ) tetapi kalimat : Lutut dengan lutut diragukannya karena Abul Qasim Al Jadali menyendiri periwayatannya.
Ibnu Khuzaimah Kitabul Wudhu’ no 160 ( sanadnya dinilai shahih oleh Al A’dhami)
Ibnu Hibban Kitabush Shalah bab 12 no 2176 (Sanadnya dinilai kuat oleh Al Arnauth).

PENJELASAN 
Dalam hadits ini disebutkan bahwa yang dirapatkan adalah : pundak, lutut dan mata kaki.

Tetapi kalimat : “dan menempelkan lututnya dengan lutut temannya” diragukan keshahihannya oleh Syaikh Al Arnauth karena hanya bersumber dari seorang rawi Abul Qasim Al Jadali, sedangkan dia adalah rawi yang shaduq .

Lihat : Kitab Al Mausuu’ah Al Hadiitsiyah Musnad Al Imam Ahmad bin Hanbal jilid 30 halaman 378.

RAWI YANG SHADUQ adalah rawi yang ‘adil (diterima periwayatannya) tetapi dia kurang baik dari sisi hafalan. Sehingga jika dia sendirian di dalam meriwayatkan hadits dengan redaksi yang berbeda dengan redaksi yang berasal dari rawi lainnya, hal ini meragu ragukan kita. Ada kemungkinan dia melakukan kesalahan karena kurang kuatnya dia dari sisi hafalan.

Tetapi Syaikh Al Albani menilainya sebagai hadits shahih. 

Beliau berkata : Hadits ini shahih dan diriwayatkan oleh imam Al Bukhari dan Muslim dengan kalimat yang berisi perintah untuk meluruskan dan merapatkan shaf.
Sedangkan kalimat “(merapatkan) pundak dengan pundak” , imam Al Bukhari meriwayatkan secara mu’allaq (tanpa sanad) dari Anas bin Malik r.a.

LIHAT 
Kitab Shahih Sunan Abi Dawud Kitabush Shalah bab 94 no 662
Kitab Tamamul Minnah halaman 286

DARI SAYA
Mungkin maksudnya adalah : Imam Al Bukhari meriwayatkan secara mu’allaq  dari 
An Nu’man bin Basyiir r.a. Karena yang bersumber dari Anas r.a diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari dengan sanad yang maushul (sanadnya bersambung=lengkap), bukan secara mu’allaq.

LIHAT : Kitab Shahih Al Bukhari Kitabul Adzan bab 76 no 725

عَنْ سِمَاكِ بْنِ حَرْبٍ قَالَ سَمِعْتُ النُّعْمَانَ بْنَ بَشِيرٍ يَقُولُ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُسَوِّى صُفُوفَنَا حَتَّى كَأَنَّمَا يُسَوِّى بِهَا الْقِدَاحَ حَتَّى رَأَى أَنَّا قَدْ عَقَلْنَا عَنْهُ ثُمَّ خَرَجَ يَوْمًا فَقَامَ حَتَّى كَادَ يُكَبِّرُ فَرَأَى رَجُلاً بَادِيًا صَدْرُهُ مِنَ الصَّفِّ فَقَالَ « عِبَادَ اللَّهِ لَتُسَوُّنَّ صُفُوفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللَّهُ بَيْنَ وُجُوهِكُمْ

Bersumber dari Simak bin Harb dia berkata :
Aku mendengar An Nu’man bin Basyir r.a berkata :
Bahwasanya Rasulullah saw meluruskan barisan kami sehingga seakan akan beliau saw meluruskan anak panah. (Hal itu dilakukan) sampai Nabi saw melihat bahwa kami telah memahaminya (memahami tentang merapatkan dan meluruskan barisan).
Kemudian pada suatu hari , Nabi saw keluar untuk menjadi imam shalat.
Lalu beliau saw berdiri sehingga hampir bertakbir , tiba tiba beliau saw melihat ada seorang laki laki dadanya menonjol keluar dari barisan shalat, maka beliau saw bersabda :
Wahai hamba hamba Allah ! Luruskanlah barisan kalian ! Atau Allah akan membuat wajah kalian berlainan ( maksudnya : Allah akan memunculkan perselisihan diantara kalian)
Hadits shahih riwayat Muslim Kitabush Shalah bab 28 no 436

PENJELASAN
Dalam hadits ini disebutkan bahwa Nabi saw memerintahkan agar shaf para makmum lurus, kemudian beliau saw menegur seseorang yang dadanya menonjol ke depan.
Sehingga dapat difahami bahwa ukuran lurus adalah lurusnya dada para makmum. Tidak ada yang menonjol keluar atau terlalu mundur ke belakang.

KESIMPULAN
YANG DIMAKSUD DENGAN SHAF YANG RAPAT ADALAH : mata kaki seorang makmum merapat ke mata kaki makmum yang ada di sebelahnya, dan pundaknya merapat ke pundak makmum yang ada di sebelahnya. Jika seorang makmum memiliki badan yang tinggi dan makmum lainnya pendek , maka yang harus rapat adalah kedua mata kaki mereka.

Dalam hadits Anas r.a yang diriwayatkan oleh imam Al Bukhari disebutkan bahwa kaki merapat dengan kaki, tidak ada penyebutan mata kaki. Tapi hadits An Nu’man bin Basyir r.a menjelaskan makna merapatkan kaki , yaitu mata kaki seseorang merapat dengan mata kaki orang yang berada disebelahnya. Sehingga kedua duanya dapat diamalkan.

KESIMPULAN
Dengan adanya penjelasan yang panjang ini maka : 

1. KEBERADAAN ANAK KECIL DALAM SHAF DEWASA ADALAH DILARANG (TIDAK DIPERBOLEHKAN) KARENA AKAN MEMBUAT SHAF ORANG DEWASA MENJADI PUTUS. KARENA KEBERADAAN ANAK KECIL DI DALAM SHALAT BERJAMAAH DIANGGAP TIDAK ADA.


2. YANG MENYATAKAN BAHWA ANAK KECIL YANG BERADA DI DALAM SHAF DEWASA , TIDAK MEMUTUSKAN SHAF. KARENA KEBERADAAN ANAK KECIL DIANGGAP SAH, DAN DIAKUI.

Bahkan anak kecil sah menjadi imam dalam shalat berjama’ah
Ini adalah pendapat imam Al Hasan Al Bashri, Malik, Asy Syafi’i, Ats Tsauri, Ishaq dll.
Hanya saja imam Malik dan Ats Tsuri menganggapnya makruh (walaupun boleh).

Lihat : Kitab Fat-hul Baari , syarah terhadap Kitab Shahih Al Bukhari jilid 3 halaman 236 Kitabul Adzan bab 54 hadits no. 692

ALASANNYA

Tidak menerima takwil bahwa anak kecil tidak diperhitungkan amal shalihnya. 

Hadits Ali r.a difahami bahwa YANG TIDAK DIPERHITUNGKAN TERHADAP ANAK KECIL ADALAH DOSANYA SAJA, SEDANGKAN AMAL SHALIHNYA TETAP SAH DAN DIPERHITUNGKAN.

Didapati hadits shahih yang menyatakan bahwa anak kecil diakui keberadaannya di dalam shaf shalat ( hadits shahih riwayat Al Bukhari no 380, 6316 dan Muslim no 658, 766)


Didapati hadits shahih yang menyatakan bahwa anak kecil dibenarkan menjadi imam shalat pada zaman Nabi saw masih hidup. (hadits shahih riwayat Al Bukhari no 4302 , bersumber dari ‘Amr bin Salamah r.a ).


Mengingkari pemahaman yang menyatakan bahwa kisah ‘Amr bin Salamah r.a di atas terjadi tanpa sepengetahuan Nabi saw. (shahih Al Bukhari no 4302 ).

PEMBAHASAN

*DALIL TENTANG AMAL SHALIH YANG DILAKUKAN OLEH ANAK KECIL ADALAH SAH. 

** HAJI ANAK KECIL YANG BELUM BALIGH ADALAH SAH.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ رَفَعَتِ امْرَأَةٌ صَبِيًّا لَهَا فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلِهَذَا حَجٌّ قَالَ « نَعَمْ وَلَكِ أَجْرٌ

Bersumber dari Ibnu Abbas r.a dia berkata : Ada seorang wanita mengangkat anaknya laki laki yang masih kecil lalu dia berkata : Wahai Rasulullah , apakah haji anak ini sah ?
Maka Rasulullah saw bersabda : Iya , dan engkau mendapat bagian pahalanya.
Hadits shahih riwayat Muslim Kitabul Haj bab 72 no 1336.

PENJELASAN 
Nabi saw menyatakan bahwa haji anak kecil adalah sah.

Hal ini difahami secara umum, bahwa semua amal shalih yang dilakukan oleh anak yang belum baligh adalah sah , dan orang tuanya yang mengajarkan , mengarahkan , dan mengajak anak tersebut untuk melakukan amal shalih akan mendapatkan bagian pahalanya.

Sedangkan hadits Ali r.a yang menyatakan bahwa diangkat pena terhadap anak kecil , difahami bahwa yang diangkat pena (tidak diperhitungkan amalnya) adalah perbuatan dosanya saja.

GAMBARANNYA
Anak kecil yang tidak melakukan shalat , maka dia tidak berdosa.
Anak kecil yang melakukan shalat , maka shalatnya sah. Dia beserta orang tuanya mendapat pahala .

Kalau anak kecil shalatnya sah , maka tidak ada halangan baginya untuk menjadi imam.
Sehingga anak kecil menjadi imam shalat : hukumnya boleh (sah)

* * DIDAPATI ADANYA HADITS SHAHIH YANG MENYATAKAN BAHWA ANAK KECIL DIAKUI KEBERADAANNYA DI DALAM SHAF.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ - رضى–الله عنهما - قَا–َ بِتُّ عِنْدَ مَيْمُونَةَ ....فَقَامَ يُصَلِّى ، فَقُمْتُ عَنْ يَسَارِهِ ، فَأَخَذَ بِأُذُنِى فَأَدَارَنِى عَنْ يَمِينِهِ

Bersumber dari Ibnu Abbas r.a dia berkata : Aku bermalam di rumah Maimunah r.a (bibinya Ibnu Abbas r.a , istri dari Nabi saw)…..
Kemudian Nabi saw mengerjakan shalat. Lalu aku berdiri di sebelah kirinya, maka Rasulullah saw memegang telingaku lalu menempatkanku di samping kanannya
Hadits shahih riwayat Al Bukhari Kitabud Da’awaat bab 10 no 6316
Muslim Kitabu Shalatil Musaafiriin bab 26 no 766.

PENJELASAN
Posisi berdiri Ibnu Abbas r.a yang salah ( di sebelah kiri ) dipindahkan oleh Rasulullah saw yang ketika itu sedang dalam keadaan shalat. Artinya keberadaan Ibnu Abbas r.a di dalam shalat diakui oleh Rasulullah saw, karena KALAU KEBERADAAN IBNU ABBAS R.A DIANGGAP TIDAK ADA MAKA TIDAK PERLU RASULULLAH SAW MEMINDAHKANNYA KE SEBELAH KANANNYA. 

Kisah tersebut terjadi ketika Ibnu Abbas masih anak anak ( belum 10 tahun )
Karena ketika Rasulullah saw wafat , Ibnu Abbas r.a berumur sekitar 10 tahun.

عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ قَالَ إِنَّ الَّذِى تَدْعُونَهُ الْمُفَصَّلَ هُوَ الْمُحْكَمُ ، قَالَ وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ تُوُفِّىَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى–الله عليه وسلم - وَأ–نَا ابْنُ عَشْرِ سِنِينَ وَقَدْ قَرَأْتُ الْمُحْكَمَ

Bersumber dari Sa’id bin Jubair dia berkata : Sesungguhnya yang kalian sebut dengan Al Mufashshal adalah Al Muhkam. Ibnu Abbas r.a berkata : Rasulullah saw diwafatkan Allah ketika aku berumur sekitar 10 tahun dan aku membaca Al Muhkam.
Shahih Al Bukhari Kitabu Fadhailil Qur’an  bab 25 no 5035 

(Riwayat yang masyhur : Ketika Rasulullah saw wafat Ibnu Abbas ra berumur 13 tahun)

LIHAT : Kitab Fat-hul Baari pada hadits no 5035

Wallahu A’lam.

** HADITS LAIN TENTANG SHALAT ANAK KECIL ADALAH SAH :

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ جَدَّتَهُ مُلَيْكَةَ دَعَتْ رَسُولَ اللَّهِ - صلى–الله عليه وسلم - لِطعَامٍ صَنَعَتْهُ لَهُ ، فَأَكَلَ مِنْهُ ثُمَّ قَالَ « قُومُوا فَلأُصَلِّ لَكُمْ » . قَالَ أَنَسٌ فَقُمْتُ إِلَى حَصِيرٍ لَنَا قَدِ اسْوَدَّ مِنْ طُولِ مَا لُبِسَ ، فَنَضَحْتُهُ بِمَاءٍ ، فَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى–الله عليه وسلم - وَصفَفْتُ وَالْيَتِيمَ وَرَاءَهُ ، وَالْعَجُوزُ مِنْ وَرَائِنَا ، فَصَلَّى لَنَا رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم - رَكعَتَيْنِ ثُمَّ انْصَرَفَ

Bersumber dari Anas bin Malik r.a bahwasanya neneknya Mulaikah r.a mengundang Rasulullah saw untuk makan hidangan yang dia masak buat Rasulullah saw. Lalu Rasulullah saw memakannya kemudian bersabda : Berdirilah kalian , aku akan melakukan shalat bersama kalian.
Anas r.a berkata : Maka aku berdiri menghampiri alas milik kami yang sudah hitam karena lama tidak dipakai, lalu aku memercikinya dengan air.
Lalu Rasulullah saw berdiri sedangkan AKU BERSAMA ANAK YATIM BERBARIS DI BELAKANG BELIAU SAW dan wanita tua di belakang kami.
Rasulullah saw shalat mengimami kami 2 raka’at kemudian beliau saw pergi
Hadits shahih riwayat Al Bukhari Kitabush shalah bab 20 no 380
Muslim Kitabul Masaajid bab 48 no 658.

PENJELASAN
Anas r.a berkata : Dia berbaris di belakang Nabi saw bersama ANAK YATIM.
Anak yatim difahami sebagai anak kecil yang belum baligh.

Ini menunjukkan bahwa anak kecil diakui keberadannya di dalam shaf.

Karena jika keberadaan anak yatim yang masih kecil ini tidak diakui , mestinya shahabat Anas berdiri di samping kanan Nabi saw, karena jika makmumnya hanya seorang , maka dia berdiri di samping kanan imamnya.

Sedangkan jika makmumnya 2 orang atau lebih maka mereka berdiri di belakang imamnya.
Kenyatannya , Anas r.a dan anak kecil tersebut berdiri di belakang Nabi saw. 
Artinya , anak kecil tersebut keberadannya di dalam shaf diakui oleh Nabi saw.

** DIDAPATI HADITS SHAHIH YANG MENYATAKAN BAHWA ADA ANAK KECIL MENJADI IMAM SHALAT KETIKA NABI SAW MASIH HIDUP.


عَنْ عَمْرِو بْنِ سَلِمَة قَالَ: ...  قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى–الله عليه وسلم -   فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ  فَلْيُؤَذِّنْ أَحَدُكُمْ ، وَلْيَؤُمَّكُمْ أَكْثَرُكُمْ قُرْآنًا » . فَنَظَرُوا فَلَمْ يَكُنْ أَحَدٌ أَكْثَرَ قُرْآنًا مِنِّى ، لِمَا كُنْتُ أَتَلَقَّى مِنَ الرُّكْبَانِ ، فَقَدَّمُونِى بَيْنَ أَيْدِيهِمْ ، وَأَنَا ابْنُ سِتٍّ أَوْ سَبْعِ ، سِنِينَّ......
Bersumber dari ‘Amr bin Salamah r.a dia berkata : ……………… Nabi saw bersabda : 
Apabila telah masuk waktu shalat, hendaknya salah seorang diantara kalian mengumandangkan adzan dan hendaknya yang menjadi imam kalian adalah yang paling banyak hafalan Qur’annya. Maka mereka memperhatikan dan tidak ada seorangpun yang hafalan Qur’annya lebih banyak dari aku karena aku senantiasa mendapatkannya dari para rombongan (yang lewat).
Maka merekapun memajukan aku didepan mereka ( agar aku menjadi imam mereka ), sedangkan sa’at itu aku baru berumur 6 atau 7 tahun  ………..
Hadits Shahih riwayat Al Bukhari Kitabul Maghaazi bab 53 no 4302

PENJELASAN
‘Amr bin Salamah r.a menjadi imam shalat bagi para shahabat ketika umurnya 6 atau 7 tahun, sedangkan Nabi saw masih hidup dan ayat Qur’an masih turun , tetapi tidak ada teguran apapun dari Allah dan RasulNya saw. Hal ini membuktikan bahwa imam anak kecil dalam shalat adalah sah.
Kalau anak kecil hukumnya sah menjadi imam , maka keberadaannya bersama orang dewasa di dalam shaf adalah sah ( Tidak memutuskan shalat ).

**  MENGINGKARI PEMAHAMAN YANG MENYATAKAN BAHWA KISAH ‘AMR BIN SALAMAH R.A DI ATAS (SHAHIH AL BUKHARI NO 4302 ) TERJADI TANPA SEPENGETAHUAN NABI SAW 

Salah satu pertimbangan yang dipakai oleh umat Islam untuk melarang anak kecil menjadi imam shalat adalah : pengingkaran terhadap hadits ‘Amr bin Salamah r.a yang menyatakan bahwa dia menjadi imam shalat ketika umurnya 6 atau 7 tahun.

Pengingkaran tersebut disandarkan kepada pemahaman bahwa kejadian ‘Amr bin Salamah r.a menjadi imam shalat ketika belum baligh adalah tidak dengan sepengetahuan Nabi saw.

BANTAHAN : Pengingkaran terhadap hadits ‘Amr bin Salamah r.a tersebut tidak boleh terjadi. Karena kejadian tersebut adalah ketika Nabi saw masih hidup dan ayat Al Qur’an masih turun. 
Sehingga pengalaman ‘Amr bin Salamah r.a menjadi imam shalat ketika usianya 6 atau 7 tahun harus diambil sebagai dalil , karena tidak pernah ditegur oleh Allah swt.
Pemahaman seperti ini adalah pemahaman para shahabat.

AL HAFIDZ IBNU HAJAR AL ‘ASQALAANI BERKATA : 

Ibnu Daqiiqil ‘Ied menjelaskan : Perkara yang sudah masyhur dalam ilmu ushul dan ilmu hadits adalah : apabila seorang shahabat menisbatkan sesuatu pada masa Nabi saw , maka yang demikian dianggap marfu’ menurut mayoritas ulama’(marfu’ : artinya langsung atau bersambung kepada Nabi saw) .

Karena secara dhahir , Nabi saw mengetahuinya dan menyetujuinya.

LIHAT : Kitab Fat-hul Baari , syarah terhadap Kitab Shahih Al Bukhari jilid 11 halaman 381 Kitabun Nikah bab 96 hadits no 5208.

DARI SAYA 
Hal ini sebagaimana hukum bolehnya ‘Azl , yang dikemukakan oleh shahabat Jabir bin Abdullah r.a 

عَنْ جَابِرٍ قَالَ كُنَّا نَعْزِلُ وَالْقُرْآنُ يَنْزِلُ. زَادَ إِسْحَاقُ قَالَ سُفْيَانُ لَوْ كَانَ شَيْئًا يُنْهَى عَنْهُ لَنَهَانَا عَنْهُ الْقُرْآنُ

Bersumber dari Jabir r.a dia berkata : kami dulu melakukan ‘Azl sedangkan ketika itu Al Qur’an masih turun.

Ishaq menambahkan : Sufyan berkata : seandainya hal itu merupakan sesuatu yang dilarang , tentu Al Qur’an sudah melarang kami untuk melakukannya.

Hadits shahih riwayat Al Bukhari Kitabun Nikah bab 96 no 5208
Muslim Kitabun Nikah bab 22 no 1440 (ini adalah lafadznya).

PENJELASAN
Kalimat “Kami melakukan ‘Azl padahal ketika itu Al Qur’an turun” artinya : Ketika kami melakukan hubungan suami istri , maka kami mengeluarkan air mani di luar vagina istri kami , padahal ketika itu adalah zaman penetapan syari’at. Sedangkan Al Qur’an mendiamkan kami , tidak ada ayat Al Qur’an yang turun menegur kami.

Kalimat : Sufyan berkata : “seandainya hal itu merupakan sesuatu yang dilarang , tentu Al Qur’an sudah melarang kami untuk melakukannya” maknanya : ‘Azl tidak dilarang , bahkan dibenarkan oleh Allah swt.

Sufyan adalah Sufyan bin ‘Uyainah murid dari ‘Amr bin Dinar
‘Amr bin Dinar adalah murid dari Atha’.
Atha’ adalah murid dari Ibnu Abbas r.a

Kalimat Sufyan tersebut diperselisihkan oleh para ulama : 

- Ada yang berkata bahwa kalimat tersebut adalah perkataan Jabir r.a , mengingat redaksinya mengarah kepada pengertian tersebut , yaitu perkataan Jabir r.a, bukan pendapat Sufyan. ( perhatikan :  ...” tentu Al Qur’an sudah melarang kami untuk melakukannya”). Sedangkan “kami” bermakna para shahabat.

- Ada yang menduga bahwa perkataan tersebut adalah pendapat Sufyan sendiri.

KESIMPULAN
Dari pembahasan yang panjang ini , maka : 

Yang saya pilih adalah seperti yang dipilih oleh imam Asy Syafi’i , imam Malik , imam Al Hasan Al Bashri dan yang sefaham dengan mereka bahwa :

ANAK KECIL YANG BELUM BALIGH BOLEH MENJADI IMAM DALAM SHALAT BERJAMA’AH.
KALAU JADI IMAM SAJA DIPERBOLEHKAN , MAKA MASUK KE DALAM SHAF ORANG DEWASA LEBIH DIPERBOLEHKAN. KARENA KEBERADAANNYA DI DALAM SHALAT BERJAMA’AH DIAKUI.

Yang dimaksud dengan anak kecil adalah yang sudah mumayyiz , yaitu yang sudah dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Yaitu sekitar 7 tahun atau lebih.

Wallahu A’lam.

Oleh : Ustadz Mubarak Abdul Rahim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TENTANG HIJRAH MENANTI