Kamis, 16 Maret 2017

BERMAKMUM KEPADA IMAM YANG MEMBACA QUNUT


Foto : Google
Pertanyaan tentang makmum dan imam berbeda keyaqinan soal qunut shubuh , telah dijawab pada pembahasan sebelumnya.
Hanya saja sekarang muncul cabang permasalahan :
Bagi makmum yang meyaqini qunut shubuh tidak disyari’atkan , ketika dia shalat di belakang imam yang membaca qunut , apa yang mesti dilakukan ?
Ikut mengaminkan atau baca do’a sendiri ?
Supaya pembaca memiliki gambaran yang luas dan menyeluruh , saya akan mengulang jawaban ini secara utuh , kemudian saya sambung ke cabang permasalahan yang ditanyakan :
PEMBAHASAN :
Masalah qunut shubuh adalah masalah khilafiyah.
Persoalannya adalah : Didapati hadits qunut shubuh secara terus menerus setiap hari. Tetapi hadits ini diperselisihkan derajatnya. Ada yang menganggap shahih dan ada yang menganggapnya dha’if.
Selain itu , ada juga yang menganggap bahwa qunut shubuh telah dimansukh (dibatalkan).
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ حَدَّثَنِى أَبِى حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو جَعْفَرٍ - يَعْنِى الرَّازِىَّ - عَنِ الرَّبِيعِ بْنِ أَنَسٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ مَا زَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقْنُتُ فِى الْفَجْرِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا
Bersumber darAnas bin Malik r.a dia berkata : Rasulullah saw senantiasa membaca qunut dalam shalat shubuh sampai beliau saw berpisah dengan dunia.
Hadits riwayat Ahmad 3/162

أَخْبَرَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ : مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْحَافِظُ أَخْبَرَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ : مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الصَّفَّارُ حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مِهْرَانَ الأَصْبَهَانِىُّ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى أَخْبَرَنَا أَبُو جَعْفَرٍ الرَّازِىُّ عَنِ الرَّبِيعِ بْنِ أَنَسٍ عَنْ أَنَسٍ : أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَنَتَ شَهْرًا يَدْعُو عَلَيْهِمْ ، ثُمَّ تَرَكَهُ ، فَأَمَّا فِى الصُّبْحِ فَلَمْ يَزَلْ يَقْنُتُ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا
Bersumber dari Anas r.a , bahwasanya Nabi saw membaca qunut selama 1 bulan mendo’akan mereka , kemudian beliau saw meninggalkannya (tidak membaca qunut lagi)
Sedangkan di dalam shalat shubuh , beliau saw senantiasa berqunut sampai berpisah dengan dunia.
Hadits riwayat Al Baihaqi dalam As Sunanul Kubra Kitabush Shalah bab 324  no 2926

PENJELASAN :
Dua buah hadits tentang qunut shubuh yang saya kutipkan sama sama bersumber dari Abu Ja’far Ar Raazi.
Hadits ini adalah sebagian dari hadits qunut shubuh terus menerus setiap hari.
Yang dipermasalahkan adalah rawi Abu Ja’far Ar Razi yang nama aslinya adalah Iesa bin Mahan dinilai sebagai rawi yang tsiqah oleh beberapa ulama seperti imam al Hakim , Al Baihaqi dll
Sedangkan ulama lainnya menolak riwayat darinya :
- Imam Ibnu Hibban : Abu ja’far Ar Razi banyak meriwayatkan hadits hadits munkar dari orang orang yang terkenal.

- Imam Ahmad bin Hanbal dan Nasai : dia bukan rawi yang kuat karena banyak melakukan kesalahan dalam periwayatan.

- Dll

LIHAT : Kitab Silsilah  Adh Dha’ifah  jilid 3 halaman 384 hadits no 1238

حَدَّثَنَا مَالِكُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ ، عَنْ شَرِيكٍ ، عَنْ أَبِي حَمْزَةَ ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ ، عَنْ عَلْقَمَةَ ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ ، قَالَ : لَمْ يَقْنُتِ النَّبِيُّ - صلى الله عليه وسلم - إِلاَّ شَهْرًا ، لَمْ يَقْنُتْ قَبْلَهُ وَلا بَعْدَهُ
Bersumber dari Abdullah bin Mas’ud r.a dia berkata  : Bahwasanya Nabi saw tidak qunut kecuali hanya 1 bulan.  Sebelumnya Nabi saw tidak  qunut  dan setelah (sebulan qunut) , Nabi saw tidak qunut lagi.  
Riwayat Ibnu Abi Syaibah no 342
Al Bazzar no 1569

Dalam sanadnya ada rawi Syarik Al Qadhi yang jujur dan ahli ibadah tetapi jelek hafalannya. 

PENJELASAN :
Kalimat “tidak qunut setelahnya” difahami bahwa Rasulullah saw tidak pernah melakukan qunut shubuh setelah berhenti dari qunut nazilah selama sebulan. 
Walaupun riwayat ini diperbincangkan sanadnya , tetapi hal ini menambah rumitnya pembahasan tentang qunut. 
RINGKASNYA : qunut shubuh adalah persoalan khilafiyah yang berat untuk dibahas.
*  Bagi imam dan makmum yang memiliki keyaqinan yang sama berkaitan dengan keberadaan qunut shubuh , maka tidak ada permasalaha yang harus dibahas. 
Karena amalan imam dan makmumnya sama.

*  Bagi Imam dan makmum yang berbeda keyaqinannya tentang keberadaan qunut shubuh , maka akan muncul permasalahan baru :

SOAL : Jika imamnya qunut shubuh , bagi makmum yang berkeyaqinan bahwa qunut shubuh tidak ada , apa yang harus dilakukannya ?

JAWAB : Mungkin keraguan orang  yang bertanya berkaitan dengan perintah dari Nabi saw kepada makmum untuk mengikuti imam dan larangan berbeda dengannya.

Makmum diwajibkan mengikuti imamnya dalam beberapa perkara (5perkara)
Makmum tidak wajib mengikuti semua perbuatan imamnya
PEMBAHASAN :
1. MAKMUM HARUS MENGIKUTI IMAMNYA WALAUPUN IMAMNYA MELAKUKAN KESALAHAN.
Maksudnya : makmum tidak boleh melakukan pekerjaan shalat yang berbeda dengan imamnya
Didapati banyak hadits shahih dalam masalah ini , diantaranya :
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إِنَّمَا الإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَلاَ تَخْتَلِفُوا عَلَيْهِ فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا وَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا وَإِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ. فَقُولُوا اللَّهُمَّ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ. وَإِذَا سَجَدَ فَاسْجُدُوا وَإِذَا صَلَّى جَالِسًا فَصَلُّوا جُلُوسًا أَجْمَعُونَ
Bersumber dari Abu Hurairah r.a dia berkata : Nabi saw bersabda :
Sesungguhnya imam itu tidak lain adalah untuk diikuti, maka janganlah kalian menyelisihinya
Apabila imam bertakbir , hendaknya kalian bertakbir.
Apabila imam ruku’ , maka hendaknya kalian ruku’.
Apabila imam mengucapkan “sami’ Allahu liman hamidah , maka hendaknya kalian menjawab : Allahumma Rabbanaa lakal hamdu
Apabila imam sujud , maka hendaknya kalian sujud.
Apabila imam shalat dengan duduk , maka hendaknya kalian semuanya shalat dengan duduk
Hadits shahih riwayat Al Bukhari Kitabul Adzan bab 74 no 722 
Muslim Kitabush Shalah bab 19 no 414 (ini adalah lafadznya)

PENJELASAN :
Di dalam shalat berjama’ah, imam adalah pemimpin yang harus diikuti oleh semua makmumnya. Apabila imam bertakbir maka semua makmumnya harus bertakbir.
Apabila imam ruku’ maka semua makmum harus ruku’. Demikian seterusnya.

Catatan :  Tentang kebiasaan yang tidak benar :
-   Dalam shalat berjama’ah , sering didapati adanya makmum yang sujud dalam waktu yang agak lama , padahal imamnya sudah duduk tahiyyat. Biasanya hal ini terjadi pada tahiyyat akhir. Perbuatan makmum yang seperti ini tidak benar. 

YANG BENAR ADALAH : Apabila imamnya sudah bertakbir untuk duduk tahiyyat, maka semua makmumnya harus bertakbir untuk duduk tahiyyat seperti imamnya.
Jika seseorang ingin berlama lama di dalam sujudnya , dia dapat melakukannya ketika dia shalat sendirian , misalnya ketika mengerjakan shalat tahajjud dll.

-   Dalam shalat tarawih , sering didapati makmum yang masih duduk duduk , padahal imamnya sudah bertakbir dan membaca surah Al Fatihah atau surah lainnya. Ketika imamnya akan ruku’ baru makmum bergabung dalam shalat berjama’ah. 
Perbuatan makmum yang seperti ini tidak benar.

YANG BENAR ADALAH : apabila imamnya bertakbir (takbiratul ihram) , maka makmumnya harus mengikuti imamnya , yaitu bertakbir. 

Para imam mesti memperhatikan kebiasaan yang tidak baik ini. Semestinya imam memerintahkan makmumnya untuk berdiri dan menyusun barisan. Imam jangan terburu buru memulai shalat sebelum dia melihat makmumnya sudah siap di dalam shaf mereka.

CABANG PERMASALAHAN :
A) DALAM HAL PERPINDAHAN GERAK, MAKMUM HARUS MENGIKUTI IMAM WALAUPUN IMAMNYA MELAKUKAN KESALAHAN.
Misalnya : Jika pada 2 raka’at pertama imamnya tidak duduk tahiyyat , dan langsung berdiri dengan sempurna , maka semua makmum harus berdiri mengikuti imamnya, walaupun ketika itu imamnya melakukan kesalahan.
Setelah itu imam dan makmum melakukan sujud sahwi 2 kali sebelum salam.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ ابْنِ بُحَيْنَةَ - رضى الله عنه - أَنَّهُ قَالَ صَلَّى لَنَا رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - رَكْعَتَيْنِ مِنْ بَعْضِ الصَّلَوَاتِ ثُمَّ قَامَ فَلَمْ يَجْلِسْ ، فَقَامَ النَّاسُ مَعَهُ ، فَلَمَّا قَضَى صَلاَتَهُ وَنَظَرْنَا تَسْلِيمَهُ كَبَّرَ قَبْلَ التَّسْلِيمِ فَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ ثُمَّ سَلَّمَ
Bersumber dari Abdullah bin Buhainah Al Asdi r.a , dia berkata : Rasulullah saw shalat mengimami kami 2 raka’at pada salah satu shalat fardhu lalu beliau saw langsung berdiri dan tidak duduk (tahiyyat). Maka orang orangpun ikut berdiri bersamanya. Ketika Nabi saw menyelesaikan shalatnya, kami menunggu ucapan salam beliau saw.
Ternyata beliau saw bertakbir sebelum salam dan melakukan sujud 2 kali sementara beliau saw dalam keadaan duduk, kemudian beliau saw mengucapkan salam.
Hadits Shahih riwayat Al Bukhari Kitabus Sahwii bab 1 no 1224 ( ini adalah lafadznya).  Muslim Kitabul Masaajid bab 19 no 570
Abu Dawud Kitabush Shalah bab 202 no 1036  

PENJELASAN :
Hadits ini menerangkan bahwa Nabi saw terlupa tidak duduk tahiyyat pada taka’at ke 2.
Nabi saw langsung berdiri untuk mengerjakan raka’at ke 3.
Para shahabat yang menjadi makmum ikut berdiri bersama dengan Nabi saw walaupun mereka tahu bahwa seharusnya mereka duduk tahiyyat awal.

Hadits ini menjelaskan kedudukan imam, yaitu makmum harus mengikuti perpindahan gerak dari  imamnya walaupun ketika itu imam melakukan kesalahan.

Dan jika imam melakukan sujud sahwi, maka makmum harus ikut mengerjakan sujud sahwi , walaupun makmum merasa bahwa yang melakukan kesalahan adalah imamnya saja.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ ابْنِ بُحَيْنَةَ الأَسْدِىِّ حَلِيفِ بَنِى عَبْدِ الْمُطَّلِبِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - قَامَ فِى صَلاَةِ الظُّهْرِ وَعَلَيْهِ جُلُوسٌ ، فَلَمَّا أَتَمَّ صَلاَتَهُ سَجَدَ سَجْدَتَيْنِ فَكَبَّرَ فِى كُلِّ سَجْدَةٍ وَهُوَ جَالِسٌ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ ، وَسَجَدَهُمَا النَّاسُ مَعَهُ مَكَانَ مَا نَسِىَ مِنَ الْجُلُوسِ        
Bersumber dari Abdullah bin Buhainah Al Asdi r.a ( sekutu bani Abdul Muthalib ), bahwa Rasulullah saw mengerjakan shalat dhuhur , dan langsung berdiri ( pada raka’at ke 2 ), padahal seharusnya beliau saw duduk ( tahiyyat ). Ketika menyempurnakan shalatnya, beliau saw sujud 2 kali sambil bertakbir setiap kali sujud, sedangkan beliau saw melakukannya sambil duduk. MAKA ORANG ORANG TURUT MELAKUKAN 2 SUJUD ITU BERSAMANYA SEBAGAI GANTI DUDUK TAHIYYAT YANG TERLUPAKAN.
Hadits shahih riwayat Al Bukhari Kitabus Sahwii bab 5 no 1230
Muslim Kitabul Masaajid  bab 19  no 570
Nasaai Kitabu Shifatish shalah bab 28 no 1261 

TAMBAHAN : 
Hadits tentang larangan kembali duduk setelah berdiri dengan sempurna (bagi orang yang lupa tahiyyat awal) 
عَنِ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِذَا قَامَ الإِمَامُ فِى الرَّكْعَتَيْنِ فَإِنْ ذَكَرَ قَبْلَ أَنْ يَسْتَوِىَ قَائِمًا فَلْيَجْلِسْ فَإِنِ اسْتَوَى قَائِمًا فَلاَ يَجْلِسْ وَيَسْجُدُ سَجْدَتَىِ السَّهْوِ
قال الشيخ الألباني : صحيح
تعليق شعيب الأرنؤوط : حديث صحيح بطرقه
Bersumber dari Al Mughirah bin Syu’bah r.a dia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda: 
Apabila imam berdiri pada 2 raka’at (pertama) , jika dia ingat sebelum berdiri tegak hendaklah dia kembali duduk. Jika dia telah berdiri tegak janganlah dia kembali untuk duduk, dan hendaknya dia sujud 2 kali ( yaitu ) sujud sahwi
Hadits shahih riwayat Abu Dawud Kitabush Shalah bab 203 no 1038                         
Ahmad 4/253 no 17.757

PENJELASAN :
Jika seseorang mengerjakan shalat kemudian terlupa tidak duduk tahiyyat pada raka’at ke dua , maka jika dia sudah tegak berdiri , tidak boleh kembali duduk. Dia harus tetap berdiri mengerjakan raka’at ke 3. Di penghujung shalat sebelum salam , hendaknya dia sujud 2 kali (sujud sahwi)
Jika dia hendak berdiri kemudian dia ingat sebelum dia berdiri tegak , maka dia harus kembali untuk duduk tahiyyat awal. Dan di penghujung shalat , tidak perlu melakukan sujud sahwi. Hendaknya dia langsung mengucapkan salam.

LANJUTAN CABANG PERMASALAHAN :
B). APAKAH MAKMUM HARUS MENGIKUTI SEMUA PERBUATAN IMAM DALAM SEGALA KEADAAN ?

Jawab    :  Tidak.

Yang diperintahkan kepada makmum untuk mengikuti imam adalah dalam 5 hal :
*  Apabila imam bertakbir maka makmum harus bertakbir.
*  Apabila imam ruku’ maka makmum harus ruku’.
*  Apabila imam bangkit dari ruku’ mengucap sami’allahu liman hamidah maka makmum harus bangkit juga dari ruku’ dan menjawabnya dengan : Rabbanaa lakal hamdu atau Rabbanaa wa lakal hamdu atau Allahumma Rabbanaa lakal hamdu atau Allahumma Rabbanaa wa lakal hamdu.

*  Apabila imam sujud maka makmum harus sujud.
*  Apabila imam duduk maka makmum harus duduk.

Maksudnya :
* Jika imamnya bertakbir maka semua makmumnya harus bertakbir, tapi sifat atau cara bertakbirnya tidak harus sama dengan imamnya .
Kata “bertakbir” maksudnya adalah : takbiratul ihram.
Artinya : Jika imamnya mengucap takbiratul ihram pandangannya mengarah ke atas maka makmumnya tidak wajib mengikuti cara imam yang salah tersebut, karena Nabi saw melarang shalat dengan memandang ke atas. 

* Jika imamnya ruku’ maka  semua makmum harus ruku’. Tetapi sifat atau cara ruku’nya tidak harus sama dengan imamnya.
Artinya : jika imamnya ketika ruku’ tidak meletakkan tangan di lutut , maka makmumnya tidak wajib mengikuti cara ruku’ yang salah dari imamnya tersebut. 
Makmum juga tidak diwajibkan membaca bacaan ruku’ seperti bacaan imamnya.

* Jika imamnya bangkit berdiri dari ruku’ , maka semua makmum harus bangkit berdiri dari ruku’. Tetapi sifat atau cara berdirinya tidak harus sama dengan imamnya.
Artinya : Jika imamnya ketika bangkit berdiri mengangkat tangan tinggi tinggi serta memandang ke atas , maka makmumnya tidak wajib mengikuti cara berdiri imam yang salah tersebut. 

* Jika imamnya sujud , maka makmum harus sujud, tetapi sifat atau cara sujudnya tidak mesti sama dengan imamnya.
Artinya : jika imamnya sujud dengan tidak meletakkan hidungnya di bumi , maka makmum tidak wajib mengikuti cara sujud yang salah dari imamnya tersebut.
Makmum juga tidak diwajibkan membaca bacaan sujud seperti bacaan imamnya.

* Jika imamnya duduk , maka semua makmumnya harus duduk , tetapi sifat duduknya tidak harus sama dengan imamnya.
Artinya : jika imamnya duduk tahiyyat akhir dengan cara iftirasy , maka makmumnya tidak wajib mengikuti cara duduk dari imamnya tersebut.
Jika imamnya batuk , makmum tidak perlu ikut batuk mengikuti imamnya.
Jika imamnya bersin , makmum tidak perlu ikut bersin bersama sama.
Jika imamnya menggaruk badannya , makmum tidak perlu ikut menggaruk badannya.
Jika imamnya banyak menggoyangkan tubuh ketika berdiri , maka makmum tidak perlu mengikutinya.
Demikian seterusnya.

Dalilnya : 
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إِنَّمَا الإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَلاَ تَخْتَلِفُوا عَلَيْهِ فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا وَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا وَإِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ. فَقُولُوا اللَّهُمَّ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ. وَإِذَا سَجَدَ فَاسْجُدُوا وَإِذَا صَلَّى جَالِسًا فَصَلُّوا جُلُوسًا أَجْمَعُونَ
Bersumber dari Abu Hurairah r.a dia berkata : Nabi saw bersabda :
Sesungguhnya imam itu tidak lain adalah untuk diikuti. Maka janganlah kalian menyelisihinya
Apabila imam bertakbir , hendaknya kalian bertakbir.
Apabila imam ruku’ , maka hendaknya kalian ruku’.
Apabila imam mengucapkan “sami’ Allahu liman hamidah , maka hendaknya kalian menjawab : Allahumma Rabbanaa lakal hamdu
Apabila imam sujud , maka hendaknya kalian sujud.
Apabila imam shalat dengan duduk , maka hendaknya kalian semuanya shalat dengan duduk.
Hadits shahih riwayat Al Bukhari Kitabul Adzan bab 74 no 722
Muslim Kitabush Shalah bab 19 no 414 (ini adalah lafadznya).


عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّهُ قَالَ خَرَّ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - عَنْ فَرَسٍ فَجُحِشَ فَصَلَّى لَنَا قَاعِدًا فَصَلَّيْنَا مَعَهُ قُعُودًا ، ثُمَّ انْصَرَفَ فَقَالَ « إِنَّمَا الإِمَامُ - أَوْ إِنَّمَا جُعِلَ الإِمَامُ - لِيُؤْتَمَّ بِهِ ، فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا ، وَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا ، وَإِذَا رَفَعَ فَارْفَعُوا ، وَإِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ . فَقُولُوا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ . وَإِذَا سَجَدَ فَاسْجُدُوا
Bersumber dari Anas bin Malik r.a , sesungguhnya dia berkata :
Rasulullah saw terjatuh dari kuda dan beliau saw terluka.
Lalu Nabi saw melakukan shalat menjadi imam bagi kami dengan cara duduk, maka kami juga melakukan shalat bersamanya dengan duduk.
Ketika selesai dari shalatnya , Nabi saw bersabda : 
Sesungguhnya , tidaklah imam itu – atau : tidaklah seseorang dijadikan imam  – melainkan untuk diikuti. 
Maka jika imam bertakbir hendaknya kalian bertakbir.
Jika imam ruku’ , hendaknya kalian ruku’.
Jika imam bangkit dari ruku’, hendaknya kalian bangkit dari ruku’.
JIka imamnya mengucapkan “sami’allahu liman hamidah” maka hendaknya kalian mengucapkan “ Rabbanaa lakal hamdu “.
Jika imam sujud , hendaknya kalian sujud.
Hadits shahih riwayat Al Bukhari Kitabul Adzan bab 82 no 733.

PENJELASAN :
Dalam hadits hadits yang membicarakan kewajiban makmum untuk mengikuti imam , didapati penjelasan langsung dari Nabi saw tentang perkara yang wajib diikuti oleh makmum dari imamnya , yaitu :
*  Takbiratul Ihram.
*  Ruku’
*  Bangkit dari ruku’ (I’tidal)
*  Sujud
*  Duduk
Maka saya memahami bahwa perbuatan imam di dalam shalat yang wajib diikuti oleh makmumnya adalah perkara yang dhahir (= nampak atau diketahui ) oleh makmumnya , dan itupun dibatasi hanya pada 5 tempat tersebut.
Sedangkan perbuatan imam yang tidak diketahui oleh makmumnya , maka makmum tidak wajib mengikutinya.

Misalnya : bacaan dalam sujud , maka yang dibaca oleh imam tidak harus diikuti oleh makmumnya. Artinya : makmum boleh membaca bacaan dalam shalat yang berbeda dengan bacaan imamnya, asalkan bacaan tersebut adalah bacaan yang diajarkan oleh Nabi saw.

KESIMPULAN AKHIR :
JIKA IMAM QUNUT , MAKA MAKMUM IKUT BERDIRI BERSAMA IMAM TETAPI TANGANNYA TERJULUR KE BAWAH. MAKMUM TIDAK PERLU IKUT MENGANGKAT TANGAN DAN MENGAMINKAN IMAMNYA.
Dengan demikian , semua umat Islam dapat melaksanakan shalat berjama’ah walaupun berlainan pendapat dalam masalah qunut antara imam dan makmumnya.

Cabang permasalahan :
SOAL :  Bagi makmum yang meyaqini bahwa qunut shubuh tidak disyari’atkan , ketika dia bermakmum kepada imam yang membaca qunut , apakah dia mengaminkan ?

JAWAB : Tidak.

Saya berpandangan demikian karena : Orang yang sudah meyaqini bahwa qunut shubuh tidak disyari’atkan , maka konsekwensi logisnya adalah : dia menganggap bahwa qunut shubuh tidak ada. Dengan kata lain dia berkata : yang mengamalkan qunut shubuh dianggap melakukan kesalahan.
Jika dia ikut mengangkat tangan atau mengaminkannya walaupun tidak angkat tangan , sama saja dengan meyaqini bahwa qunut shubuh adalah perkara yang disyari’atkan.
Saya memandang bahwa cara seperti ini tidak konsisten dengan apa yang diyaqininya.

Hari senin dia meyaqini qunut shubuh tidak ada.
Selasa dia mengamalkannya.
Rabu dia menolak lagi .
Kamis dia membenarkannya.
Dst .. ?????
Bagi saya ,  sikap yang benar adalah : tidak berpartisipasi apapun dalam pembacaan do’a qunut shubuh, yaitu : tidak ikut mengangkat tangan dan tidak mengaminkannya.

SOAL :  Ketika imam membaca qunut shubuh , apakah makmum boleh membaca do’a lainnya ?

JAWAB : Tidak boleh.

Ibadah adalah tuntunan , bukan hasil pertimbangan aqal.

Ketika berdiri i’tidal , Rasulullah saw telah mengajarkan do’a khusus untuk i’tidal . 
Maka tidak dibenarkan bagi makmum membaca do’a lainnya.
(lihat : Pelajaran shalat yang telah saya sampaikan).

Setelah membaca do’a i’tidal , makmum hendaknya diam menunggu imamnya sujud. Sikap ini harus dia lakukan karena makmum  terikat dengan aturan shalat berjama’ah , yaitu : jika imam berdiri i’tidal maka hendaknya dia berdiri juga. Jika imamnya sujud , hendaknya dia sujud juga. Demikian seterusnya. 

Sedangkan sifat berdiri imamnya tidak ada kewajiban bagi makmumnya untuk mengikutinya , termasuk bacaan qunut yang ditanyakan tersebut.

Wallahu A’lam.
Oleh : Ustadz Mubarak Abdul Rahim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TENTANG HIJRAH MENANTI