Sabtu, 18 Maret 2017

KEUTAMAAN SHALAT BERJAMA’AH

KEUTAMAAN SHALAT BERJAMA’AH
Shalat berjama’ah adalah amal shalih yang sangat dipuji dalam Islam. 
Sangat banyak keutamaan yang disediakan oleh Allah swt bagi yang melakukan shalat fardhu dengan cara berjama’ah , diantaranya :
1. SHALAT BERJAMA’AH LEBIH UTAMA 27 DERAJAT DARIPADA SHALAT SENDIRIAN
عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « صَلاَةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلاَةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً 
Bersumber dari Ibnu Umar r.a , sesungguhnya Rasulullah saw bersabda :
Shalat berjama’ah lebih utama 27 derajat dibanding dengan shalat sendirian 
Shahih Al Bukhari Kitabul Adzaan bab Fadhlu Shalaatil Jamaa’ah no 645
Shahih Muslim Kitabul Masaajid  bab (42) Fadhlu Shalaatil Jamaa’ah no 650 ( Ini adalah lafadznya )

DALAM REDAKSI LAINNYA DISEBUTKAN 25 KALI 
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « صَلاَةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلاَةِ أَحَدِكُمْ وَحْدَهُ بِخَمْسَةٍ وَعِشْرِينَ جُزْءًا
Bersumber dari Abu Hurairah r.a , sesungguhnya Rasulullah saw bersabda :
Shalat berjama’ah lebih utama 25 kali bagian dari shalatnya seseorang diantara kalian yang dilakukan  sendirian
Hadits shahih riwayat Muslim Kitabul Masaajid bab 42 no 649

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « صَلاَةُ الْجَمِيعِ تَزِيدُ عَلَى صَلاَتِهِ فِى بَيْتِهِ ، وَصَلاَتِهِ فِى سُوقِهِ خَمْسًا وَعِشْرِينَ دَرَجَةً ، فَإِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ وَأَتَى الْمَسْجِدَ ، لاَ يُرِيدُ إِلاَّ الصَّلاَةَ ، لَمْ يَخْطُ خُطْوَةً إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَةً ، وَحَطَّ عَنْهُ خَطِيئَةً ، حَتَّى يَدْخُلَ الْمَسْجِدَ ، وَإِذَا دَخَلَ الْمَسْجِدَ كَانَ فِى صَلاَةٍ مَا كَانَتْ تَحْبِسُهُ ، وَتُصَلِّى - يَعْنِى عَلَيْهِ - الْمَلاَئِكَةُ مَا دَامَ فِى مَجْلِسِهِ الَّذِى يُصَلِّى فِيهِ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ ، اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ ، مَا لَمْ يُحْدِثْ فِيهِ
Bersumber dari Abu Hurairah r.a dari Nabi saw yang bersabda :
Shalat berjama’ah lebih utama 25 derajat daripada shalatnya seseorang di rumahnya atau di pasarnya. Karena sesungguhnya barangsiapa diantara kalian yang berwudhu ( di rumahnya ) lalu dia pergi ke masjid , dan dia tidak memiliki tujuan (lain) selain shalat, tidaklah dia melangkahkan kaki 1 langkah melainkan Allah mengangkatnya 1 derajat dan menghapus darinya 1 kesalahan ( dosa ) sampai dia masuk masjid.
Ketika dia sudah masuk masjid maka dia senantiasa berada di dalam shalat selama dia bertahan karenanya ( menunggu shalat berjama’ah ) . Dan selama dia berada di tempatnya , Malaikat senantiasa berdo’a : ya Allah ampunilah dia dan sayangilah dia.
(Do’a itu senantiasa diucapkan ) selama dia tidak berhadats ( tidak batal wudhunya )
Hadits shahih riwayat Al Bukhari Kitabush Shalah bab 87 no 477 ( ini lafadznya )
Muslim Kitabul Masaajid bab 49 no 649

PENJELASAN :
Kalimat “ maka dia senantiasa berada di dalam shalat “ artinya : dia senantiasa diberi pahala seperti orang yang mengerjakan shalat , selama dia berada ditempatnya. Walaupun kenyataannnya dia tidak sedang melakukan shalat.

Kalimat “lebih utama 25 derajat daripada shalatnya seseorang di rumahnya atau di pasarnya” mengarahkan kepada satu makna bahwa : shalat berjama’ah dengan keutamaan 25 kali lebih besar adalah dilakukan di masjid.

Ada yang berpendapat bahwa : Hadits tersebut tidak membicarakan keutamaan tempat
( masjid ) , tetapi yang dibicarakan adalah keutamaan berjama’ahnya. Sehingga digunakan perbandingan shalat di rumah atau di pasarnya , karena shalat di rumah atau di pasar biasanya dilakukan dengan sendirian , tidak berjama’ah dengan masyarakat sekitarnya.

DARI SAYA :
Terlepas dari perbedaan pemahaman terhadap hadits di atas , maka yang lebih utama adalah melakukan shalat berjama’ah di masjid. Karena shalat fardhu yang dilakukan oleh Nabi saw adalah dengan cara berjama’ah di masjid.
Melakukan shalat dengan cara berjama’ah di masjid adalah mengikuti sunnah Nabi saw.

Karena Nabi saw ketika sedang tidak dalam perjalanan , shalat fardhunya senantiasa dilakukan di masjid dengan cara berjama’ah. Tidak dengan cara lainnya.

Yang dimaksud dengan “masjid” adalah seluruh masjid yang berada di atas bumi ini. Boleh masjid di dekat rumahnya , atau didekat kantornya , dekat pasarnya dsb. 

Tidak harus masjid tertentu. Jika seseorang sedang berada di tempat kerjanya , kemudian dia hadir dalam shalat berjama’ah yang dilakukan di masjid yang berada di sekitarnya , maka dia tetap mendapatkan keutamaan shalat berjama’ah.

Tentang perbedaan angka dalam keutamaan : Ada riwayat yang menyebutkan 25 , ada juga yang 27.

Tentang adanya perbedaan redaksi keutamaan shalat berjama’ah ( 25 dan 27 ) tidak menunjukkan bahwa hadits tersebut bertentangan. Bahkan hadits hadits tersebut sebagai pemberitahuan bahwa keutamaan shalat berjama’ah yang didapatkan seseorang bisa saja berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Hal ini bergantung dengan banyak hal , diantaranya :
Berwudhu di rumah kemudian berangkat ke masjid untuk shalat berjama’ah adalah lebih utama dibanding dengan berangkat ke masjid tidak dalam keadaan berwudhu (berwudhunya dilakukan di masjid). Bersumber dari Abu HUrairah r.a , Nabi saw bersabda 
فَإِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ وَأَتَى الْمَسْجِدَ ، لاَ يُرِيدُ إِلاَّ الصَّلاَةَ ، لَمْ يَخْطُ خُطْوَةً إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَةً ، وَحَطَّ عَنْهُ خَطِيئَةً ، حَتَّى يَدْخُلَ الْمَسْجِدَ
Karena sesungguhnya BARANGSIAPA DIANTARA KALIAN YANG BERWUDHU ( DI RUMAHNYA ) lalu dia pergi ke masjid , dan dia tidak memiliki tujuan (lain) selain shalat, tidaklah dia melangkahkan kaki 1 langkah melainkan Allah mengangkatnya 1 derajat dan menghapus darinya 1 kesalahan ( dosa ) sampai dia masuk masjid. 
Hadits shahih riwayat Al Bukhari Kitabush Shalah bab 87 no 477 ( ini lafadznya )
Muslim Kitabul Masaajid bab 49 no 649

Berangkat lebih awal ke masjid sebelum iqamat dikumandangkan tidak sama dengan yang terlambat ( masbuq = tidak mendapati raka’at pertama dengan imamnya ). Bersumber dari Anas bin Malik r.a , Rasulullah saw bersabda :
مَنْ صَلَّى لِلَّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا فِى جَمَاعَةٍ يُدْرِكُ التَّكْبِيرَةَ الأُولَى كُتِبَتْ لَهُ بَرَاءَتَانِ بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ وَبَرَاءَةٌ مِنَ النِّفَاقِ
قال الشيخ الألباني : حسن
Bersumber dari Anas bin Malik r.a dia berkata : Rasulullah saw bersabda : Barangsiapa yang mengerjakan shalat karena Allah selama 40 hari dengan cara berjama’ah dengan selalu mendapatkan takbir pertama (imamnya) , maka akan ditetapkan baginya 2 kebebasan : Kebebasan dari api neraka dan kebebasan dari sifat kemunafikan 
Hadits hasan riwayat Tirmidzi Kitabush Shalaah bab Fadhlut Takbiiratil Uulaa no 241 

Orang yang datang lebih awal di Masjid lalu dia menunggu iqamat tidak sama dengan yang datang ketika iqamat telah dikumandangkan. Bersumber dari Abu Hurairah r.a  , Nabi saw bersabda :
وَإِذَا دَخَلَ الْمَسْجِدَ كَانَ فِى صَلاَةٍ مَا كَانَتْ تَحْبِسُهُ ، وَتُصَلِّى - يَعْنِى عَلَيْهِ - الْمَلاَئِكَةُ مَا دَامَ فِى مَجْلِسِهِ الَّذِى يُصَلِّى فِيهِ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ ، اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ ، مَا لَمْ يُحْدِثْ فِيهِ
Ketika dia sudah masuk masjid maka dia senantiasa berada di dalam shalat selama dia bertahan karenanya (menunggu shalat berjama’ah). Dan selama dia berada di tempatnya , malaikat senantiasa berdo’a : ya Allah ampunilah dia dan sayangilah dia.
(Do’a itu senantiasa diucapkan ) selama dia tidak berhadats ( tidak batal wudhunya )
Hadits shahih riwayat Al Bukhari Kitabush Shalah bab 87 no 477 ( ini lafadznya )
Muslim Kitabul Masaajid bab 49 no 649

Shalat berjama’ah dengan shaf yang rapat dan lurus , tidak sama dengan shaf yang asal asalan. Bersumber dari Anas bin Malik r.a , Nabi saw bersabda :
سَوُّوا صُفُوفَكُمْ فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصَّفِّ مِنْ تَمَامِ الصَّلاَةِ
Luruskanlah shaf kalian , karena sesungguhnya meluruskan shaf adalah salah satu syarat kesempurnaan shalat
Hadits shahih riwayat Muslim Kitabush Shalah bab 28 no 433

DLL 

IMAM NAWAWI BERKATA : 
Penggabungan diantara keduanya dapat dilakukan dari 3 hal ;
A) Tidak ada pertentangan antara hadits hadits yang ada. Penyebutan yang sedikit tidak mengingkari yang banyak

B) Pada awalnya Nabi saw memberitahukan jumlah yang sedikit (25 kali atau 25 derajat),
Kemudian Allah swt memberitahukan kepada Nabi saw adanya penambahan keutamaan, maka Nabi saw memberitahukan kepada ummatnya.

C) Jumlah keutamaan bergantung kepada perbedaan keadaan orang yang mengerjakan shalat , sehingga sebagian mendapat 25 dan sebagian lainnya mendapat 27. 
Hal ini tergantung kepada kesempurnaan shalat , di mana dia sangat menjaga bagusnya shalat yang dilakukannya , juga khusyu’nya , banyaknya jumlah jama’ah yang hadir , keutamaan tempat yang digunakan untuk menunaikan shalat , dsb
LIHAT  : Kitab Syarah Muslim oleh imam Nawawi jilid 3 halaman 153 Kitabul Masajid bab (42) Fadhli Shalatil Jama’ah.

2. MENDAPATKAN PERLINDUNGAN ALLAH DARI BAHAYA DIKUASAI SYAITHAN
عَنْ أَبِى الدَّرْدَاءِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « مَا مِنْ ثَلاَثَةٍ فِى قَرْيَةٍ وَلاَ بَدْوٍ لاَ تُقَامُ فِيهِمُ الصَّلاَةُ إِلاَّ قَدِ اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطَانُ فَعَلَيْكَ بِالْجَمَاعَةِ فَإِنَّمَا يَأْكُلُ الذِّئْبُ الْقَاصِيَةَ ». قَالَ زَائِدَةُ قَالَ السَّائِبُ يَعْنِى بِالْجَمَاعَةِ الصَّلاَةَ فِى الْجَمَاعَةِ
قال الشيخ الألباني : حسن
تعليق شعيب الأرنؤوط : إسناده حسن من أجل السائب بن حبيش وباقي رجاله ثقات رجال الصحيح
Bersumber dari Abud Darda’ r.a dia berkata : Aku mendengar Rasulullah saw bersabda :
Tidaklah ada 3 orang yang berada di suatu kampung atau pedalaman , lalu tidak didirikan shalat berjama’ah diantara mereka , melainkan mereka telah dikuasai oleh syaithan.
Oleh karena itu hendaknya kalian mengerjakan shalat berjama’ah , karena serigala itu hanya memakan (kambing) yang terpencil ( sendirian )
Zaaidah berkata : As Saaib berkata : yang dimaksud dengan bil jama’ah adalah shalat dengan cara berjama’ah
Hadits hasan riwayat Abu Dawud Kitabush Shalah bab 47 no 547 ( ini adalah lafadznya )
Ahmad 6/446 no 26968
Nasaai Kitabul Imaamah bab 48 no 847
( Dalam redaksi Al Hakim no 765 ada kalimat : “ Al Ghanami Al Qaashiyah = kambing yang sendirian “ )

PENJELASAN :
Kalimat “serigala itu hanya memakan (kambing) yang terpencil ( sendirian ) “ adalah kalimat kiasan yang ditujukan kepada umat Islam yang melakukan shalat sendirian di rumahnya. Bahwa syaithan lebih mudah menggoda orang tersebut dibanding orang yang melakukan shalatnya dengan cara berjama’ah di masjid.

Lebih jauh lagi , suatu kampung yang memiliki penduduk laki laki yang jumlahnya 3 orang atau lebih tetapi tidak didirikan shalat berjama’ah , maka kampung tersebut dapat dengan mudah dikuasai oleh syaithan. Artinya : pertahanan penduduknya terhadap godaan syaithan menjadi lemah.

Jika suatu kampung belum memiliki masjid , maka shalat berjama’ah boleh dilakukan di lapangan , atau di rumah seseorang atau di tempat mana saja yang bersih dan suci dari najis.

3. TERBEBAS DARI NERAKA DAN SIFAT KEMUNAFIKAN.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ صَلَّى لِلَّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا فِى جَمَاعَةٍ يُدْرِكُ التَّكْبِيرَةَ الأُولَى كُتِبَتْ لَهُ بَرَاءَتَانِ بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ وَبَرَاءَةٌ مِنَ النِّفَاقِ
قال الشيخ الألباني : حسن
Bersumber dari Anas bin Malik r.a dia berkata : Rasulullah saw bersabda : Barangsiapa yang mengerjakan shalat karena Allah selama 40 hari dengan cara berjama’ah dengan selalu mendapatkan takbir pertama (imamnya) , maka akan ditetapkan baginya 2 kebebasan : Kebebasan dari api neraka dan kebebasan dari sifat kemunafikan 
Hadits hasan riwayat Tirmidzi Kitabush Shalaah bab Fadhlut Takbiiratil Uulaa no 241 
LIHAT : Kitab Silsilah Al Ahaadiitsa Ash Shahiihah no 2652 dan 1979 

PENJELASAN :
Kalimat “ selama 40 hari dengan berjama’ah “ bermakna : Melakukan shalat berjama’ah di masjid secara terus menerus dan berkesinambungan selama 40 hari berturut turut dan tidak pernah terlambat 1 raka’atpun.
Artinya orang tersebut senantiasa datang ke masjid pada awal waktu dan selalu mendapatkan raka’at pertama bersama imamnya selama 40 hari berturut turut.

Hadits ini berisi anjuran untuk bersegera datang ke masjid.

Karena sehari semalam shalat fardhu dilakukan 5 kali , berarti 40 hari setara dengan melakukan shalat sebanyak 200 kali.

Jika ada seorang mukmin melakukan shalat 200 kali berturut turut di masjid dengan cara berjama’ah dan senantiasa mendapatkan raka’at pertama bersama dengan imamnya , maka dia mendapatkan jaminan dibebaskan dari siksa api neraka dan dibebaskan dari sifat kemunafikan yaitu : bohong , tidak amanah , tidak menepati janji.

Tetapi jarang ada orang mukmin yang berjuang untuk mendapatkan kemuliaan ini.

TAMBAHAN :
Hadits ini adalah salah satu alasan yang digunakan oleh sebagian ulama untuk mengingkari keshahihan hadits  SHALAT ARBA’IN :
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ قَالَ « مَنْ صَلَّى فِى مَسْجِدِى أَرْبَعِينَ صَلاَةً لاَ يَفُوتُهُ صَلاَةٌ كُتِبَتْ لَهُ بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ وَنَجَاةٌ مِنَ الْعَذَابِ وَبَرِئَ مِنَ النِّفَاقِ
تعليق شعيب الأرنؤوط : إسناده ضعيف لجهالة نبيط بن عمر
قال الألباني في سلسلة الأحاديث الضعيفة ( 1 / 540 ) : منكر
Bersumber dari Anas bin Malik r.a dari Nabi saw yang bersabda :
Barangsiapa yang shalat di masjidku ini 40 kali shalat , yang tidak terputus satu shalatpun melainkan ditetapkan baginya kebebasan dari siksa neraka, dan kebebasan dari adzab, dan dari kemunafikan
Hadits riwayat Ahmad 3/155 no. 12173
Thabrani dalam Mu’jam Ausath jilid 6 halaman 211 no 5440

Imam Al Haitsami berkata  : rawi rawinya adalah perawi tsiqat
Imam Al Mundziri berkata : rawi rawinya adalah perawi shahih

Tetapi penyebutan tsiqat terhadap perawi hadits ini dibantah oleh ulama lainnya , karena adanya rawi Nubaith bin Umar yang majhul (tidak dikenal).

IMAM ATH THABRANI BERKATA : tidak ada yang meriwayatkan hadits ini dari Anas r.a kecuali Nubaith , sedangkan Ibnu Abir Rijal menyendiri periwayatannya.

SYAIKH SYU’AIB AL ARNAUTH BERKATA : Sanad hadits ini adalah dha’if karena adanya rawi Nubaith yang majhul ( tidak dikenal )

SYAIKH AL ALBANI BERKATA : hadits ini munkar . Karena selain sanadnya dha’if , matannya juga bertentangan dengan hadits lainnya yang menyatakan bahwa jaminan kebebasan dari neraka adalah bagi yang melakukan shalat 40 hari ( bukan 40 waktu )

LIHAT : 
Kitab Al Masuu’ah Al Haditsiyah Musnad Al Imam Ahmad bin Hanbal jilid 20 halaman 40
Kitab Silsilah Adh Dha’iifah no 364

Wallahu A’lam.

4. ALLAH BANGGA PADA SHALAT YANG DILAKUKAN DENGAN BERJAMAA’AH
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « إِنَّ اللَّهَ لَيَعْجَبُ مِنَ الصَّلاَةِ فِى الْجَمِيعِ
تعليق شعيب الأرنؤوط : إسناده ضعيف وأورده الهيثمي في المجمع ونسبه إلى الطبراني في الكبير فقط وحسن إسناده
Bersumber dari Abdullah bin Umar bin Al Khaththab r.a dia berkata : Rasulullah saw bersabda : Sesungguhnya Allah bangga terhadap shalat yang dilakukan dengan berjama’ah
Hadits riwayat Ahmad 2/50 no. 5091

PENJELASAN :
Makna kalimat “Allah bangga terhadap shalat yang dilakukan dengan berjama’ah “  : Bahwa shalat berjama’ah adalah amalan yang sangat tinggi kedudukannya di sisi Allah

Sanad hadits ini adalah dha’if  karena ada rawi Martsad bin ‘Aamir  Al Hunaaiy. Sebenarnya tidak hanya satu orang yang meriwayatkan darinya, sebagaimana yang disebutkan oleh imam Ibnu Hibban , tetapi Imam Ahmad berkata : Aku tidak mengenalnya

Selain itu ada rawi lainnya : Abu ‘Amru An Nadabiy yang sudah terkenal kedha’ifannya

Tetapi sanadnya dinilai hasan oleh Imam Al Haitsami dalam Kitab Majma’ nya dari jalur periwayatan Imam Ath Thabraaniy dalam Al Mu’jam Al Kabiirnya. 
LIHAT : Kitab Al Mausuu’ah Al Hadiitsiyah Musnad Al Imam Ahmad bin Hanbal jilid 9 halaman 122 

5. KEUTAMAAN SHALAT SHUBUH DAN ‘ISYA’ DENGAN BERJAMAA’H
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِى عَمْرَةَ قَالَ دَخَلَ عُثْمَانُ بْنُ عَفَّانَ الْمَسْجِدَ بَعْدَ صَلاَةِ الْمَغْرِبِ فَقَعَدَ وَحْدَهُ فَقَعَدْتُ إِلَيْهِ فَقَالَ يَا ابْنَ أَخِى سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « مَنْ صَلَّى الْعِشَاءَ فِى جَمَاعَةٍ فَكَأَنَّمَا قَامَ نِصْفَ اللَّيْلِ وَمَنْ صَلَّى الصُّبْحَ فِى جَمَاعَةٍ فَكَأَنَّمَا صَلَّى اللَّيْلَ كُلَّهُ
قال الشيخ الألباني : صحيح
إسناده صحيح على شرط مسلم رجاله ثقات رجال الشيخين غير عثمان بن حكيم فمن رجال مسلم
Bersumber dari Abdurrahman bin Abi ‘Amrah dia berkata : Utsman bin Affan r.a masuk masjid setelah shalat maghrib lalu dia duduk sendirian, maka aku duduk bersamanya.
Kemudian dia berkata : Wahai putra saudaraku , aku telah mendengar Rasulullah saw bersabda : Barangsiapa yang shalat isya’ dengan berjama’ah maka seakan akan dia mengerjakan shalat ½ malam dan barangsiapa yang shalat shubuh dengan berjama’ah maka seakan akan dia shalat semalam suntuk
Hadits shahih riwayat Muslim Kitabul Masaajid bab (46) Fadhlu Shalaatil ‘Isyaa’ Wash Shubh fii Jamaa’atin no 656 ( ini adalah lafadznya )
Abu Dawud Kitabush Shalah bab 48 no 555
Tirmidzi Kitabush Shalah bab 53 no 221
Ahmad 1/58 no. 410

PENJELASAN :
Para ulama berbeda pendapat dalam memahami hadits ini :
Ada yang memahami bahwa berjama’ah pada shalat shubuh lebih utama dari pada berjama’ah pada shalat isya’.
Sehingga , jika seseorang melakukan shalat isya’ dan shubuh dengan cara berjama’ah maka dia mendapat pahala shalat 1 1/2 malam.
Hal ini difahami dari redaksi yang diriwayatkan imam Ahmad 1/58 no 410 yang bersumber dari rawi Abdurrahman :
مَنْ صَلَّى الْعِشَاءَ فِى جَمَاعَةٍ فَهُوَ كَقِيَامِ نِصْفِ لَيْلَةٍ وَمَنْ صَلَّى الصُّبْحَ فِى جَمَاعَةٍ فَهُوَ كَقِيَامِ لَيْلَةٍ
Barangsiapa yang mengerjakan shalat isya’ dengan cara berjama’ah maka seakan dia mengerjakam shalat ½ malam. 
Dan barangsiapa yang mengerjakan shalat shubuh dengan cara berjama’ah maka seakan dia mengerjakan shalat semalam suntuk
Hadits riwayat Ahmad 1/58 no 410 bersumber dari shahabat Utsman bin Affan r.a dari Nabi saw dengan sanad yang shahih

Ada yang memahami bahwa berjama’ah dalam shalat isya’ setara dengan pahala shalat ½ malam, sedangkan berjama’ah dalam shalat shubuh setara dengan shalat ½ malam .
Sehingga berjama’ah dalam 2 waktu shalat yaitu shalat isya’ dan shubuh setara dengan shalat semalam suntuk.
Hal ini difahami dari redaksi Abu Dawud no 555 

عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ صَلَّى الْعِشَاءَ فِى جَمَاعَةٍ كَانَ كَقِيَامِ نِصْفِ لَيْلَةٍ وَمَنْ صَلَّى الْعِشَاءَ وَالْفَجْرَ فِى جَمَاعَةٍ كَانَ كَقِيَامِ لَيْلَةٍ
قال الشيخ الألباني : صحيح
Bersumber dari Utsman bin Affan r.a dia berkata : Rasulullah saw bersabda :
Barangsiapa yang mengerjakan shalat isya’ dengan cara berjama’ah maka seakan dia mengerjakan shalat ½ malam , dan barangsiapa yang mengerjakan shalat isya’ dan shubuh secara berjama’ah seakan dia mengerjakan shalat semalam suntuk.
Hadits shahih riwayat Abu Dawud Kitabush Shalah bab 48 no 555 (ini adalah lafadznya)
Tirmidzi Kitabush Shalah bab 53 no 221

LIHAT : 
Kitab Tuhfatul Ahwadzi , syarah sunan Tirmidzi jilid 2 halaman 9 Kitabush Shalah bab Maa Jaa-a fii fadhlil Isya’I wal Fajri fil Jamaa’ah no. 221
Kitab ‘Aunul Ma’buud , syarah Sunan Abi Dawud jilid 2 halaman 183 Kitabush Shalah bab Fii Fadhli Shalaatil Jamaa’ah no 555

DARI SAYA :
Apapun pendapat para ulama tentang hadits ini , maka saya memandang bahwa hadits tersebut menggambarkan keutamaan shalat berjama’ah , teristimewa shalat isya’ dan shalat shubuh. 

Shalat malam adalah ibadah yang sangat berat untuk dilakukan , terbukti sangat sedikit umat Islam yang melakukannya.

Kalaupun ada yang mengamalkannya, maka dia tidak dapat melakukannya semalam suntuk. Dia hanya melakukannya di sebagian malam karena sebagian malam lainnya dimanfa’atkannya untuk tidur.

Kalau seseorang melakukan shalat malam tetapi meninggalkan shalat isya’ dan shubuh dengan cara berjama’ah , maka dia terhitung hanya melakukan shalat di sebagian malam.

Sedangkan orang yang melakukan shalat shubuh dan isya’ dengan cara berjama’ah maka dia terhitung melakukan ibadah semalam suntuk.
Maka dia lebih unggul daripada yang melakukan shalat isya’ dan shubuh sendirian di rumahnya sekalipun dia melaksanakan shalat malam pada hari yang sama.

Pemahaman seperti ini pernah diutarakan oleh Umar bin Al Khaththab r.a  :
عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ سُلَيْمَانَ بْنِ أَبِي حَثْمَةَ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ
فَقَدَ سُلَيْمَانَ بْنَ أَبِي حَثْمَةَ فِي صَلَاةِ الصُّبْحِ وَأَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ غَدَا إِلَى السُّوقِ وَمَسْكَنُ سُلَيْمَانَ بَيْنَ السُّوقِ وَالْمَسْجِدِ النَّبَوِيِّ فَمَرَّ عَلَى الشِّفَاءِ أُمِّ سُلَيْمَانَ فَقَالَ لَهَا لَمْ أَرَ سُلَيْمَانَ فِي الصُّبْحِ فَقَالَتْ إِنَّهُ بَاتَ يُصَلِّي فَغَلَبَتْهُ عَيْنَاهُ فَقَالَ عُمَرُ لَأَنْ أَشْهَدَ صَلَاةَ الصُّبْحِ فِي الْجَمَاعَةِ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَقُومَ لَيْلَةً
قال الشيخ الألباني : صحيح موقوف
Bersumber dari  Abu bakar bin Sulaiman bin Abi Hatsmah , sesungguhnya Umar bin Al Khaththab r.a kehilangan Sulaiman bin Abi Hatsmah di dalam shalat shubuh (Maksudnya   Sulaiman tidak hadir pada shalat shubuh). Lalu Umar bin Al Khaththab r.a pergi ke pasar pada pagi harinya. 
Sulaiman tinggal di rumah yang letaknya antara pasar dan masjid Nabawi. 
Lalu Umar r.a pergi kepada Asy Syifa’ yaitu ibunya Sulaiman sambil berkata :
Aku tidak melihat Sulaiman pada shalat shubuh. 
Maka ibunya Sulaiman  menjawab : Dia tertidur.
Dia shalat (sepanjang malam) , sehingga kedua matanya mengalahkannya (sehingga dia tertidur).
Lalu Umar r.a menjawab : Sesungguhnya menghadiri shalat shubuh dengan cara berjama’ah lebih aku sukai daripada melaksanakan shalat malam ( tetapi tidak hadir shalat shubuh )
Riwayat Malik dalam Al Muwaththa’ , Kitabu Shalatil Jama’ah bab fadhli Shalatil Fajri no 243
Dinilai shahih oleh Syaikh Al Albani 
LIHAT : Kitab Shahih At Targhiib Wat Tarhiib no 423

PENJELASAN : 
Sulaiman adalah seorang pemuda yang rajin melakukan shalat malam ( tahajjud ).
Suatu malam , setelah shalat tahajjud dia kelelahan sehingga tertidur dan tidak hadir shalat shubuh berjama’ah. 
Khalifah Umar bin Al Khaththab r.a sangat peduli dengan shalat shubuh yang dilakukan dengan cara berjama’ah. Sulaiman adalah seorang pemuda yang biasanya shalat shubuh di masjid. Pada suatu hari Sulaiman tidak hadir di masjid. Maka Umar r.a mencarinya, bertanya kepada ibunya , kenapa Sulaiman tidak hadir shalat shubuh di masjid.
Ketika mendapat jawaban bahwa Sulaiman kelelahan karena shalat malam , maka Umar r.a menyampaikan pemahamannya tentang shalat shubuh di masjid, yaitu :
Bahwa seseorang yang melakukan shalat shubuh dengan cara berjama’ah di Masjid adalah lebih utama daripada shalat tahajjud semalaman tetapi tidak hadir shalat shubuh di masjid.
Ibunya Sulaiman bernama Laila binti Abdullah , tetapi dia lebih dikenal dengan nama Asy syifa’
LIHAT : Kitab Muwaththa’ Al Imam Malik riwayat Muhammad bin Al Hasan Asy Syaibani jilid 1 halaman 637

Didalam riwayat lainnya didapati bahwa kejadian tersebut adalah di bulan Ramadhan , sehingga shalat malam yang dimaksud adalah Qiyaamu Ramadhan (shalat Tarawih).
Umar bin Al Khaththab r.a langsung mencari ke rumah orang yang tidak hadir shalat shubuh dengan berjama’ah .
Riwayat tersebut adalah :
عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ أَبِيْ حَثْمَةَ عَنِ الشِّفَاءِ بِنْتِ عَبْدِ اللهِ قَالَتْ دَخَلَ عَلَيَّ بَيْتِيْ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ فَوَجَدَ عِنْدِيْ رَجُلَيْنِ نَائِمِيْنَ فَقَالَ وَمَا شَأْنُ هَذَيْنِ مَا شَهِدَا مَعِي الصَّلَاةَ قُلْتُ يَا أَمِيْرَ الْمُؤْمِنِيْنَ صَلَّيَا مَعَ النَّاسِ وَكَانَ ذَلِكَ فِي رَمَضَانَ فَلَمْ يَزَالَا يُصَلِّيَانِ حَتَّى أَصْبَحا وَصَلَّيَا الصُّبْحَ وَنَامَا فَقَالَ عُمَر لَأَنْ أُصَلِّي الصُّبْحَ فِيْ جَمَاعَةٍ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أُصَلِّي لَيْلَةً حَتَّى أَصْبَحَ
Bersumber dari Sulaiman bin Abi Hatsmah dari Asy Syifa’ binti Abdullah dia berkata : Umar bin Al Khaththab r.a menemuiku di rumahku , lalu dia mendapati di dekatku ada 2 orang laki laki yang sedang tidur , maka dia bertanya : Kenapa 2 orang ini ? Dia tidak hadir shalat shubuh bersamaku. Maka aku menjawab : Wahai Amirul Mukminin , keduanya telah melakukan shalat bersama orang orang ( Tarawih ) – kejadian tersebut adalah di bulan Ramadhan – Keduanya senantiasa mengerjakan shalat (tarawih tersebut) sampai menjelang shubuh.
Lalu keduanya shalat shubuh ( di rumah ) kemudian tidur.
Maka Umar r.a berkata : : Sesungguhnya melakukan shalat shubuh dengan cara berjama’ah lebih aku sukai daripada melaksanakan shalat malam sampai menjelang shubuh ( tetapi tidak hadir shalat shubuh )
Riwayat Abdurrazzaq di dalam kitab Mushannafnya jilid 1 halaman 389 Kitabush Shalah bab Fadhlish Shalah fii Jamaa’ah no 2015

PENJELASAN : 
Asy Syifa’ binti Abdullah namanya adalah Laila.
Dia adalah ibunya Sulaiman bin Abi Hatsmah.
Penjelasan lainnya dapat dilihat pada hadits sebelumnya dengan makna yang sama yaitu yang diriwayatkan oleh 
imam Malik dalam Kitab Muwaththa’,  Kitabu Shalatil Jama’ah bab fadhli Shalatil Fajri no 243

6. PARA MALAIKAT MENDO’AKAN ORANG YANG SHALAT BERJAMA’AH
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « صَلاَةُ الْجَمِيعِ تَزِيدُ عَلَى صَلاَتِهِ فِى بَيْتِهِ ، وَصَلاَتِهِ فِى سُوقِهِ خَمْسًا وَعِشْرِينَ دَرَجَةً ، فَإِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ وَأَتَى الْمَسْجِدَ ، لاَ يُرِيدُ إِلاَّ الصَّلاَةَ ، لَمْ يَخْطُ خُطْوَةً إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَةً ، وَحَطَّ عَنْهُ خَطِيئَةً ، حَتَّى يَدْخُلَ الْمَسْجِدَ ، وَإِذَا دَخَلَ الْمَسْجِدَ كَانَ فِى صَلاَةٍ مَا كَانَتْ تَحْبِسُهُ ، وَتُصَلِّى - يَعْنِى عَلَيْهِ - الْمَلاَئِكَةُ مَا دَامَ فِى مَجْلِسِهِ الَّذِى يُصَلِّى فِيهِ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ ، اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ ، مَا لَمْ يُحْدِثْ فِيهِ
Bersumber dari Abu Hurairah r.a dari Nabi saw yang bersabda :
Shalat berjama’ah lebih utama 25 derajat daripada shalatnya seseorang di rumahnya atau di pasarnya. Karena sesungguhnya barangsiapa diantara kalian yang berwudhu (di rumahnya) lalu dia pergi ke masjid , dan dia tidak memiliki tujuan (lain) selain shalat, tidaklah dia melangkahkan kaki 1 langkah melainkan Allah mengangkatnya 1 derajat dan menghapus darinya 1 kesalahan ( dosa ) sampai dia masuk masjid.
Ketika dia sudah masuk masjid maka dia senantiasa berada di dalam shalat selama dia bertahan karenanya (menunggu shalat berjama’ah) . Dan selama dia berada di tempatnya, Malaikat senantiasa berdo’a : ya Allah ampunilah dia dan sayangilah dia. (Do’a itu senantiasa diucapkan) selama dia tidak berhadats (tidak batal wudhunya)
Shahih Al Bukhari Kitabush Shalah bab 87 no 477 ( ini adalah lafadznya ) dan no 647
Shahih Muslim Kitabul Masaajid bab Fadhlu Shalaatil Jamaa’ah (49) no 649

PENJELASAN :
Hadits ini menjelaskan :
* Keutamaan shalat berjama’ah di masjid.
* Keutamaan berwudhu di rumah ( bukan di masjid ) sebelum berangkat ke masjid.
* Keutamaan berdiam di masjid ( untuk berdzikir ) setelah shalat , yaitu senantiasa dido’akan oleh Malaikat untuk mendapatkan ampunan dan rahmat dari Allah swt.

DARI SAYA :
Salah satu keutamaan shalat berjama’ah di Masjid adalah : Orang yang mengerjakannya akan senantiasa dido’akan oleh Malaikat.
Keutamaan seperti ini tidak akan didapatkan oleh orang yang melakukan shalat di rumahnya , walaupun hal itu dilakukannya dengan berjama’ah.
HADITS INI MENJADI DALIL BAGI YANG BERPENDAPAT BAHWA SHALAT SENDIRIAN ADALAH SAH.
AL HAFIDZ IBNU HAJAR AL ‘ASQALAANI BERKATA : Berjama’ah bukan menjadi syarat sahnya shalat karena adanya sabda Nabi saw : “ dibanding shalatnya sendirian “ yang menunjukkan bahwa shalat yang dilakukan sendirian adalah sah.

Dan juga adanya susunan kalimat : “ lebih (utama ) “ yang berarti keduanya ( sendirian atau berjama’ah ) berserikat di dalam keutamaan ( sama sama memiliki keutamaan ). 
Ini berarti shalat sendirian juga memiliki keutamaan , sedangkan sesuatu yang tidak sah tidak memiliki keutamaan apapun.
LIHAT : Kitab Fat-hul Baari , syarah Shahih Al Bukhari jilid 3 halaman 173 Kitabul Adzan bab no 647

7. MENDAPATKAN JAMINAN NAUNGAN ALLAH PADA HARI KIAMAT
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِى ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ الإِمَامُ الْعَادِلُ ، وَشَابٌّ نَشَأَ فِى عِبَادَةِ رَبِّهِ ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِى الْمَسَاجِدِ ، وَرَجُلاَنِ تَحَابَّا فِى اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ ، وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّى أَخَافُ اللَّهَ . وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لاَ تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ
Bersumber dari Abu Hurairah r.a dariu Nabi saw yang bersabda : 
Ada 7 golongan yang akan dinaungi Allah di bawah naungannya, pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan dari-Nya :
* Imam yang adil
* Dan pemuda yang tumbuh dalam beribadah kepada Tuhannya
* DAN LAKI LAKI YANG HATINYA SENANTIASA TERPAUT DENGAN MASJID
* Dan 2 orang laki laki yang saling mencintai karena Allah. Mereka berkumpul serta berpisah karena Allah
* Dan laki laki yang diajak berzina oleh perempuan yang memiliki kedudukan dan kecantikan , namun dia berkata : Sesungguhnya aku takut kepada Allah
* Dan laki laki yang bershadaqah dengan cara menyembunyikan shadaqahnya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang di shadaqahkan oleh tangan kanannya
* Dan laki laki yang mengingat Allah ketika sendirian lalu dia mengeluarkan airmatanya
Shahih Al Bukhari Kitabul Adzaan bab (36) Man Jalasa Fil Masjid Yantadzirush Shalah no 660
Shahih Muslim Kitabuz Zakaah bab Ash Shadaqah Bil Yamiin no 1423

PENJELASAN :
Kalimat : “orang yang hatinya senantiasa terpaut dengan masjid “. Artinya : orang yang hatinya senantiasa berada di masjid walaupun fisiknya berada di luar masjid . Atau dia memiliki kecintaan yang mendalam kepada Masjid. Sehingga mendorongnya untuk selalu mendatanginya. 
Hadits ini menjelaskan tentang keutamaan umat Islam yang senantiasa menjaga shalatnya dengan cara berjama’ah dimanapun dia berada.
Kelak pada hari qiyamat , ketika manusia berkeluh kesah dengan segala kesulitannya , maka Allah akan menolong hamba yang hatinya senantiasa terpaut dengan masjid yaitu dengan menaunginya , sehingga dia tidak akan merasa kesusahan sebagaimana kesusahan yang harus dialami oleh manusia lainnya.

AL HAFIDZ IBNU HAJAR AL ‘ASQALANI MENGUTIP PERNYATAAN TENTANG HAL INI :
Yang dimaksud dengan “naungan-Nya” adalah kemuliaan dan pemeliharaan-Nya sebagaimana dikatakan : “ seseorang berada di dalam naungan raja “. 
Ini merupakan pendapat Isa bin Dinar dan ‘Iyadh
Ada juga yang berpendapat bahwa yang dimaksud adalah “berada di dalam naungan Arsy-Nya “ sebagaimana diindikasikan oleh Salman. Konsekwensinya adalah :
Mereka berada di dalam pemeliharaan dan kemuliaan Allah. Pendapat ini lebih kuat.
LIHAT : Kitab Fat-hul Baari , Syarah shahih Al Bukhari jilid 3 halaman 182 Kitabu bab 36 no 660

8. SETIAP LANGKAH DALAM PERJALANAN KE MASJID AKAN DIAMPUNI DOSANYA.
عَنْ اَبِى  هُرَيْرَةَ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - « صَلاَةُ الرَّجُلِ فِى الْجَمَاعَةِ تُضَعَّفُ عَلَى صَلاَتِهِ فِى بَيْتِهِ وَفِى سُوقِهِ خَمْسًا وَعِشْرِينَ ضِعْفًا ، وَذَلِكَ أَنَّهُ إِذَا تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ، ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الْمَسْجِدِ لاَ يُخْرِجُهُ إِلاَّ الصَّلاَةُ ، لَمْ يَخْطُ خَطْوَةً إِلاَّ رُفِعَتْ لَهُ بِهَا دَرَجَةٌ ، وَحُطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةٌ
Bersumber dari Abu Hurairah r.a dia berkata : Rasulullah saw bersabda :
Shalatnya seorang laki laki dengan cara berjama’ah dilipat gandakan 25 kali lipat dibanding dengan shalatnya di rumahnya dan di pasarnya.
Yang demikian itu dikarenakan : apabila seseorang berwudhu ( di rumahnya ) kemudian dia berangkat menuju masjid , dan tidaklah dia keluar melainkan untuk shalat, maka tidaklah dia berjalan 1 langkah melainkan dinaikkan kedudukannya 1 derajat dan dihapus baginya 1 kesalahannya ( dosanya ).
Shahih Al Bukhari Kitabaul Adzaan bab Fadhlu Shalaatil Jamaa’ah no 647
Shahih Muslim Kitaabul Masaajid bab 42 Fadhlu Shalaatil Jamaa’ah no 649

PENJELASAN :
Hadits ini menjelaskan tentang keutamaan shalat berjama’ah di masjid yang diawali dengan berwudhu di rumahnya. Bukan berwudhu di masjid.
Disamping pahalanya yang lebih besar dibanding shalat di rumah , pelakunya juga akan diangkat derajatnya dan diampuni dosanya sebanyak langkah perjalanannya.
Semakin jauh perjalanannya ke masjid , semakin besar ampunan Allah yang diberikan kepadanya. Hadits ini sepatutnya menjadi pembakar semangat bagi orang yang sangat menginginkan keselamatan hari akhiratnya.

9. MAKIN JAUH RUMAHNYA DARI MASJID, MAKIN BESAR PAHALA YANG DIDAPATKAN
عَنْ أَبِى مُوسَى قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّ أَعْظَمَ النَّاسِ أَجْرًا فِى الصَّلاَةِ أَبْعَدُهُمْ إِلَيْهَا مَمْشًى 
Bersumber dari Abu Musa r.a dia berkata : Rasulullah saw bersabda :
Sesungguhnya manusia yang paling besar pahalanya di dalam shalatnya adalah yang paling jauh perjalanannya (ke masjid).
Hadits shahih riwayat Shahih Al Bukhari Kitabul Adzaan bab (31) Fadhlu Shalaatil Fajri fii Jamaa’atin no 651
Muslim Kitabul Masaajid bab (50) Fadhlu Katsratil Khuthaa Ilal Masaajid no 662 ( ini adalah lafadznya )

PENJELASAN :
Dari hadits ini didapat pelajaran yang berharga , bahwa jarak yang jauh dari rumah tidak menghalangi seseorang untuk meninggalkan shalat berjama’ah.
Karena Allah swt memberikan balasan kebaikan yang lebih besar kepada orang yang jauh perjalanannya ke masjid untuk melaksanakan shalat berjama’ah.

10. BUKTI KEBENARAN IMANNYA
إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آَمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآَتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ فَعَسَى أُولَئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ
Sesungguhnya yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk..
Al Qur’an surah At Taubah : 18

PENJELASAN :
Di dalam menafsirkan ayat tersebut , imam Ibnu Katsir mengutip hadits :
عَنْ أَبِى سَعِيدٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِذَا رَأَيْتُمُ الرَّجُلَ يَتَعَاهَدُ الْمَسْجِدَ فَاشْهَدُوا لَهُ بِالإِيمَانِ فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَقُولُ (إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلاَةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلا اللَّهَ
قال أبو عيسى هذا حديث حسن غريب و أبو الهيثم اسمه سليمان بن عمرو بن عبد العتواري وكان يتيما في حجر أبي سعيد الخدري 
قال الشيخ الألباني : ضعيف
تعليق شعيب الأرنؤوط : إسناده ضعيف
قال الأعظمي : إسناده صحيح
Bersumber dari Abu Sa’id r.a dia berkata : Rasulullah saw bersabda :
Apabila kalian melihat seseorang laki laki pulang pergi ke Masjid maka saksikanlah bahwa dia adalah orang yang beriman. 
Karena sesungguhnya Allah Ta’aalaa berfirman : Yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah.
Hadits riwayat Tirmidzi Kitabul Iman bab 8 no 2617
Ahmad 3/68
Ibnu Khuzaimah 1502

Imam Tirmidzi berkata : Hadits ini hasan gharib
Syaikh Al A’dhami berkata : Hadits ini sanadnya shahih
Syaikh Al Albani berkata : Hadits ini derajatnya dha’if
Syaikh Al Arnauth berkata : Hadits ini sanadnya dha’if

PENJELASAN :
Kalimat “ pulang pergi “ artinya : senantiasa hadir di masjid untuk menunaikan shalat berjama’ah
Iman adalah pekerjaan hati yang tidak ada seorangpun yang mengetahuinya kecuali Allah
Tetapi Nabi saw memberikan informasi tentang beberapa perilaku yang dapat dilihat , apakah seseorang itu imannya benar atau tidak , atau imannya kuat atau lemah.
Salah satu kriterianya iman yang benar adalah senantiasa melaksanakan shalat berjama’ah.

Oleh : Ustadz Mubarak Abdul Rahim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TENTANG HIJRAH MENANTI