Rabu, 10 Agustus 2016

YANG MEMBATALKAN WUDHU’



Perkara yang membatalkan wudhu ada yang disepakati dan ada yang diperselisihkan oleh umat Islam :
 
1) PERKARA YANG DISEPAKATI TENTANG BATALNYA WUDHU

A) Keluarnya sesuatu dari 2 jalan : yaitu dubur dan kemaluan.
Misalnya : Buang air besar , buang air kecil, buang angin , haidh , nifas , istihadhah, mengeluarkan mani atau madzi atau wadi

Dalam masalah ini didapati banyak sekali dalil yang shahih yang disandarkan kepada Al Qur’an, Hadits Nabi saw ataupun atsar shahabat , diantaranya :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu.
Al Qur’an surah Al Maidah ayat 6

عَنْ أَبى هُرَيْرَةَ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - « لاَ تُقْبَلُ صَلاَةُ مَنْ أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ » . قَالَ رَجُلٌ مِنْ حَضْرَمَوْتَ مَا الْحَدَثُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ فُسَاءٌ أَوْ ضُرَاطٌ

Bersumber dari Abu Hurairah r.a dia berkata : Rasulullah saw bersabda :
Allah tidak menerima shalatnya salah seorang diantara kalian yang berhadats sehingga dia berwudhu. Ada seorang dari hadlramaut bertanya  : Apakah yang dimaksud dengan hadats wahai Abu Hurairah ?
Dia menjawab : Kentut yang bersuara maupun yang tidak bersuara

Hadits shahih riwayat Al Bukhari Kitabul Wudhu’ bab 2 no 135
Muslim Kitabuth Thaharah bab 2 no 225

عَنْ عَلِىٍّ قَالَ كُنْتُ رَجُلاً مَذَّاءً وَكُنْتُ أَسْتَحْيِى أَنْ أَسْأَلَ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- لِمَكَانِ ابْنَتِهِ فَأَمَرْتُ الْمِقْدَادَ بْنَ الأَسْوَدِ فَسَأَلَهُ فَقَالَ « يَغْسِلُ ذَكَرَهُ وَيَتَوَضَّأُ

Bersumber dari Ali r.a dia berkata :
Aku adalah seorang yang banyak mengeluarkan madzi sedangkan aku malu untuk bertanya kepada Nabi saw karena kedudukan putrinya. Maka aku menyuruh Al Miqdad bin Al Aswad , lalu dia menanyakannya kepada Rasulullah saw. Beliau saw bersabda : Hendaknya dia mencuci kemaluannya lalu berwudhu’

Hadits shahih riwayat Al Bukhari Kitabul Ghusli bab 13 no 269
Muslim Kitabul Haidh bab 4 no 303 (ini adalah lafadznya )

ابْنَ عَبَّاسٍ يَقُولُ : الْمَنِىُّ وَالْمَذْىُ وَالْوَدْىُ ، أَمَّا الْمَنِىُّ فَهُوَ الَّذِى مِنْهُ الْغُسْلُ ، وَأَمَّا الْوَدْىُ وَالْمَذْىُ فَقَالَ : اغْسِلْ ذَكَرَكَ أَوْ مَذَاكِيرَكَ وَتَوَضَّأْ وُضُوءَكَ لِلصَّلاَةِ.

Bersumber dari Ibnu Abbas r.a dia berkata : Mani , madzi , dan wadi :
Adapun mani maka wajib mandi. Sedangkan wadi dan madzi, dia berkata : Cucilah kemaluanmu lalu berwudhulah seperti wudhu mau shalat

Riwayat Al Baihaqi dengan sanad yang shahih : Kitab As Sunanul Kubra jilid 1 halaman 287 Kitabuth Thaharah bab 173 no 822

B) Mengalami hal yang mewajibkan mandi , maka wudhu’nya juga batal
Dalam hal ini tidak ada perselisihan pendapat di kalangan ulama.
Diantara perkara yang mewajibkan mandi adalah yang juga membatalkan wudhu adalah :

•    Melakukan hubungan suami istri walaupun tidak mengeluarkan air mani
•    Mengeluarkan air mani karena sebab apapun.
•    Mengalami haidh atau nifas

Pembahasan dan dalilnya secara rinci tentang perkara yang mewajibkan mandi , akan dibahas di dalam bab mandi.
Insya Allah.

2. YANG DIPERSELISIHKAN TENTANG BATALNYA WUDHU’

1. TIDUR

 Tentang  tidur dapat membatalkan wudhu atau tidak , umat Islam berbeda pendapat :
 A) Yang berpendapat bahwa tidur membatalkan wudhu secara muthlaq

Maksudnya : Apabila seseorang berwudhu lalu dia tidur. Ketika dia bangun, dia tidak      boleh langsung mengerjakan shalat. Dia wajib berwudhu terlebih dahulu.    

Ini adalah pendapat shahabat Abu Hurairah r.a , Abu Raafi’ r.a
Juga kalangan Tabi’in : ‘Urwah bin Az Zubair, Atha’ , Al Hasan Al Bashri , Sa’id bin Al Musayyab dll
Dan yang dipilih oleh Syaikh Al Albani.


Lihat : Kitab Shahih Fiqh Sunnah oleh Abu Malik  jilid 1 halaman 129

Diantara  alasan bagi yang sependapat dengan kelompok ini adalah :

عَنْ عَلِىِّ بْنِ أَبِى طَالِبٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « الْعَيْنُ وِكَاءُ السَّهِ فَمَنْ نَامَ فَلْيَتَوَضَّأْ
تعليق شعيب الأرنؤوط : إسناده ضعيف
قال الشيخ الألباني : حسن

Bersumber dari Ali bin Abi Thalib r.a dia berkata : Rasulullah saw bersabda :
Kedua mata adalah tali ( penutup ) dubur.  Barangsiapa yang tidur hendaknya dia berwudhu’

Hadits riwayat Abu Dawud Kitabuth Thaharah bab 80 no 203
Ibnu Majah Kitabuth Thaharah bab 62 no 477 ( ini adalah lafadznya )
Ahmad 1/111 no. 889


Hadits ini sanadnya adalah dha’if. Di dalamnya ada rawi Baqiyyah bin Al Walid Al Himshiy seorang yang mudallis ( suka menyamarkan periwayatan ).
Selain itu ada rawi Al Wadliin bin ‘Atha’ yang buruk hafalannya

Lihat : Al Mausuu’ah Al hadiitsiyyah Musnad Al Imam Ahmad bin Hanbal jilid 2 halaman 227

Tetapi dinilai sebagai hadits hasan oleh Syaikh Al Albani.
Dia berkata : Sanad hadits ini hasan sebagaimana yang dikatakan oleh imam Nawawi.
Sebelumnya , hadits ini juga dinilai hasan oleh Al Mundziri dan Ibnu Shalah.
Sebagian rawinya memang menjadi pembicaraan , tetapi hadits ini derajatnya tidak kurang dari hasan.

Lihat : Kitab Irwaa-ul Ghaliil jilid 1 halaman 148 hadits no 113.

Wallahu A’lam


عَنْ زِرٍّ قَالَ سَأَلْتُ صَفْوَانَ بْنَ عَسَّالٍ عَنْ الْمَسْحِ عَلَى الْخُفَّيْنِ فَقَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْمُرُنَا إِذَا كُنَّا مُسَافِرِينَ أَنْ نَمْسَحَ عَلَى خِفَافِنَا وَلَا نَنْزِعَهَا ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ مِنْ غَائِطٍ وَبَوْلٍ وَنَوْمٍ إِلَّا مِنْ جَنَابَةٍ
قال الشيخ الألباني : حسن

Bersumber dari Zirr dia berkata : Aku bertanya kepada Shafwaan bin ‘Assaal r.a tentang mengusap khuf , lalu dia berkata : Bahwasanya Rasulullah saw memerintahkan kepada kami, apabila kami bepergian agar mengusap khuf ( sepatu ) kami dan tidak melepasnya selama 3 hari , baik karena buang air besar , buang air kecil , dan karena tidur , kecuali karena janabat
Hadits hasan riwayat Tirmidzi Kitabuth Thaharah bab 71 no 96
Nasai Kitabuth Thaharah bab 98 no 127 ( ini adalah lafadznya )

Penjelasan :
Di dalam hadits ini Nabi saw mengisyaratkan beberapa perkara yang menyebabkan  seseorang wajib untuk berwudhu, yaitu buang air besar, buang air kecil, dan tidur.

Dhahirnya , Nabi saw menyamakan tidur dengan buang air di dalam masalah yang menyebabkan wajib berwudhu. Padahal buang air sudah jelas membatalkan wudhu.

Maka tidur adalah membatalkan wudhu secara muthlaq.

Dalam hadits ini juga di dapati hukum tentang bolehnya berwudhu tanpa melepas sepatu dengan ketentuan :

Untuk musafir : maksimal tidak melepas sepatu adalah selama 3 hari 3 malam
Untuk orang yang bermuqim di kampungnya : maksimal sehari semalam

عَنْ شُرَيْحِ بْنِ هَانِئٍ قَالَ أَتَيْتُ عَائِشَةَ أَسْأَلُهَا عَنِ الْمَسْحِ عَلَى الْخُفَّيْنِ فَقَالَتْ عَلَيْكَ بِابْنِ أَبِى طَالِبٍ فَسَلْهُ فَإِنَّهُ كَانَ يُسَافِرُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-. فَسَأَلْنَاهُ فَقَالَ جَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ وَلَيَالِيَهُنَّ لِلْمُسَافِرِ وَيَوْمًا وَلَيْلَةً لِلْمُقِيمِ

Bersumber dari  Syuraih bin Hani’ dia berkata : Aku mendatangi Aisyah r.a.
Aku bertanya kepadanya tentang mengusap khuf (sepatu yang menutup mata kaki).
Maka dia menjawab : Hendaknya engkau mendatangi putra Abi Thalib (yaitu Ali r.a). Tanyakan kepadanya, karena sesungguhnya dia pernah pergi bersama Rasulullah saw.
Syuraih berkata : maka kami bertanya kepada Ali r.a , lalu dia menjawab : Bahwasanya Rasulullah saw menjadikan 3 hari 3 malam untuk musafir , dan sehari semalam untuk orang yang muqim (menetap).

Hadits shahih riwayat Muslim Kitabuth Thaharah bab 24 no 276

Hendaknya berwudhu terlebih dahulu sebelum memakai sepatu :

عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الْمُغِيرَةِ عَنْ أَبِيهِ قَالَ كُنْتُ مَعَ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - فِى سَفَرٍ ، فَأَهْوَيْتُ لأَنْزِعَ خُفَّيْهِ فَقَالَ « دَعْهُمَا ، فَإِنِّى أَدْخَلْتُهُمَا طَاهِرَتَيْنِ » . فَمَسَحَ عَلَيْهِمَا

Bersumber dari Urwah bin Al Mughirah dari ayahnya (yaitu Al Mughirah bin Syu’bah r.a) dia berkata : Aku bersama dengan Rasulullah saw dalam perjalanan. Lalu aku membungkuk untuk melepas sepatunya, maka beliau saw bersabda : Biarkanlah ! Karena sesungguhnya aku memakainya dalam keadaan suci (dalam keadaan berwudhu).
Lalu Rasulullah saw mengusap sepatu tersebut.

Hadits shahih riwayat Al Bukhari Kitabul Wudhu’  bab 49 no 206
Muslim Kitabuth Thaharah bab 22 no 274

Cukup diusap pada bagian atas sepatu :

عَنْ عَبْدِ خَيْرٍ عَنْ عَلِىٍّ - رضى الله عنه - قَالَ لَوْ كَانَ الدِّينُ بِالرَّأْىِ لَكَانَ أَسْفَلُ الْخُفِّ أَوْلَى بِالْمَسْحِ مِنْ أَعْلاَهُ وَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَمْسَحُ عَلَى ظَاهِرِ خُفَّيْهِ
قال الشيخ الألباني : صحيح

Bersumber dari  Abdu Khair dari Ali r.a dia berkata : Seandainya agama ini berdasarkan aqal , maka bagian bawah khuf  lebih utama diusap daripada bagian atasnya.
Sungguh aku telah melihat Rasulullah saw mengusap pada bagian atas sepatunya.

Hadits shahih riwayat Abu Dawud Kitabuth Thaharah bab 63 no 162
Mengusap sepatu tidak berlaku untuk orang yang berhadats besar

Dia wajib mandi dengan melepas sepatunya. Hal ini berlaku buat orang yang bermuqim ataupun bagi musafir.

عَنْ زِرٍّ قَالَ سَأَلْتُ صَفْوَانَ بْنَ عَسَّالٍ عَنْ الْمَسْحِ عَلَى الْخُفَّيْنِ فَقَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْمُرُنَا إِذَا كُنَّا مُسَافِرِينَ أَنْ نَمْسَحَ عَلَى خِفَافِنَا وَلَا نَنْزِعَهَا ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ مِنْ غَائِطٍ وَبَوْلٍ وَنَوْمٍ إِلَّا مِنْ جَنَابَةٍ
قال الشيخ الألباني : حسن

Bersumber dari Zirr dia berkata : Aku bertanya kepada Shafwaan bin ‘Assaal r.a tentang mengusap khuf , lalu dia berkata : Bahwasanya Rasulullah saw memerintahkan kepada kami, apabila kami bepergian agar mengusap khuf ( sepatu ) kami dan tidak melepasnya selama 3 hari , baik karena buang air besar , buang air kecil , dan karena tidur , kecuali karena janabat
Hadits hasan riwayat Tirmidzi Kitabuth Thaharah bab 71 no 96
Nasai Kitabuth Thaharah bab 98 no 127 ( ini adalah lafadznya )


Penjelasan :
Hadits ini menjelaskan bahwa janabat adalah suatu keadaan yang tidak menerima rukhshah (keringanan)  untuk mengusap sepatu ketika wudhu. Artinya : sepatu wajib dilepaskan , kemudian dia mandi janabat.

Tentang wanita haidh tidak disebutkan dalam hadits ini , tetapi umat Islam pada umumnya menyamakan hukumnya dengan keadaan janabat, karena sama sama hadats besar. Maka Wanita haidh atau nifas juga tidak diperkenankan hanya mengusap sepatunya ketika mandi suci dari haidh. Dia wajib melepasnya dan mandi sebagaimana mandi janabat.

Wallahu A’lam.


B) Tidur tidak membatalkan wudhu secara muthlaq

Ini adalah pendapat shahabat : Ibnu Umar r.a , Abu Musa Al Asy’ari r.a.
Dan orang orang setelah mereka : Sa’id bin Jubair , Mak-hul , Ubaidah As Salmani , Al Auza’i     dll.

Diantara alasan bagi orang yang sefaham dengan pendapat ini :

عن أَنَس بْنِ مَالِكٍ قَالَ أُقِيمَتِ الصَّلاَةُ وَالنَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- يُنَاجِى رَجُلاً فَلَمْ يَزَلْ يُنَاجِيهِ حَتَّى نَامَ أَصْحَابُهُ ثُمَّ جَاءَ فَصَلَّى بِهِمْ

Bersumber dari  Anas bin Malik r.a dia berkata : Iqamat untuk shalat telah dikumandangkan , dan Nabi saw berbincang dengan seseorang dan beliau saw terus berbincang  sehingga para shahabat tertidur. Lalu Nabi saw datang dan shalat bersama mereka.
Hadits shahih riwayat Al Bukhari Kitabul Isti’dzaan bab 48 no 6292
Muslim Kitabul Haidh bab 33 no 376 ( Ini adalah lafadznya )

Penjelasan :
Dhahirnya, dalam hadits ini para shahabat langsung mengerjakan shalat berjama’ah ketika bangun dari tidurnya tanpa berwudhu lagi.

Hal ini dipertegas dengan pernyataan shahabat Anas r.a ketika menceritakan kebiasaan para shahabat , bahwa mereka biasa bangun tidur langsung mengerjakan shalat tanpa berwudhu lagi :

عَنْ قَتَادَةَ قَالَ سَمِعْتُ أَنَسًا يَقُولُ كَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَنَامُونَ ثُمَّ يُصَلُّونَ وَلاَ يَتَوَضَّئُونَ

Bersumber dari Qatadah dia berkata : Aku mendengar dari Anas r.a yang berkata : dahulu para shahabat Rasulullah saw tidur kemudian mereka mengerjakan shalat dengan tidak berwudhu’ lagi
Shahih riwayat Muslim Kitabul Haidh bab 33 no 376
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ بِتُّ لَيْلَةً عِنْدَ خَالَتِى مَيْمُونَةَ فَقَامَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- مِنَ اللَّيْلِ ..... ثُمَّ قَامَ فَصَلَّى... ثُمَّ اضْطَجَعَ فَنَامَ حَتَّى نَفَخَ وَكَانَ إِذَا نَامَ نَفَخَ فَأَتَاهُ بِلاَلٌ فَآذَنَهُ بِالصَّلاَةِ فَقَامَ فَصَلَّى وَلَمْ يَتَوَضَّأْ

Bersumber dari Ibnu Abbas r.a  dia berkata : Pada suatu malam aku menginap di rumah bibiku Maimunah r.a ( istri Nabi saw ). Lalu Nabi saw bangun di sebagian malam……
Lalu beliau saw melakukan shalat….. lalu beliau saw berbaring kemudian tidur dengan mendengkur, dan Nabi saw biasa mendengkur di dalam tidurnya.  Lalu Bilal r.a mendatangi beliau saw untuk memberitahukan datangnya waktu shalat. Lalu Nabi saw bangun untuk mengerjakan shalat tanpa berwudhu lagi.

Hadits shahih riwayat Al Bukhari Kitabul Wudhu’ bab 5 no 138
Muslim Kitabu Shalatil Musaafiriin bab 26 no 763 ( ini adalah lafadznya )

 
C) Tidur yang lama membatalkan wudhu , sedangkan kalau sebentar tidak membatalkannya

Ini adalah pendapat imam Malik
Saya belum mendapatkan dalil yang dijadikan sebagai rujukan oleh kelompok yang setuju dengan pendapat ini.

Wallahu A’lam.

D) Tidur tidak membatalkan wudhu , kecuali tidurnya dengan posisi yang memungkinkan dapat keluar angin dalam keadaan tidur

 
Ini adalah pendapat Imam Hanafi , imam Asy Syafi’I, imam Ats Tsauri dll

Telah diketahui bahwa didapati adanya hadits yang menyatakan bahwa tidur membatalkan wudhu’

Didapati juga hadits yang menyatakan bahwa tidur tidak membatalkan wudhu.
Maka diupayakan jalan  untuk menafsirkan hadits hadits tersebut sehingga dapat diamalkan semuanya.

Maka didapati kesimpulan bahwa : tidur yang membatalkan wudhu adalah tidur yang dilakukan dengan posisi tertentu.

Sedangkan tidur yang tidak membatalkan wudhu adalah dengan posisi lainnya.

Dasarnya adalah : Pertimbangan bahwa tidur adalah suatu keadaan yang membuat seseorang tidak mengetahui apa yang terjadi dengannya. Sehingga dimungkinkan dia mengalami hadats (misalnya buang angin = kentut)  tanpa disadari.

Maka dilakukan penelitian  terhadap beberapa posisi tidur, kemudian dibuat sebuah keputusan : Bahwa ada beberapa posisi tidur yang memungkinkan seseorang buang angin (kentut) di dalam tidurnya , yaitu tidur tengkurap , atau terlentang.
karena tidur dalam posisi ini membuat lubang pantat tidak “tertutup rapat”.

Sedangkan tidur dengan posisi duduk tidak memungkinkan untuk

Hal ini selaras dengan hadits Nabi saw :

Penjelasan :
Dari hadits ini didapati kesimpulan bahwa yang menjadi persoalan bukanlah “tidurnya” , tetapi terjadinya peristiwa hadats di dalam tidurnya.

2. BERSENTUHAN ANTARA LAKI LAKI DENGAN PEREMPUAN
 
Masalah ini diperselisihkan umat Islam :

A.) Bersentuhan laki dan perempuan membatalkan wudhu

Ini adalah penafsiran shahabat Ibnu Mas’ud r.a
Dan merupakan pendapat imam Asy Syafi’i

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu
Al Qur’an surah Al Maidah ayat 6

B) Bersentuhan antara laki laki dan perempuan tidak membatalkan wudhu


Ini adalah penafsiran shahabat Ibnu Abbas r.a

Dan merupakan pendapat Imam Al Hasan Al Bashri , Thawus,Atha’, Imam Hanafi , imam Malik , Imam Ahmad bin Hanbal
Dan yang dipilih oleh Syaikh Al Albani , Syaikh Al ‘Utsaiman dll

Alasannya :

Nabi saw adalah manusia yang paling faham tentang makna Al Qur’an.
Karena salah satu tugas beliau saw adalah menjelaskan makna Al Qur’an kepada manusia
maka kita harus mendahulukan pemahaman Nabi saw dalam menafsirkan Al Qur’an.

Tentang surah Al Maidah ayat 6 :

Nabi saw memahami bahwa kalimat : AU LAAMASTUMUN NISAA’  :  Tidak diartikan dengan bersentuh biasa.
Karena Nabi saw menyentuh istrinya dan tidak membatalkan wudhu’nya

عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - أَنَّهَا قَالَتْ كُنْتُ أَنَامُ بَيْنَ يَدَىْ رَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - وَرِجْلاَىَ فِى قِبْلَتِهِ ، فَإِذَا سَجَدَ غَمَزَنِى ، فَقَبَضْتُ رِجْلَىَّ ، فَإِذَا قَامَ بَسَطْتُهُمَا . قَالَتْ وَالْبُيُوتُ يَوْمَئِذٍ لَيْسَ فِيهَا مَصَابِيحُ

Bersumber dari Aisyah r.a , istri Nabi saw ,dia berkata :
Aku pernah tidur di depan Nabi saw dan kakiku berada di arah Qiblatnya. Jika akan sujud beliau saw menyentuhku dengan tangannya , maka akupun menarik kakiku. Dan jika beliau saw berdiri maka aku meluruskan kembali kakiku.
Aisyah r.a berkata : Pada waktu itu rumah rumah tidak ada lampunya

Hadits shahih riwayat Al Bukhari Kitabush Shalah bab 22 no 382 ( ini adalah lafadznya ) Muslim Kitabush Shalah bab 51 no 512
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ فَقَدْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لَيْلَةً مِنَ الْفِرَاشِ فَالْتَمَسْتُهُ فَوَقَعَتْ يَدِى عَلَى بَطْنِ قَدَمَيْهِ وَهُوَ فِى الْمَسْجِدِ وَهُمَا مَنْصُوبَتَانِ

Bersumber dari Aisyah r.a , dia berkata : Pada suatu malam aku kehilangan Rasulullah saw. Lalu aku mencarinya. Kemudian tanganku menyentuh dua telapak kaki Nabi saw, sedangkan beliau saw berada di dalam masjid dan kedua kakinya dalam keadaan tegak
( dalam keadaan sujud )

Hadits shahih riwayat Muslim Kitabush Shalah bab 42 no 482 ( Ini adalah lafadznya )
Abu Dawud Kitabush Shalah bab 154 no 879
Ahmad 6/201 no. 25127

عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَبَّلَ بَعْضَ نِسَائِهِ ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الصَّلاَةِ وَلَمْ يَتَوَضَّأْ. قَالَ عُرْوَةُ قُلْتُ لَهَا مَنْ هِىَ إِلاَّ أَنْتِ قَالَ فَضَحِكَتْ
قال الشيخ الألباني : صحيح
تعليق شعيب الأرنؤوط : إسناده صحيح رجاله ثقات رجال الشيخين وحبيب بن أبي ثابت متابع

Bersumber dari ‘Urwah bin Az Zubair dari Aisyah r.a , sesungguhnya Rasulullah saw mencium salah seorang dari istrinya kemudian mengerjakan shalat dengan tidak berwudhu’ lagi.
Urwah berkata : Aku berkata kepada Aisyah r.a : siapa lagi yang dicium kalau bukan anda ? Lalu Aisyah r.a tertawa.


Hadits riwayat Ahmad 6/210 no. 25238 (sanadnya dinilai shahih oleh Syaikh Al Arnauth)
Ibnu majah Kitabuth Thaharah bab 69 no 502 ( Dinilai shahih oleh Syaikh Al Albani )
Hadits riwayat Tirmidzi Kitabuth Thaharah bab 63 no 86 ( Dinilai shahih oleh Syaikh Al Albani )
Tetapi imam Al Bukhari menilai sanad hadits ini adalah dha’if karena terputus sanadnya , Habib bin Abi Tsabit tidak mendengar dari ‘Urwah


Penafsiran shahabat Ibnu Abbas r.a terhadap Surah Al Maidah ayat 6 :

عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ قَالَ : ذَكَرُوا اللَّمْسَ فَقَالَ نَاسٌ مِنْ الْمَوَالِي لَيْسَ بِالْجِمَاعِ ، وَقَالَ نَاسٌ مِنْ الْعَرَبِ اللَّمْسُ الْجِمَاعُ ، قَالَ فَلَقِيت اِبْنَ عَبَّاسٍ فَقُلْت لَهُ إِنَّ نَاسًا مِنْ الْمَوَالِي وَالْعَرَبِ اِخْتَلَفُوا فِي اللَّمْسِ فَقَالَتْ الْمَوَالِي لَيْسَ بِالْجِمَاعِ وَقَالَتْ الْعَرَبُ الْجِمَاعَ ، قَالَ فَمِنْ أَيِّ الْفَرِيقَيْنِ كُنْت قُلْت كُنْت مِنْ الْمَوَالِي ، قَالَ غَلَبَ فَرِيقُ الْمَوَالِي إِنَّ اللَّمْسَ وَالْمَسَّ وَالْمُبَاشَرَةَ الْجِمَاعُ ، وَلَكِنَّ اللَّهَ يَكُنِّي مَا شَاءَ بِمَا شَاءَ

Bersumber dari dari Sa’id bin Jubair , dia berkata :

Orang orang membicarakan tentang kata “AL LAMS” ( dalam surah Al Maidah ayat 6 )
Orang dari Al Mawali berkata : AL LAMS artinya bukan jima’ ( bersetubuh )
Orang dari Al ‘Arab berkata : AL LAMS artinya jima’ ( bersetubuh )
Maka aku datang kepada Ibnu Abbas r.a , lalu aku berkata : Orang dari Al Mawali dan Al Arab berselisih pendapat tentang kata AL LAMS.
Al mawali berkata : Bukan jima’
Al Arab berkata : bahwa artinya jima’
Ibnu Abbas r.a bertanya kepadaku : dari 2 pendapat ini kamu pilih yang mana ?
Aku menjawab : Aku pilih Al Mawali
Ibnu Abbas r.a berkata : Al Mawali kalah.
Sesungguhnya kata AL MAS , dan AL LAMS dan kata AL MUBAASYARAH, semuanya bermakna jima’
Tetapi Allah memberi sebutan terhadap sesuatu sesuai dengan dengan yang Dia kehendaki


( Tafsir At Thabari no 9581 dan 9583 )
Tafsiran Ibnu Abbas r.a terhadap surah Al Maidah ayat 6 ini sepatutnya lebih didahulukan daripada tafsiran selain dia. Selain Ibnu Abbas r.a adalah seorang shahabat yang dekat dengan Nabi saw, ternyata penafsiran Ibnu Abbas juga cocok dengan perilaku Nabi saw , yang mana beliau saw tidak membatalkan shalatnya ketika menyentuh istrinya dengan sengaja ( hadits shahih riwayat Al Bukhari no 382 dan Muslim no 512 )

Hal ini diperkuat dengan urutan kalimat yang ada pada surah Al Maidah ayat 6 tersebut :

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah” 
Ini merupakan cara bersuci dengan menggunakan air akibat dari hadats kecil

Lalu Allah berfirman : “dan jika kamu junub maka mandilah”

Ini merupakan cara bersuci dengan menggunakan air karena hadats besar

Lalu Allah berfirman :

“dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah”

Ini merupakan cara bersuci dari dua macam sebab : Sebab yang kecil dan sebab yang besar ( Tayammum adalah bersuci dari hadats kecil maupun hadats besar, sebagai pengganti wudhu dan mandi )

Kembali dari tempat buang air (kakus)    : Sebab yang kecil ( hadats kecil )
Menyentuh perempuan ( bersetubuh )    : Sebab yang besar ( hadats besar )      

Kesimpulan : 
Bersentuh dengan wanita tidak membatalkan wudhu’ karena ma’na AULAAMASTUMUN NISAA’ diartikan dengan bersetubuh ( jima’), bukan bersentuhan biasa.

Dhahirnya, Imam Syafi’i dalam menetapkan batal berwudhu karena bersentuh laki dan perempuan adalah didasarkan kepada kehati hatian. Ini nampak dari kalimat beliau :

“ Seandainya hadits Ma’bad bin Nabatah (tentang Nabi mencium istrinya) itu tsabit
( telah ditetapkan kebenarannya = shahih ), maka aku akan berpendapat bahwa ciuman dan sentuhan itu tidak membatalkan wudhu’

( Dikutip oleh Al Hafidz Ibnu Hajar dalam At Talkhish halaman 44.)

Lihat :  Shahih Fiqih Sunnah jilid 1 halaman 140

Wallahu A’lam.

C) Bersentuhan antara laki laki dan wanita tidak membatalkan wudhu jika tidak disertai syahwat . Jika disertai syahwat maka batal wudhunya
Ini adalah pendapat imam Malik dan yang sefaham dengannya

Dalilnya : tidak ada

3) MENYENTUH KEMALUAN
 
Masalah ini diperselisihkan umat Islam

A) Menyentuh kemaluan membatalkan wudhu

 
Ini adalah pendapat imam Asy Syafi’i . imam Ahmad bin Hanbal , Ibnu Hazm dll

عَنْ مَرْوَان قَالَ أَخْبَرَتْنِى بُسْرَةُ بِنْتُ صَفْوَانَ أَنَّهَا سَمِعَتْ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « مَنْ مَسَّ ذَكَرَهُ فَلْيَتَوَضَّأْ
قال الشيخ الألباني : صحيح
تعليق شعيب الأرنؤوط : حديث صحيح

Bersumber dari Marwan bin Al Hakam dia berkata : telah mengkhabarkan kepadaku Bushrah binti Shafwaan r.a , bahwa dia mendengar Rasulullah saw bersabda :
Barangsiapa yang menyentuh kemaluannya , hendaklah dia berwudhu

Hadits shahih riwayat Abu Dawud Kitabuth Thaharah bab 69 no 181
Nasai Kitabul Ghusli wat Tayammum bab 30 no 447
Tirmidzi Kitabuth Thaharah bab 61 no 82
Ahmad 6/406 no. 26749


Dalam redaksi yang lain :

عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ قَالَ لِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ مَسَّ ذَكَرَهُ فَلْيَتَوَضَّأْ وَأَيُّمَا امْرَأَةٍ مَسَّتْ فَرْجَهَا فَلْتَتَوَضَّأْ
تعليق شعيب الأرنؤوط : إسناده حسن

Bersumber dari ‘Amru bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya yang berkata : Rasulullah saw bersabda kepadaku : Barangsiapa yang menyentuh kemaluannya maka hendaklah dia berwudhu’. Dan perempuan mana saja yang menyentuh kemaluannya hendaknya dia berwudhu’
Riwayat Ahmad 2/223 no 7036 dengan sanad yang hasan

Penjelasan :
Dalam hadits di atas dengan sangat jelas sekali disebutkan bahwa Rasulullah saw memerintahkan berwudhu’ bagi siapa saja yang telah menyentuh kemaluannya
Maka : Menyentuh kemaluan adalah membatalkan wudhu’

B) Menyentuh kemaluan tidak membatalkan wudhu

Ini adalah pendapat dalam madzhab Hanafi

عَنْ قَيْسِ بْنِ طَلْقِ بْنِ عَلِيٍّ عَنْ أَبِيهِ قَالَ ........
جَاءَ رَجُلٌ كَأَنَّهُ بَدَوِيٌّ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا تَرَى فِي رَجُلٍ مَسَّ ذَكَرَهُ فِي الصَّلَاةِ قَالَ وَهَلْ
هُوَ إِلَّا مُضْغَةٌ مِنْكَ أَوْ بَضْعَةٌ مِنْكَ
قال الشيخ الألباني : صحيح
تعليق شعيب الأرنؤوط : حديث حسن

Bersumber dari Thalq bin Ali r.a , dia berkata : ........Seorang laki laki yang kelihatannya seperti orang badui datang bertanya kepada Rasulullah saw : wahai Rasulullah, apa pendapat engkau tentang orang yang menyentuh kemaluannya ketika shalat ?
Rasulullah saw menjawab : Bukankah kemaluan itu hanya bagian dari dagingmu ?

Hadits shahih riwayat Nasai Kitabuth Thaharah bab 119 no 165 ( ini adalah lafadznya )
Ahmad 4/22 no 15860


عَنْ قَيْسِ بْنِ طَلْقٍ الْحَنَفِىِّ عَنْ أَبِيهِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- سُئِلَ عَنْ مَسِّ الذَّكَرِ فَقَالَ « لَيْسَ فِيهِ وُضُوءٌ إِنَّمَا هُوَ مِنْكَ
قال الشيخ الألباني : صحيح
تعليق شعيب الأرنؤوط : حديث حسن

Bersumber dari Qais bin Thalq Al Hanafiy dari bapaknya yang berkata : Aku mendengar Rasulullah saw ditanya tentang menyentuh kemaluan , maka beliau saw bersabda : Tidak ada kewajiban padanya berwudhu’. Sesungguhnya kemaluan itu adalah bagian dari tubuhmu
Hadits shahih riwayat Ibnu Majah Kitabuth Thaharah bab 64 no 483
Ahmad 4/23 no 15857

Penjelasan :
Dalam hadits ini Rasulullah saw ditanya tentang hukum menyentuh kemaluan , apakah membatalkan wudhu’ atau tidak ?
Ternyata Rasulullah saw memberikan jawaban bahwa tidak ada kewajiban berwudhu’ setelah menyentuh kemaluan.
Maka : Menyentuh kemaluan tidak membatalkan wudhu’

C) Yang berpendapat bahwa menyentuh kemaluan tidak membatalkan  wudhu kecuali jika menyentuhnya dengan syahwat maka batal wudhunya
Ini adalah pendapat dari imam Malik dan yang dipilih oleh Syaikh Al Albani

D) Yang berpendapat bahwa menyentuh kemaluan dengan penghalang ( misalnya kain dsb ) adalah tidak membatalkan wudhu’.
Jika menyentuh kemaluan tanpa penghalang maka batal wudhu’nya

Dalilnya :

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « مَنْ أَفْضَى بِيَدِهِ إِلَى ذَكَرِهِ لَيْسَ دُونَهُ سِتْرٌ فَقَدْ وَجَبَ عَلَيْهِ الْوُضُوءُ
تعليق شعيب الأرنؤوط : حسن وهذا إسناد ضعيف

Bersumber dari Abu Hurairah r.a , dari Nabi saw yang bersabda :
Jika tangan salah seorang diantara kalian menyentuh kemaluannya tanpa penghalang, maka wajib baginya berwudhu’

Hadits riwayat Ahmad 2/333 no 8199 dengan sanad yang dha’if
Di dalam sanadnya ada rawi
Tetapi dengan adanya hadits lain sebagai pendukung maka Syaikh Al Arnauth menilainya sebagai hadits hasan
Juga diriwayatkan oleh Asy Syafi’I , Ath Thahawi dll

E) Yang berpendapat bahwa berwudhu’ setelah menyentuh kemaluan adalah bersifat anjuran , bukan wajib
Dalilnya : Yang secara tegas tidak ada. Hanya menyimpulkan dari dalil dalil yang ada, baik dalil yang menyatakan menyentuh kemaluan membatalkan wudhu, ataupun dalil yang menyatakan tidak membatalkan wudhu.

Jadi, pendapat ini melakukan penggabungan dalil dalil yang ada.
Maka : Siapa saja yang menyentuh kemaluan hendaknya berwudhu’ , tetapi jika tidak berwudhu’ maka dia tidak berdosa dan tetap sah shalatnya

Cabang permasalahan :

A) Bagaimana hukumnya menyentuh kemaluan orang lain ?

Hal ini diperselisihkan umat  Islam

1. Yang berpendapat bahwa wudhunya batal apabila menyentuh kemaluan orang lain
Ini adalah pendapat imam Syafi’i

أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا

atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih)
Al Qur’an surah Al Maidah ayat 6
Dalam ayat ini difahami bahwa menyentuh perempuan membatalkan wudhu. Hal ini termasuk menyentuh kemaluannya

2. Menyentuh kemaluan orang lain tidak membatalkan wudhu’

عَنْ قَيْسِ بْنِ طَلْقٍ الْحَنَفِىِّ عَنْ أَبِيهِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- سُئِلَ عَنْ مَسِّ الذَّكَرِ فَقَالَ « لَيْسَ فِيهِ وُضُوءٌ إِنَّمَا هُوَ مِنْكَ
قال الشيخ الألباني : صحيح
تعليق شعيب الأرنؤوط : حديث حسن

Bersumber dari Qais bin Thalq Al Hanafiy dari bapaknya yang berkata : Aku mendengar Rasulullah saw ditanya tentang menyentuh kemaluan , maka beliau saw bersabda : Tidak ada kewajiban padanya berwudhu’. Sesungguhnya kemaluan itu adalah bagian dari tubuhmu
Hadits shahih riwayat Ibnu Majah Kitabuth Thaharah bab 64 no 483
Ahmad 4/23 no 15857


Penjelasan :
Di dalam hadits ini Nabi saw bersabda bahwa kemaluan adalah bagian dari tubuh. Hal ini  dapat difahami bahwa kemaluan tidak berbeda dengan bagian tubuh yang  lain , maka menyentuh kemaluan sendiri atau menyentuh kemaluan orang lain tidak membatalkan wudhu’ karena disamakan dengan menyentuh daging atau bagian tubuh yang lainnya.

Wallahu A’lam

3. Menyentuh kemaluan anak ?

Az Zuhri , Al Auza’i , serta imam Malik menyatakan bahwa menyentuh kemaluan anak tidak membatalkan wudhu’’

4. Menyentuh dubur ?

Imam Syafi’I menyatakan batal
Imam Malik dan Sufyan Ats Tsuri menyatakan tidak batal

Semua pendapat ini tidak didapati dalilnya

Wallahu A’lam

4.  MAKAN DAGING ONTA

Masalah ini diperselisihkan umat Islam : ada yang berpendapat membatalkan wudhu’ dan ada juga yang berpendapat tidak membatalkan wudhu

A) . Makan daging onta membatalkan wudhu


عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ أَنَّ رَجُلاً سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَأَتَوَضَّأُ مِنْ لُحُومِ الْغَنَمِ قَالَ « إِنْ شِئْتَ فَتَوَضَّأْ وَإِنْ شِئْتَ فَلاَ تَوَضَّأْ ». قَالَ أَتَوَضَّأُ مِنْ لُحُومِ الإِبِلِ قَالَ « نَعَمْ فَتَوَضَّأْ مِنْ لُحُومِ الإِبِلِ

Bersumber dari Jabir bin Samurah r.a , sesungguhnya ada seorang laki laki bertanya kepada Rasulullah saw : Apakah aku harus berwudhu’ setelah makan daging kambing ?
Beliau saw menjawab : Jika engkau mau berwudhu’, maka berwudhu’lah dan jika engkau menghendaki ( tidak berwudhu’ ) maka tidak usah berwudhu
Laki laki itu bertanya lagi : Apakah aku harus berwudhu’ jika makan daging onta ?
Nabi saw menjawab : Iya ! Berwudhu’lah setelah makan daging onta

Hadits shahih riwayat Muslim Kitabul Haidh bab 25 no 360
B) Makan daging onta tidak membatalkan wudhu
Ini adalah pendapat 4 khalifah ( Abu Bakar r.a, Umar r.a, Utsman r.a, Ali r.a )
Serta shahabat yang lainnya : Ibnu Mas’ud r.a , Ibnu Abbas r.a , Ubay bin Ka’ab r.a , Abud Darda’ r.a , Abu Thalhah r.a , Amir bin Rabi’ah, Abu Umamah r.a
Juga generasi yang di bawahnya : Imam Hanafi , imam Malik, imam Syafi’i

( Syarah Muslim : Kitabul Haid bab 25 no 360 )

عَنْ جَابِرٍ قَالَ كَانَ آخِرُ الأَمْرَيْنِ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- تَرْكَ الْوُضُوءِ مِمَّا غَيَّرَتِ النَّارُ
قال الشيخ الألباني : صحيح
تعليق شعيب الأرنؤوط : إسناده صحيح على شرط مسلم

Bersumber dari Jabir r.a , dia berkata :
Bahwasanya perkara di akhir (kehidupan) Rasulullah saw adalah membiarkan wudhu (tidak berwudhu) setelah makan sesuatu yang disentuh ( dimasak ) dengan api

Hadits shahih riwayat Abu Dawud Kitabuth Thaharah bab 75 no 192
Ahmad 1/226


Penjelasan :
Tidak berwudhu setelah makan makanan yang disentuh api , difahami dengan semua jenis, termasuk daging onta


Oleh : Ustadz Mubarak Abdul rahim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TENTANG HIJRAH MENANTI