Langsung ke konten utama

SHALAT SUNNAH TASBIH

Yaitu shalat sunnah 4 raka’at yang dilakukan pada waktu kapan saja, bisa siang ataupun malam, kecuali pada waktu yang dilarang. 

Cara shalat tasbih : 
Shalatnya dilakukan dengan 4 raka’at seperti shalat lainnya , hanya saja bacaannya tidak mengikuti bacaan shalat pada umumnya, tetapi diganti dengan dzikir khusus dengan jumlah tertentu, yaitu 75 kali tiap raka’atnya.

Dzikir khusus tersebut adalah :
SUBHANALLAH WAL HAMDULILLAH WALAA ILAAHA ILLALLAHU WALLAHU AKBAR

Rinciannya :
Setelah membaca Al Fatihah dan surah , membaca dzikir khusus sebanyak 15 kali sebelum ruku’.
Kemudian ruku’ , lalu membaca  dzikir khusus 10 kali.
Kemudian berdiri I’tidal , lalu membaca  dzikir khusus 10 kali.
Kemudian sujud , lalu membaca  dzikir khusus 10 kali
Kemudian duduk antara 2 sujud , lalu membaca  dzikir khusus 10 kali
Kemudian sujud , lalu membaca  dzikir khusus 10 kali
Kemudian duduk  , lalu membaca  dzikir khusus 10 kali

Jadi , jumlah bacaan dzikirnya adalah 75 kali setiap raka’atnya.

Kemudian dilanjutkan berdiri ke ra’at ke 2 ,dan dilakukan seperti raka’at pertama.
Kemudian dilanjutkan berdiri ke ra’at ke 3 ,dan dilakukan seperti raka’at kedua
Kemudian dilanjutkan berdiri ke ra’at ke 4 ,dan dilakukan seperti raka’at ketiga.
Kemudian salam

Dalilnya :

حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ بِشْرِ بْنِ الْحَكَمِ النَّيْسَابُورِىُّ حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ حَدَّثَنَا الْحَكَمُ بْنُ أَبَانَ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ لِلْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ « يَا عَبَّاسُ يَا عَمَّاهُ أَلاَ أُعْطِيكَ أَلاَ أَمْنَحُكَ أَلاَ أَحْبُوكَ أَلاَ أَفْعَلُ بِكَ عَشْرَ خِصَالٍ إِذَا أَنْتَ فَعَلْتَ ذَلِكَ غَفَرَ اللَّهُ لَكَ ذَنْبَكَ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ قَدِيمَهُ وَحَدِيثَهُ خَطَأَهُ وَعَمْدَهُ صَغِيرَهُ وَكَبِيرَهُ سِرَّهُ وَعَلاَنِيَتَهُ عَشْرَ خِصَالٍ أَنْ تُصَلِّىَ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ تَقْرَأُ فِى كُلِّ رَكْعَةٍ فَاتِحَةَ الْكِتَابِ وَسُورَةً فَإِذَا فَرَغْتَ مِنَ الْقِرَاءَةِ فِى أَوَّلِ رَكْعَةٍ وَأَنْتَ قَائِمٌ قُلْتَ سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ خَمْسَ عَشْرَةَ مَرَّةً ثُمَّ تَرْكَعُ فَتَقُولُهَا وَأَنْتَ رَاكِعٌ عَشْرًا ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ مِنَ الرُّكُوعِ فَتَقُولُهَا عَشْرًا ثُمَّ تَهْوِى سَاجِدًا فَتَقُولُهَا وَأَنْتَ سَاجِدٌ عَشْرًا ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ مِنَ السُّجُودِ فَتَقُولُهَا عَشْرًا ثُمَّ تَسْجُدُ فَتَقُولُهَا عَشْرًا ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ فَتَقُولُهَا عَشْرًا فَذَلِكَ خَمْسٌ وَسَبْعُونَ فِى كُلِّ رَكْعَةٍ تَفْعَلُ ذَلِكَ فِى أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ إِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ تُصَلِّيَهَا فِى كُلِّ يَوْمٍ مَرَّةً فَافْعَلْ فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِى كُلِّ جُمُعَةٍ مَرَّةً فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِى كُلِّ شَهْرٍ مَرَّةً فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِى كُلِّ سَنَةٍ مَرَّةً فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِى عُمُرِكَ مَرَّةً
قال الألباني : إسناده ضعيف كما أشار المصنف لكن له شواهد يتقوى بها لذا أوردته في صحيح أبي داود

Bersumber dari Ibnu Abbas r.a , sesungguhnya Rasulullah saw bersabda kepada Abbas bin Abdul Muthalib r.a : 
Wahai Abbas ! Wahai pamanku !
Maukah engkau jika aku memberimu sesuatu , menyantunimu ,  memberimu hadiah , atau aku melakukan sesuatu untukmu ?
Ada 10 perkara , yang jika engkau mengamalkannya maka Allah akan mengampuni dosa dosamu , baik yang awal maupun yang akhir , yang lama maupun yang baru , yang tidak disengaja maupun yang disengaja ,  yang kecil maupun yang besar , yang tesembunyi maupun yang terang terangan, yaitu :
Engkau kerjakan shalat 4 raka’at yang pada setiap raka’atnya engkau membaca surah Al Fatihah dan satu surah lainnya. Dan jika engkau telah membaca surah tersebut pada raka’at pertama , maka bacalah :

SUBHANALLAH WAL HAMDULILLAH WALAA ILAAHA ILLALLAHU WALLAHU AKBAR

(Maha Suci Allah , segala puji milik Allah , Tidak ada Tuhan selain Allah , Allah Maha Besar) sebanyak 15 kali ketika engkau berdiri, lalu engkau ruku’ dan membacanya 10 kali ketika engkau ruku’ lalu engkau bangun daru ruku’ dan membacanya 10 kali , lalu engkau sujud dan membacanya 10 kali ketika sujud , lalu engkau bangun dari sujud dan membacanya 10 kali , lalu engkau sujud dan membacanya 10 kali , lalu engkau bangun dari sujud dan membacanya 10 kali.
Dengan demikian maka setiap raka’atnya engkau membacanya 75 kali, 
Lakukanlah hal itu pada 4 raka’at.

Jika engkau mampu mengerjakanya setiap hari , maka lakukanlah.
Jika engkau tidak mampu setiap hari maka kerjakanlah setiap jum’at sekali.
Jika engkau tidak mampu setiap jum’at maka kerjakanlah setiap 1 bulan sekali.
Jika engkau tidak mampu setiap bulan maka kerjakanlah setiap 1 tahun sekali.
Jika engkau tidak mampu setiap tahun maka kerjakanlah selama hidupmu sekali.

Hadits riwayat Abu Dawud Kitabut Tathawwu’ bab 14 no 1297
Ibnu Majah Kitabu Iqamatish Shalah bab 190 no 1387
Ibnu Khuzaimah Kitabush Shalah no 1216.

TENTANG KEDUDUKAN HADITS SHALAT TASBIH.

Para ulama berbeda pendapat tentang shahih atau tidaknya hadits tentang shalat tasbih.

1. Ada yang berpendapat bahwa hadits shalat tasbih adalah shahih , atau sekurangnya hasan.
Ini adalah pendapat dari Imam Abu Dawud , Al Hakim , Al Baihaqi , Al Mundziri , Al Hafidz Ibnu Hajar , Syaikh Ahmad Syakir , Syaikh Al Albani , dll

2. Ada yang berpendapat bahwa hadits tentang shalat tasbih adalah dha’if, bukan berasal dari Nabi saw.
Ini adalah pendapat dari imam Ahmad bin Hanbal , Tirmidzi , Ibnu Arabi , Ibnul Jauzi , Ibnu Taimiyyah , Nawawi , Syaikh Bin Baaz , Syaikh Al ‘Utsaimin dll

Imam Al Hafidz Ibnu hajar Al Asqalani berkata :
Yang benar adalah : bahwa semua jalur periwayatan (tentang shalat tasbih ) adalah dha’if. 

Walaupun hadits Ibnu Abbas r.a lebih mendekati persyaratan sebagai hadits hasan , tetapi hadits ini adalah syadz (ganjil), karena :

* Kuatnya faktor kesendirian yang ada padanya dan tidak ada hadits lain yang mu’tabar yang bisa dijadikan sebagai penguat.

* Juga tentang perbedaan tatacara yang ada padanya dengan tatacara shalat shalat lainnya.

Lihat : 
Kitab Talkhish Al Habiir jilid 2 halaman 18-19
Kitab Shahih Fiqih Sunnah jilid 1 halaman 428

3. Ada yang tawaqquf , yaitu tidak berpendapat . Maksudnya : tidak bersedia mengatakan shahih dan tidak juga mau mengatakannya dha’if.
Ini adalah pendapat dari : imam Ibnu Khuzaimah dan imam Adz Dzahabi.

HUKUM MELAKSANAKAN SHALAT TASBIH.

Tentang anjuran melaksanakan shalat tasbih , umat Islam berbeda pendapat :

1. Ada yang berpendapat bahwa shalat tasbih hukumnya sunnah
2. Ada yang berpendapat bahwa shalat tasbih hukumnya boleh
3. Ada yang berpendapat bahwa shalat tasbih tidak disyari’atkan. ( Jangan dikerjakan ).

Pembahasan :  
1. Yang berpendapat bahwa shalat tasbih hukumnya sunnah
Ini adalah pendapat dari imam Ibnul Mubarak dan sebagian ulama madzhab Syafi’i.

Alasannya :
Hadits tentang shalat tasbih dinilai shahih.
Maka mengamalkannya dianggap telah mengikuti sunnah Nabi saw.

2. Yang berpendapat bahwa shalat tasbih hukumnya boleh. 
Ini adalah pendapat dari sebagian ulama madzhab Hanbali.

Maksudnya : boleh dikerjakan :  tidak dilarang , tapi juga tidak dianjurkan.

Alasannya :
Hadits tentang shalat tasbih tidak shahih, maka tidak boleh seseorang mengerjakan shalat tasbih dengan I’tikad bahwa dia mengikuti sunnah Nabi saw.

Kalaupun dia mengerjakannya , didasarkan kepada pertimbangan bahwa shalat adalah amal shalih, Sekalipun hadits tentang shalat tasbih derajatnya tidak shahih , tidak mengapa jika dilakukan juga. Karena shalat tasbih termasuk dalam bagian keutamaan amal, Maka boleh mengamalkannya berdasarkan hadits dha’if.

3. Ada yang berpendapat bahwa shalat tasbih tidak disyari’atkan. 

Maka umat Islam sepatutnya tidak mengamalkannya.

Ini adalah pendapat dari imam Ahmad bin Hanbal , imam Nawawi , Ibnu Taimiyyah , Ibnul Jauzi, Syaikh bin Baaz , syaikh Al ‘Utsaimin dan yang sefaham dengannya.

Alasannya : 
Tidak ada hadits shahih berkaitan dengan shalat Tasbih, semuanya dha’if dan tidak dapat saling menguatkan. Derajatnya tidak dapat naik menjadi hasan.

Hadits dha’if adalah suatu berita yang tidak dipercayai datangnya dari Nabi saw.

Sedangkan shalat tasbih memiliki cara yang berbeda dengan shalat pada umumnya.

Maka tidak patut mengamalkannya dengan i’tikad bahwa dia mengikuti sunnah Nabi saw
Karena dia telah mengetahuinya bahwa hadits tersebut tidak dipercayai datangnya dari Nabi saw.

Imam Ahmad berkata : Shalat tasbih ini tidak aku sukai.

Beliau ditanya : kenapa ?
Beliau menjawab : Tidak ada hadits shahih yang menetapkannya ( beliau berkata sambil mengibaskan tangannya sebagai isyarat pengingkaran terhadap shalat tasbih)

Imam Nawawi berkata : 
Disunnahkannya shalat tasbih masih dipersoalkan karena haditsnya dha’if sedangkan di dalamnya terdapat perubahan terhadap aturan shalat yang telah ada.

Maka sebaiknya shalat tasbih tidak diamalkan , kerena tidak ada hadits shahih yang dapat dijadikan dalil.

Lihat :
Kitab Shahih Fiqih Sunnah jilid 1 halaman 429
Kitab Al Majmu’ Syarah Al Muhadzdzab jilid 3 halaman 377

Yang saya pilih :

Saya menguatkan apa yang disampaikan oleh imam Nawawi , bahwa sebaiknya shalat tasbih tidak dilakukan. Karena cara shalat tasbih keluar dari cara shalat yang baku dari Nabi saw , sedangkan hadits tentang shalat tasbih tidak ada yang shahih.

Kita boleh saja meakukan shalat dengan cara yang berbeda dengan pedoman shalat yang baku dari Nabi saw , asalkan ada hadits shahih yang menjadi landasannya , yang berasal dari Nabi saw , seperti : shalat Ied , shalat janazah , shalat gerhana dsb. Sedangkan shalat tasbih , haditsnya tidak shahih . 

Wallahu A’lam
Oleh : Ustadz Mubarrak Abdul Rahim

Komentar

Postingan populer dari blog ini

APAKAH JENAZAH PEREMPUAN HARUS DIBERI CELAK DAN BEDAK SEBELUM DIKAFANKAN

Foto : Google Assalamualaikum. Pak Ustadz...saya mau bertanya...semoga Bapak mau menjawabnya. Apakah jenazah perempuan harus diberi celak pada alisnya dan diberi bedak pada saat sebelum dikafankan? Hal ini selalu dilakukan oleh pemandi jenazah perempuan. Terima kasih Pak Ustadz. Semoga Allah SWT selalu melindungi Bapak saat di Tanah Suci. JAWAB : Wa alaikumus salam warahmatullahi wabarakatuh. عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ الأَنْصَارِيَّةِ - رضى الله عنها - قَالَتْ دَخَلَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - حِينَ تُوُفِّيَتِ ابْنَتُهُ فَقَالَ « اغْسِلْنَهَا ثَلاَثًا أَوْ خَمْسًا أَوْ أَكْثَرَ مَنْ ذَلِكَ إِنْ رَأَيْتُنَّ ذَلِكَ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ ، وَاجْعَلْنَ فِى الآخِرَةِ كَافُورًا أَوْ شَيْئًا مِنْ كَافُورٍ Bersumber dari Ummu Athiyah Al anshari r.a, dia berkata : Rasulullah saw masuk menemui kami ketika putrinya wafat, kemudian bersabda : Mandikanlah dia 3 kali atau 5 kali atau lebih dari itu jika kalian menganggap hal itu perlu, dengan menggunakan air dan daun si...

HUKUM MEMBERI AMPLOP BERISI UANG KEPADA ORANG YANG MENGUNDANG MAKAN DALAM ACARA WALIMAHAN

Walimah artinya undangan makan. Jika qaum Muslimin diundang makan (walimah) maka disyari’atkan untuk menghadirinya sekalipun sedang dalam keadaan berpuasa sunnah. عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ - رضى الله عنهما - أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « إِذَا دُعِىَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْوَلِيمَةِ فَلْيَأْتِهَا Bersumber dari Abdullah bin Umar r.a , bahwasanya Rasulullah saw bersabda : Apabila seseorang diantara kalian diundang ke walimah maka hadirilah undangan itu. Hadits shahih riwayat Al Bukhari Kitabun Nikah bab 71 no 5173 (ini adalah lafadznya) Muslim Kitabun Nikah bab 16 no 1429 عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِذَا دُعِىَ أَحَدُكُمْ فَلْيُجِبْ فَإِنْ كَانَ صَائِمًا فَلْيُصَلِّ وَإِنْ كَانَ مُفْطِرًا فَلْيَطْعَمْ Bersumber dari Abu Hurairah r.a  dia berkata : Rasulullah saw bersabda : Apabila seseorang diantara kalian diundang maka penuhilah undangan itu. Jika dia berpuasa maka hendaknya dia mendo’akannya. Jika dia tidak b...

SUAMI TIDAK MEMBERI NAFKAH BATIN SELAMA 1 TAHUN ,APAKAH SUDAH DIKATAKAN CERAI

Foto : Google Ikatan suami istri tersebut masih ada , belum dianggap bercerai. Suami yang tidak memberikan nafkah batin kepada istrinya , kemungkinan karena beberapa sebab : 1. Suami menderita sakit     sehingga tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami     Hal ini diartikan seluas luasnya : bisa sakit jiwa , phisik atau lainnya. 2. Suami berada di tempat jauh karena mencari nafkah. 3. Suami dipenjara. 4. Suami mengabaikan istrinya , mungkin karena disibukkan oleh perkara lainnya atau     lebih tertarik kepada wanita lain.        5. Suami sengaja menghukum istrinya (disebut dengan ILA’) PEMBAHASAN : UNTUK SEBAB NO 1, 2 DAN 3  : jika istrinya ridha , maka tidak ada masalah. Tidak perlu dibahas lagi. Selama istri ridha dengan perlakukan suami ini , maka mereka masih berada dalam ikatan suami istri. Jika istrinya tidak ridha , maka dia bisa mengadukan masalahnya kepada Hakim. Hakim akan menjatuhk...